Akan selalu ada senyum kecil tersungging disudut bibir Bima setiap kali dia mengingat kejadian empat tahun lalu, dimana dia pertama kali mengenal Latisha.
Pada saat itu, ketertarikan Bima pada Latisha adalah murni karena rasa penasarannya terhadap perempuan yang selalu mengutarakan apa yang ada di pikirannya tanpa pandang bulu.
Latisha adalah perempuan yang ketus, itu benar, dan kadangkala kata- katanya begitu menyakitkan untuk didengar walaupun ada kebenaran di baliknya.
Namun, seiring berjalannya waktu Latisha berubah, dia tidak lagi membalas kata- kata mereka yang menyudutkannya atau berbicara buruk mengenainya.
Dia memilih untuk diam dan tidak perduli.
Perlahan perempuan ketus yang selalu memiliki tatapan marah pada Bima setiap kali dia menjahilinya, kini hilang...
Latisha seolah menarik diri dari dunia, dia tidak perduli lagi dengan apa yang terjadi di sekitarnya ataupun yang akan menimpa dirinya.
Seakan api kehidupan dalam diri perempuan yang telah bersamanya selama empat tahun ini, telah redup.
Entah apa yang terjadi pada Latisha dan keluarganya, Bima tidak pernah tahu dan Latisha tidak pernah mau membuka mulut ketika Bima mengangkat topik tersebut.
Kenapa Latisha bersikeras keluar dari rumahnya dan memilih untuk kost disaat ia baru menginjak usia enam belas tahun.
Pada saat itu Bima secara implisit telah mengatakan pada siapapun yang mengenalnya kalau mereka bersama.
Banyak yang mempertanyakan keputusan gila Bima untuk menjalin hubungan lebih jauh dengan Latisha, dikarenakan oleh reputasi mereka di lingkungan sekolah yang berbanding terbalik dengan satu sama lain.
Belum lagi dengan latar belakang keluarga mereka.
Tapi, Bima tidak memikirkan hal itu lebih jauh, dia hanya merasa senang berada di dekat Latisha dan mengganggu perempuan itu setiap kali ada kesempatan.
Menikmati tatapan marah dan ekspresi wajahnya yang bersungut- sungut saat Bima mengatakan kalau mereka pacaran saat ada teman Bima yang bertanya disaat upacara kelulusannya dari sekolah menengah atas.
Pada awalnnya itu hanya candaan Bima untuk membuat Latisha kesal, tapi lama kelamaan, entah sejak kapan Bima mulai menganggap candaannya itu menjadi serius.
Di lain sisi, Latisha tidak menanggapi apapun mengenai hal itu, dia tidak mengiyakan ataupun menolak deklarasi Bima.
Mungkin karena Latisha berhutang budi pada Bima karena dialah lelaki yang telah membiayai segala kebutuhannya sejak ia hengkang dari rumah. Saat ia duduk di kelas dua SMA dan Bima berada di semester dua kuliahnya.
Keputusan Latisha untuk keluar dari rumah tentu saja mengejutkan Bima.
Pada waktu itu, tepat pukul satu dini hari, Latisha menelponnya saat ia sedang terlelap tidur dan kata- katanya selanjutnya membuat dia terbangun dengan segera.
"Gw ada di depan kost an lw."
Itu adalah kata- kata singkat yang Latisha ucapkan saat telepon darinya diangkat oleh Bima di dering terakhir.
Sontak Bima terperanjat dan lompat dari tempat tidurnya.
Masalahnya bukan hanya karena Latisha yang datang ke kostannya di tengah malam buta, tetapi kenyataan bahwa Bima berkuliah di Bandung, sementara Latisha tinggal di Jakarta lah yang membuat dia tidak habis pikir apa tujuan kedatangan Latisha.
"Lw gila ya!?" Bima mendesis saat dia melihat sosok yang ia kenal sedang duduk sambil memeluk lutut diatas bangku panjang di taman dekat kostnya.
Bima pernah mengajak Latisha berjalan- jalan ke Bandung dan mampir sebentar ke kostannya tapi, dia tidak pernah berpikir kalau Latisha masih mengingat lokasi ini atau bahkan datang pada jam dan saat seperti ini.
"Gw keluar dari rumah."
Begitulah jawaban Latisha, satu alasan singkat yang sampai sekarang Bima tidak bisa menemukan jawabannya.
Kenapa dia keluar dari rumah? Apakah orang tuanya tidak mencarinya? Ada permasalahan apa di rumahnya sampai dia tidak mau berada disana?
Dan masih banyak lagi pertanyaan Bima yang ingin ia tanyakan, kalau saja Latisha mau membuka mulutnya ketimbang hanya menatapnya sesaat dan melengos, seolah dia tidak pernah bertanya.
"Terus? Loe ga bisa masuk lagi?" Bima yang masih setengah sadar antara percaya dan tidak percaya dengan kemunculan Latisha, menanyakan pertanyaan bodoh itu.
Latisha memang tidak pernah tidak membuat Bima terkejut dengan jalan pemikirannya ataupun keputusan- keputusannya yang terkesan ekstrim.
Tapi kali ini Bima benar- benar dibuatnya tidak habis pikir.
"Loe pikir bisa segampang itu masuk lagi?" Latisha mengangkat alis matanya sambil menatap Bima yang hanya mengenakan kaos dan boxer, dia bahkan tidak memakai sandal, entah karena lupa atau terburu- buru.
"Kalau loe kabur, loe tinggal pulang aja. Beres." Bima mengerjapkan matanya sembari mengamati penampilan perempuan di hadapannya ini.
Latisha hanya mengenakan celana jeans usang dan oversize sweater yang sering ia gunakan, tanpa membawa tas atau apapun!
Dasar gila!
"Gw keluar dari rumah, bukan kabur." Latisha mengkoreksi kata- kata Bima, dahinya mengernyit tidak senang. "Kalau kabur berarti orang rumah gak mau gue pergi tapi gue mutusin untuk hengkang, tapi gue keluar dari rumah yang berarti gak ada bedanya gue ada disana atau enggak." Dia mengatakannya dengan enteng.
Bima masih berusaha memahami situasi saat ini. "Terus kenapa loe kesini?" Ini yang membuatnya tidak habis pikir.
"Karena loe bilang gue cewek loe kesemua orang, jadi wajar kalau loe yang gue cari." Latisha menjawab sekenanya, walaupun ia sendiri tidak pernah mengiyakan hubungan diantara mereka.
Ini merupakan suatu hubungan yang aneh, yang didasari bukan dengan perasaan suka, tapi dengan rasa penasaran yang membuat Bima tertarik pada Latisha, sementara Latisha sendiri tidak terlalu perduli mengenai status diantara mereka berdua, selama Bima bisa memenuhi kebutuhannya, dia tidak masalah dengan apapun yang Bima katakan pada orang lain mengenai hubungan diantara mereka.
Ya, sejak kejadian uang dua ratus ribu itu, Latisha acapkali mendapatkan uang dari Bima dengan mudah, walaupun di banyak kesempatan Latisha tidak melakukan apa yang Bima minta karena dia tidak suka, tapi pada akhirnya Bima akan selalu mengeluarkan uang untuk Latisha hanya untuk sekedar menemaninya kesuatu tempat atau untuk argumentasi sepele yang membuat salah satu diantara mereka kesal.
Uang bukan masalah untuk Bima, uang saku tiap bulan yang dia terima dari orangtuanya mampu untuk menghidupi dirinya sendiri dan membiayai sekolah Latisha, belum lagi Bima yang memang tidak menerapkan hidup berfoya- foya. Saat ini dia bahkan menjalani part time di salah satu kafe di Bandung.
"Loe berangkat ke bandung malam- malam, cuma untuk cari gue? Kalau loe memang keluar dari rumah, kenapa loe ga pergi kerumah temen atau saudara loe yang di Jakarta?" Kenapa malah jauh- jauh cari gue kesini?
Latisha mendengus mendengar ucapan Bima. "Gue gak mau ketempat saudara dan loe tau sendiri gue gak punya temen."
Bima tahu Latisha tidak mempunyai teman akrab, karena dia selalu memilih untuk sendiri. "Terus? Ini gimana?"
"Gw numpang tinggal di kostan loe untuk sementara waktu." Latisha mengangkat bahunya, seolah jawaban itu sudah sangat jelas dan Bima begitu bodoh untuk tidak mengerti akan hal ini.
"What!?"
KAMU SEDANG MEMBACA
THIS IS A STORY ABOUT HER
RomanceJANGAN DIBACA! Kalau kamu menginginkan tokoh utama yang polos, penuh kasih sayang dan memiliki perasaan yang halus, karena Latisha berbeda. ##### "Apa diagnosis untuk Latisha." Bima bertanya pada Dr. Sasi, psikolog yang menangani Latisha. "Bipol...