Jadilah engkau milikku selalu
Utuh...
Tanpa tersentuh
Cuma aku
-Naif; posesif-
*******
Setelah selesai, Latisha keluar dari kamar mandi dengan mengenakan kaos dan boxer milik Bima.
Rambutnya yang panjang hingga mencapai pinggang dan selegam malam, basah karena dia memutuskan untuk keramas.
"Loe punya hairdryer?" Tanya Latisha sambil mencoba mengeringkan rambutnya dengan menggunakan handuk.
Tetesan- tetesan air yang jatuh dari rambutnya membasahi kaos putih milik Bima yang dia kenakan.
Sungguh, pemandangan seperti ini bukan sesuatu yang Bima harapkan!
"Gak, gak punya." Jawab Bima sambil melengos, dia mencoba mencari sesuatu yang menarik untuk diperhatikan, namun tidak ada yang bisa mengalihkan pikirannya dari sosok Latisha saat ini.
"Kok bisa loe ga punya?" Latisha menggerutu kecil sambil terus menggosok rambutnya dengan handuk.
"Loe pikir gw butuh hairdryer?" Bima menepis rambut cepaknya. "Cowok gak butuh barang- barang kaya gitu kali."
Kali ini Latisha tidak menjawab, dia dengan santai duduk di pinggir kasur di samping Bima.
Kamar Bima tidak terlalu besar, tapi sangat nyaman dan rapi, dengan adanya balkon dan kamar mandi di dalam dapat membuat penghuninya betah.
Belum lagi dengan kebiasaan Bima yang selalu teratur, jadi semua barang- barang berada pada tempatnya.
Bima bukan seperti kebanyakan cowok yang memiliki kamar berantakan, bisa dibilang Bima lebih apik daripada Latisha sendiri.
Entah sejak kapan Bima menatap Latisha di sampingnya. Mulai dari lekuk tubuhnya, garis wajahnya, perubahan kecil dari ekpresi wajahnya sampai tetesan- tetesan air yang mengalir di lehernya yang putih dan jenjang.
Latishalah yang datang pada Bima, dan sekarang mereka berdua berada di dalam kamarnya, duduk diatas kasur milik Bima, kalaupun terjadi sesuatu, tidak ada akan ada orang yang tahu dan itu tidak akan menjadi kesalahan Bima seutuhnya.
Kalau terjadi sesuatu...
Latisha merupakan perempuan paling cantik dan menarik yang pernah Bima temui, walaupun ada banyak perempuan cantik di luar sana dengan kepribadian menyenangkan tapi entah kenapa tidak ada satupun dari mereka yang mampu mengalahkan daya tarik Latisha di mata Bima.
Ada sesuatu di dalam dirinya yang membuat Bima ingin selalu berada di dekatnya dan mengetahui sekecil apapun informasi mengenai dirinya.
"Kenapa loe ngeliatin gue?" Latisha melirik Bima disebelahnya melalui tirai basah rambutnya yang jatuh ke sisi wajahnya.
Tapi, bukan jawaban yang Latisha dapatkan, melainkan tangan Bima yang merengkuh kedua sisi wajahnya dan menarik lembut dirinya.
Entah apa yang merasuki Bima dan mantra apa yang mengaburkan pikirannya ketika dia menempelkan bibirnya ke bibir Latisha yang dingin.
Dia mengusap lembut pipi Latisha dengan ibu jarinya sembari menggigit bibir bawah perempuan yang telah ia akui sebagai miliknya sejak setahun lalu.
Ini adalah ciuman pertama mereka karena selama ini, baik Latisha dan Bima, tidak pernah menanggapi serius ucapan Bima mengenai hubungan mereka.
Walaupun tanpa disadari Bima, dia sudah bertindak seperti seorang pacar untuk Latisha selama ini.
Mungkin karena terkejut atau tidak tahu apa yang harus ia lakukan, Latisha mengerjapkan matanya berulangkali saat ia merasakan bibir Bima yang lembut mengulum bibirnya.
Ini adalah kali pertama untuk Latisha mengalami hal seperti ini, dia bingung apakah dia harus mendorong Bima menjauh atau membiarkan dia melakukan apa yang dia mau seperti yang selama ini selalu Latisha lakukan.
Tapi, kali ini berbeda dan situasinya pun tak sama.
Nafas Latisha tersentak dan dadanya bergemuruh dengan panik ketika Bima mendorong tubuhnya ke atas kasur dan menindihnya.
Punggung Latisha menempel dengan erat di atas kasur yang empuk sementara Bima berada di atasnya, mengeksplorasi bibirnya dengan lidahnya, meminta persetujuan Latisha untuk membuka mulutnya.
Namun Latisha tidak membiarkannya, dia masih terlalu bingung...
Namun Bima tidak habis akal, telapak tangannya yang hangat meninggalkan sisi wajah Latisha dan menelusup kedalam kaos bajunya.
Latisha terkesiap dengan tindakan Bima, karena selama ini dia tidak pernah melakukan hal- hal berbahaya dan sangat intim seperti ini.
"Bima..." Latisha memanggil namanya, tapi di saat yang bersamaan memberikan akses pada Bima untuk bertindak lebih jauh lagi.
Kali ini Latisha memejamkan matanya seraya menikmati perasaan aneh yang menyelinap kedalam dirinya, sebuah dorongan untuk bertindak lebih jauh.
Toh, dia sudah hancur, jadi apa salahnya menikmati dosa ini? Dia tidak akan mungkin lebih hancur lagi daripada sekarang, kan?
Menyerah pada keinginan duniawinya, Latisha melingkarkan lengannya di leher Bima, merasakan rambutnya yang kasar diantara sela- sela jemarinya.
Namun, ketika pikiran Latisha sudah mengembara entah kemana dan memasrahkan dirinya pada Bima, tiba- tiba Bima menarik tubuhnya, memutuskan segala kontak fisik dengan Latisha.
"Latisha..." Bima memanggil nama perempuan itu dengan hati- hati, dia menatap Latisha yang masih terbaring di atas ranjang dengan perasaan yang sulit untuk dijelaskan. "Gue..."
Latisha, yang merasakan kehangatan yang sedang ia nikmati tiba- tiba menghilang, membuka matanya dan menatap Bima penuh pertanyaan.
Bukankah ini yang dia mau? Atau Latisha tidak cukup menarik lagi untuk Bima?
"Itu ciuman pertama gue." Latisha mengakui, dia mengalihkan pandangannya dari tatapan Bima, malu.
"Huh?" Bima mengernyitkan keningnya karena tidak menyangka itu adalah kata- kata pertama yang Latisha katakana setelah apa yang dia lakukan.
Bima pikir Latisha akan marah seperti biasanya, tapi dari ekspresi wajah dan semburat merah di pipinya, Bima menyadari kalau perempuan yang selama ini dekat dengannya sedang malu.
Ini pertama kalinya Bima melihat dia malu.
Suatu pemandangan yang tidak bisa di gambarkan dengan kata- kata, karena Latisha terlihat begitu manis saat ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan atau kemana dia harus memfokuskan pandangannya.
"Bagus kalau begitu." Bima mengacak- acak rambut Latisha dan mengecup keningnya, dia juga merapihkan pakaian Latisha. "Karena cuma gue yang boleh nyium loe."
Latisha melotot kearah Bima, tapi dia tidak mengatakan apapun, dia tidak juga membantah kata- katanya, seolah pernyataan Bima merupakan suatu perjanjian tidak tertulis di antara mereka berdua.
Tapi, sebagai pasangan, bukankah memang begitu seharusnya?
"Gue tidur di kamar temen gue disebelah, kalau loe butuh apa- apa telpon gue aja." Bima melambaikan ponsel di tangannya sembari beranjak keluar kamar, tapi sebelum ia menutup pintu, dia berbalik dan menambahkan. "Jangan keluar kamar dan setelah gue keluar konci pintunya, jangan kasih orang lain masuk selain gue. Paham?" Nada suara Bima tiba- tiba berubah galak.
"Paham." Latisha menggerutu karena di perlakukan seperti anak kecil.
Barulah setelah itu Bima keluar kamar, tapi lima menit kemudian dia membuka pintu dan mendapati Latisha masih berbaring di atas kasur.
"Kan gue uda bilang konci pintunya?!" Bima berkata dengan suara tertahan, mencoba membuat suara marahnya tidak terdengar teman- teman sekamarnya.
"Iya, iya." Latisha bangun dari tempat tidur sambil merutuk dan membanting pintu tepat di hadapan Bima dan menguncinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
THIS IS A STORY ABOUT HER
RomantizmJANGAN DIBACA! Kalau kamu menginginkan tokoh utama yang polos, penuh kasih sayang dan memiliki perasaan yang halus, karena Latisha berbeda. ##### "Apa diagnosis untuk Latisha." Bima bertanya pada Dr. Sasi, psikolog yang menangani Latisha. "Bipol...