05.Benci?

43 5 48
                                    

Refa duduk diteras rumahnya seraya memakan 2 potong roti yang diberi selai kacang. Jam menunjukkan pukul 06.40, gerbang sekolah akan ditutup 20 menit lagi.

Hari ini Refa menunggu Angga untuk berangkat bersama. Namun, tidak ada tanda-tanda kemunculan Angga dari balik pintu yang cukup jauh dari mata Refa.

Seraya menunggu, Refa membuka ponselnya dan melihat-lihat pesan masuk yang dikirim melalui WhatsApp. Angga mengirimkan sebuah pesan, Refa langsung membukanya.

Angga🐒
Maaf

Refa berfikir sejenak. "mungkin maaf untuk tadi malem" gumamnya.

Pasalnya sehabis pulang dari pasar malam, Angga sudah tidak berkata apa-apalagi. Refa juga sedikit takut untuk bertanya tentang keadannya jika sudah seperti ini.

"Loh kamu kok masih disini?" tanya Dini yang keluar rumah dengan membawa plastik hitam cukup besar.

"Nunggu Angga ma." Refa mematikan ponselnya dan mendongak melihat mamanya yang sedang berdiri.

"Lah..bukannya Angga udah berangkat? tadi mama liat dia udah pergi."

Biasanya Angga akan bilang terlebih dahulu jika dia tidak bisa berangkat bersama Refa. Namun, sekarang tidak.

Atau mungkin ucapan maaf itu karena dia tidak bisa menjemputnya?

"Bisa jadi." ujarnya pelan, yang masih bisa didengar mamanya.

"Apanya yang bisa jadi?"

"Gapapa ma, Refa berangkat naik ojek aja. Mama mau kemana?"

"Mau buang sampah."

Refa membalas dengan mengangguk.

***

Sekitar 5 menit yang lalu Angga sudah berada disekolah, sekarang ia sedang berkumpul dengan teman-temannya dikelas.

"Woy Putra! sana piket." suara cempreng itu berasal dari Nesya-sekretaris ipa 1.

"Ganggu aja lo Nes, gue lagi nonton MV BlackPink ini." ujar Putra kesal.

"Biasa Nes, lagi gamon dari mimi peri." ujar Kevin dengan kekehan.

Perisilia Anjani, cewek cantik SMA Garuda 2 yang baru saja memutuskan hubungannya dengan Putra.

"Nggak peduli, cepet sana piket."

Nesya menarik kerah baju Putra dari belakang, membuat cowok itu beranjak berdiri dan terseret hingga keluar kelas.

"Li..sa.." jerit Putra lebay.

"Alay lo, cepet sana ngepel." Nesya menghempaskan cowok itu keluar kelas. Membuat Putra pura-pura terjatuh.

"Mama tiri emang jahat." ujar Putra seraya mengusap pipinya yang tidak ada air mata.

"Aku terjatuh dan tak bisa bangkit lagi..." lanjutnya.

"Gila." Nesya langsung pergi memasuki kelasnya kembali.

Putra mengambil alat pel yang tergeletak dilantai dan memasukkannya ke air yang sudah diberi cairan pewangi.

"Azab seorang mama tiri yang membuat seorang Putra yang tampannya sejagat raya terjatuh dan ditimpa azab meninggal ditempat." celotehnya.

Lalu Putra berdiri diambang pintu dan menoleh kearah kelas."woy jangan dimatiin lagunya, biar gue bisa joget."

Semua yang ada dikelas tertawa, kecuali Angga. Cowok itu sibuk memainkan ponselnya sejak tadi.

"Tumben lo nggak ketawa Ga, biasanya aja suara lo sampe kedengeran dikorea pas gue lagi sama si jennie." ucap Fadil asal.

Angga menoleh sesaat, lalu kembali memainkan ponselnya.

"Lagi stalk twice itu, ngaku lo.." ujar Bams.

Krucuk. krucuk. kurucuk.

Semua menoleh ke arah Bams, perut buncit itu sudah memberi peringatan untuk segera makan.

"Laper nih gue, yuk makan." ajak Bams.

Semua yang disana beranjak berdiri, lalu berjalan keluar kelas.

"Astagfirullah, ini kenapa banjir Put?" tanya Kevin.

Mendengar namanya dipanggil, Putra lalu menoleh. Semua lantai sudah dipenuhi dengan air.

"Astaga, ini siapa yang numpahin air?" Putra tidak tahu jika kelasnya ini sudah tertimpa banjir dadakan, karena sejak tadi ia hanya berjoget.

"Makanya kalo masih suka sama mimi peri, ajak balikan dong pipi." celetuk Bams.

"Mimi peri kan dah nggak mau sama pipi peri karena pipi peri udah nggak ada kekuatan lagi." ujar Fadil sok memelas.

Pak Joko datang dengan 2 buku yang ia bawa di tangan sebelah kirinya.

"Ini kenapa kok banjir?" tanya Pak Joko.

"Biasa pak ulah anak nakal." sindir Bams sambil melirik ke arah Putra, dan Putra membalasnya dengan mata yang menajam.

"Sudah-sudah, ini bapak mau minta Angga untuk cariin buku Ips yang bapak suruh taro dimeja bapak, tapi nggak ada."

Angga reflex menoleh kearah Fadil, kemarin saat Pak Joko menyuruh Angga untuk meletakan buku diatas mejanya, tiba-tiba Fadil ingin ikut dan bukunya tidak ia letakan diatas meja Pak Joko. Melainkan, dilaci Bu Susi yang kuncinya tergantung disana, serta kuncinya ia berikan kepada Angga agar Pak Joko tidak mengajar dikelasnya pagi ini.

"Iya pak, saya ambilin." Angga pergi dari sana untuk mengambil buku diruangan Pak Joko.

Pak joko ingin pergi dari sana, namun Bams memanggilnya.

"Pak." panggil Bams.

"Ada apa?" tanya Pak Joko.

"Wulannya mana pak?" goda Bams.

"Wulan siapa?"

"Bapak bisa aja pura-pura nggak tau."

"Wulan tetangga saya, emang ada apa?"

Mereka semua tertawa tapi Pak Joko menggeleng-geleng aneh kepada Bams.

"Sudah-sudah, saya mau ke perpustakaan. Jangan lupa Bams, kamu nanti maju paling pertama untuk mengerjakan soal."

"Anjir." umpatnya.

"Mampus!" ledek mereka.

***

Refa melihat Angga berjalan dikoridor dengan beberapa buku yang ia bawa, Refa sedikit berlari untuk menghampiri cowok itu.

"Hei." sapa Refa dengan senyum yang tercetak diwajah manisnya.

Namun Angga tak membalasnya, menoleh pun tidak.

"Angga." panggilnya lagi.

"Ish, Angga.."

"Angga..." Refa terus memanggilnya dan menggucang-gucangkan lengan kanan Angga. Namun cowok itu tetapnya saja tak membalasnya.

"Angga, lo kenapa sih?"

Cowok itu hanya menoleh sesaat dan tetap berjalan. Mengabaikan Refa yang sedikit sulit mengimbangi langkahnya yang cukup besar.

"Owh iya, lo kenapa ngirim pesan maaf ke gue? lagian, lo juga nggak ada salah sama gue."

Angga berhenti melangkah. Ia mulai terngiang-ngiang dengan ucapan cowok yang menelponnya tadi malam.

"Mending lo pergi!" ujar Angga ketus.

"Kenapa?"

"Gue benci lo."

***

Anyeong:^
Jangan lupa voment ya temen-temen:v

See you:')

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 01, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Please ComebackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang