01 - Senandung

1.1K 158 13
                                    

KAKI Sagita melangkah buru-buru untuk masuk ke dalam gerbong

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

KAKI Sagita melangkah buru-buru untuk masuk ke dalam gerbong. Pasalnya, jumlah penumpang hari ini begitu ramai—seperti hari-hari sebelumnya.

Rebutan kursi sudah jadi kelemahan Sagita. Masuk-masuk, dia malah terdorong ke sana dan kemari sampai kelimpungan.

Eh, mungkin, sore ini Sagita lagi hoki! Acara dorong-dorongan tersebut justru membawanya pada kursi kosong di ujung gerbong.

Tak ragu, gadis itu langsung mengklaim kursinya, sebelum orang lain melakukannya duluan. Dia tersenyum puas sambil menaruh ransel di pangkuan.

Beberapa detik kemudian, dia cuma diam. Suara pekak dari segala arah selalu membuat telinganya seperti dicakar-cakar dari dalam.

Percakapan yang dilontarkan dengan lantang, bayi rewel dan balita yang buru-buru pengin sampai di rumah, decitan sepatu, dan desis pintu gerbong yang bakal menutup 2 detik setelahnya—semua bikin kepala Sagita pening!

Refleks, gadis itu sesekali menggerakan kepala dan menutup telinga dengan jari-jarinya.

"Eh... anu." Orang di sebelah Sagita membuka suara. "Lo gapapa?"

Sagita langsung menengok ke arah suara dan menemukan cowok bermasker sedang memandangnya khawatir, menunggu jawaban.

"Oh, gapapa," timpal Sagita, "telinganya emang agak sensitif kalau di tempat ramai."

Meski ditutup masker, dari matanya yang membentuk sabit, Sagita tahu, cowok itu tersenyum sebagai jawaban.

Ketika kereta mulai menempuh rel, Sagita hanya menatap lantai gerbong dengan tawar untuk 15 menit ke depan.

Tak tahan dilanda bosan, akhirnya, ia merogoh earphone dari ranselnya dan menyalakan musik dengan volume cukup untuk telinganya yang baru disumpal.

Tanpa sadar, bibir Sagita bersenandung seraya lagu Baby I'm Yours terputar.

"Arctic Monkeys?"

Mendengar sayup, jemari Sagita langsung menarik earphone kanannya dan mencondongkan kepala pada cowok di sampingnya. "Sori, kenapa?"

"Itu, Arctic Monkeys?" ulangnya dengan artikulasi yang lebih jelas dibanding sebelumnya. "Lagunya kedengeran."

Alis Sagita terangkat sambil tersenyum bangga. "Iya, nih. Hardcore fan."

Tanpa diduga, bibir yang dikatup lelaki itu menyenandungkan lagu yang kini masih terputar di telinga kiri Sagita. Sinkron dan tepat.

Karena canggung, ia berhenti bersenandung, lalu mata lelaki itu menyipit lagi—kali ini disertai ketawa singkat. "Gue juga suka Arctic Monkeys," katanya.

Pasang ujung bibir Sagita terangkat manis sebagai balasan.

Saat pengeras suara mengumumkan pemberhentian, tanpa pamit, lelaki berseragam sekolah asing itu langsung berdiri dan menyalip mencari jalan di antara lautan manusia untuk turun dari kereta.

Sagita tahu sesuatu: dia suka Arctic Monkeys, dan turun dua stasiun sebelum tujuan miliknya.

Sekilas namun jelas, Sagita tahu sesuatu lainnya: di jas sekolahnya ada nama Sakha A.

Sekilas namun jelas, Sagita tahu sesuatu lainnya: di jas sekolahnya ada nama Sakha A

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

<ʷnͬoͥtͭeͤʳˢ>

Mau cobain bikin k-pop!lokal juga kayak orang-orang. Xixixi.

Seperti biasa, ini akan singkat per-chapter-nya. Gak sampe 800 lah. Atau lebih... gak tahu.

Oh iya, jarak dua stasiun di sini tuh, gak jauh ya. Kayak dari stasiun Jakarta Kota ke Mangga Besar aja, contohnya. Beda sepuluh menitan doang.

By the way, yuk, kenalan dulu!

By the way, yuk, kenalan dulu!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sagitari Bintang Beluga (17)

Sagitari Bintang Beluga (17)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sakha Adikara (17)

Two Stations BeforeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang