PANDANGAN Sakha menjurus pada gadis yang kemarin sempat dikecewakan olehnya. Kini, gadis itu terlihat duduk dengan nyaman pada bangku yang tersedia di peron dan sibuk memainkan kuku-kuku jemari tangannya, seolah itu adalah hal yang paling perlu dilakukan untuk sekarang.
"Sagita—" Sakha berdeham seketika setelah mendengar suaranya yang pecah. Ia kembali memanggil dengan jelas, "Sagita!"
Seperti tahu, gadis bernama Sagita itu hanya melirik tanpa menggerakkan kepalanya pada arah suara Sakha.
Jelas, tiba-tiba ekspresi wajahnya terlihat suntuk dan gusar. Dan otomatis, rasa bersalah itu datang lagi ketika Sakha membayangkan gadis itu menunggunya sampai menjelang gelap, kemarin sore.
Tanpa basa-basi, sepasang kaki jenjang milik Sakha sudah berada di depan Sagita. "Jalan-jalan, yuk?"
Sebagai balasan, dua alis Sagita bertemu di tengah dahinya, disertai dengan bibir yang setengah mencebik. "Apaan, sih, tiba-tiba? Harusnya, dateng-dateng, tuh, salam dan sapa."
Sakha tersenyum sembari mengulum bibir dengan gemas. "Iya, deh. Assalamu'alaikum. Shalom. Om swastiastu. Gitu?"
Jujur, di balik wajah Sagita yang lagi masam, dia lagi ketawa dan merutuk dalam hati. Sementara, secara fisik, dia masih gak tahu harus menunjukkan kekehan atau marah-marah pada Sakha.
"Kalau mau ketawa, diketawain aja. Hidungnya gak perlu kembang-kempis begitu."
Mendengar lontaran kalimat dari Sakha, Sagita langsung mencapit hidungnya sendiri dengan jari telunjuk dan jempol secara spontan.
Mana dia tahu, kalau tahan tawa malah bikin hidungnya jadi kembang-kempis? Astaga, pasti kelihatan aneh banget!
Lelaki di hadapannya yang masih tengah berdiri itu tertawa rendah. "Jalan-jalan, yuk?" Ia mengulang pertanyaannya.
Sagita menggeleng cepat. "Pergi aja, sana."
Pada akhirnya, Sagita tentu aja sukarela berjalan di samping Sakha menuju jalan penuh tempat makan di sepanjang sisi—yang sering kali jadi tongkrongan anak muda seusianya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Stations Before
Novela JuvenilBelakangan, di kereta menuju pulang, dia selalu ketemu sama cowok jangkung yang punya bordir 'Sakha A' di jas sekolahnya, bagian dada kiri. Sagita cuma tahu: dia suka Arctic Monkeys, baik, absurd, dan turun di dua stasiun sebelum tujuan Sagita. Sisa...