10 - Si Penyelamat

375 94 44
                                    

TELINGANYA disemat earphone ketika ia melangkah masuk gerbong kereta dengan langkah lekas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

TELINGANYA disemat earphone ketika ia melangkah masuk gerbong kereta dengan langkah lekas. Seperti biasa, Sagita menghela napas menyerah saat menatap tak ada satu pun kursi yang bersedia untuk menampung bokongnya. Tangannya meraih handlegrip di atas kepalanya, dan tubuhnya menghadap pintu. Sesekali, Sagita mengangguk-angguk mengikuti irama lagu yang sedang mengalun di telinganya.

Sesekali juga, ia mencari keberadaan Sakha yang belum kelihatan juga—yang mana sudah biasa mengisi sore-sorenya sejak beberapa minggu lalu.

"Eh..." Gadis itu terbelalak mendapatkan sentuhan erat pada roknya. Ia refleks menoleh pada seorang pria asing bertopi di sebelahnya yang menyeringai tipis, masih berani meraba tangannya pada kaki Sagita.

Mendadak, sekujur tubuh Sagita melemas dan mematung di saat yang bersamaan. Ia ingin berteriak, tapi, tenggorokannya terasa dicekik dari dalam. Isi kepalanya sudah luntang-lantung menyiapkan diri untuk pergi, tapi tak ada pergerakan yang terjadi pada tubuhnya. Kenapa ia tak bisa bergerak atau melakukan sesuatu?

Rasa takut itu menjalar makin besar dan memakan tubuh Sagita bulat-bulat.

"Arabella. Arctic Monkeys. Gue juga suka itu, Git."

Sagita bergidik nyaris terperanjat sewaktu Sakha tiba-tiba berada di sampingnya, berbicara sedikit lantang di depan telinga sembari merangkul tubuhnya dekat-dekat.

Mata Sagita menelan kembali air yang hampir jatuh di pipi. "Sak—"

"Kenceng banget volumenya. Dengerin bareng, ya?" Tanpa persetujuan sang empu, Sakha menarik earphone di sebelah kanan Sagita dan menyumpalnya pada telinga miliknya. "My days end best when the sunset gets itself, behind..."

Kala ia mulai bersenandung pelan mengikuti alunan lagu dari earphone Sagita, ia sekaligus membawa Sagita pelan-pelan menjauh dari tangan kotor pria mesum itu, menuju bagian kereta yang tidak terlalu berdesakan.

"Git?" bisik Sakha, sambil menunduk pada Sagita. "Lo gapapa?"

Kerutan khawatir di dahi Sagita masih ada dan bersisa. Kenapa Sakha bersikap seolah-olah gak ada apa-apa yang terjadi di pertemuan terakhir mereka?

Maka, ia hanya menggeleng lemah dan malah bertanya, "Sakha, lo udah gak marah sama gue?"

Sakha tertawa pelan dan menggeleng tidak percaya, masih dengan sebelah tangannya yang menempel rekat pada sekitar bahu Sagita. "Kok, malah nanyain itu, sih."

Speaker di sepanjang gerbong menyebut pemberitahuan mengenai pemberhentian stasiun. Namun, cowok itu sama sekali gak berkutik, malah mengeratkan rengkuhannya pada Sagita ketika sebagian penumpang sedang berebutan untuk turun.

Hingga pintu gerbong tertutup dan kereta berjalan kembali, Sakha tetap di sana.

"Kenapa lo gak turun?" tanya Sagita.

Two Stations BeforeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang