.part six.

49 32 25
                                    

Esha tengah sibuk memesan ojek online menggunakan ponselnya sambil menuruni anak tangga satu per satu. Dia sama sekali tidak mempedulikan Abangnya yang mengikutinya dari belakang sambil mengintip ponsel milik Esha.

"Ngapain kamu pesan ojol, Dek?" tanya Abangnya sengaja mengeraskan suaranya agar semua orang yang tengah menyantap sarapan di ruang makan mendengarnya.

Esha memilih untuk tidak menjawab pertanyaan Abangnya. Selagi menunggu ojek online-nya datang, ia menyempatkan diri untuk ikut sarapan bersama kedua orang tuanya dan Rega. Entah sejak kapan cowok itu duduk di sana dan berbincang ringan dengan kedua orang tuanya sambil memakan roti bakar.

Sebelumnya sudah pernah Esha katakan bahwa ia malas menatap wajah cowok itu, kan?

Ini adalah hari ketiga sejak Esha pulang dari Surabaya dan ini adalah hari ketiga pula Rega repot-repot datang pagi-pagi ke rumahnya untuk sarapan dan berniat mengantarnya ke sekolah. Meski Esha sudah pasti menolaknya dan memilih untuk naik ojek online. Namun, entah kenapa cowok itu belum menyerah juga.

"Dek, tuh, lihat Rega baik banget mau antar kamu ke sekolah," ucap Bang Aan menggoda Esha sambil menyenggol bahu adiknya dengan sikunya.

Esha mendengus lalu mengunyah roti bakarnya cepat-cepat. Ponselnya berdenting halus dan sebuah notifikasi dari ojek online muncul. Esha bangkit menuju kedua orang tuanya untuk berpamitan.

Mamanya sedih melihat Esha yang berubah menjadi irit bicara sejak pulang dari Surabaya, "Esha, jangan diam terus dong. Maafin Mama, ya, kemarin Mama bohong soal Nenek sakit. Sekarang Esha berangkatnya diantar Rega aja, ya?"

Esha menggeleng. Dia tidak mau diantar oleh cowok menyebalkan itu.

"Sha, dengarkan, Ayah. Maksud Ayah baik mau menjodohkan kamu dengan Rega. Kita juga sudah kenal dekat dengan keluarganya terutama Pakde Mulyo. Lagipula, siapa yang akan menjaga kamu kalau kita bertiga pindah ke Kalimantan, Sha?" Ayahnya mencoba membujuk Esha kembali.

"Ayah nggak perlu repot-repot sampai menjodohkan Esha segala. Esha bisa jaga diri baik-baik, kok," ucap Esha berharap negoisasi kali ini berhasil, "Esha bisa masak, cuci baju sendiri, bersih-bersih rumah, termasuk menjaga diri Esha sendiri. Ayah nggak perlu khawatir. Toh, kalau Esha sudah lulus sekolah nanti Esha menyusul Ayah ke sana,"

"Keputusan Ayah sudah bulat, Esha. Daripada kamu juga sibuk berpacaran dengan Erlang yang tidak jelas itu, Rega jauh lebih baik," ucap Ayahnya lugas. Sorot matanya sudah berubah tajam dan raut wajahnya sedikit mengeras. Padahal sebelumnya Ayahnya tak pernah mempermasalahkan hubungannya dengan Erlang.

Esha hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan Ayahnya. Dia malas beragumen jika sudah menyangkut hubungan jarak jauhnya dengan Erlang, "Esha berangkat ke sekolah dulu, Ma, Yah,"

"Kamu berangkat naik ojek lagi, Sha?" tanya Ayahnya saat melihat Esha yang sibuk mengetikkan sesuatu di ponselnya, "Kasihan Rega yang sudah berniat untuk mengantar kamu ke sekolah malah kamunya naik ojek terus,"

"Aku nggak minta dia untuk antar aku ke sekolah, Ayah." ucapnya singkat lalu mengucapkan salam dan melangkahkan kakinya keluar rumah.

"Pesanan atas nama Resha Pradita, ya?" tanyanya saat menemui ojek online yang sedang parkir tepat di depan pintu pagarnya.

"Iya, Neng." jawab pengemudi tersebut sambil mengulurkan helm ke arah Resha.

Bertepatan dengan itu sebuah tangan menahan gerakan Esha yang sedang memasangkan helm di kepalanya, "Tunggu sebentar,"

Esha mendesah kesal dan tetap memasang helm tersebut di kepalanya. Namun, setelah helm tersebut terpasang di kepalanya, Esha malah mencondongkan tubuhnya ke arah pengemudi ojek online yang akan ditumpanginya dan berbisik, "Tunggu sebentar, ya, Pak. Teman saya ada perlu nanti saya tambahin ongkosnya, deh."

1332 Km Before I Meet YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang