.part one.

118 78 54
                                    

Selamat hari berpisah yang ke-16!

—Dari aku, pencipta jarak!

Esha meremas kertas kecil yang terselip di antara novel berjudul 'Baca Aku, Jika Kamu Merindu'. Bibirnya mengembangkan senyum tipis membaca judul buku yang sengaja dibuat untuk menarik minat pembaca.

Ia baru saja menerima paket berisi novel yang sukses membuat rindunya menguak. Berharap novel itu ampuh mengatasi rindunya yang hampir meledak sesuai dengan judul yang tertera di sampul novel tersebut.

Satu tahun lebih sudah berlalu sejak ia mengantar si pengirim—Airlangga Pratama atau yang akrab disapa Erlang—ke bandara dan 1332 km sukses tercipta diantara mereka. Erlang dan Esha sudah berpacaran hampir dua tahun dengan perbedaan umur Erlang lebih tua sekitar tiga tahun.

Erlang harus merantau ke Padang dan melanjutkan kuliahnya di sana dan hari ini adalah hari dimana mereka memperingati momen berpisah di bandara. Sudah hal rutin bagi Erlang untuk mengirimkan hadiah kecil setiap bulannya. Enam belas bulan berlalu dan sudah enam belas hadiah yang Esha terima untuk meredakan letupan rindunya, namun ia masih saja sibuk misuh-misuh perihal rindu.

Esha mengeluarkan ponselnya membuka ruang chat dengan Erlang.

Esha : Thank you.

Erlang : Udh baca? Ampuh nggak buat mengatasi rindu?

Esha : Menurut kamu?

Erlang : Maaf.

Esha menaruh ponselnya di samping nakas lalu mulai membolak-balikkan lembaran novel yang baru saja dikirim Erlang. Matanya mulai sedikit memanas dan tangannya semakin menggenggam erat novel tersebut.

"1332 km sialan." desisnya pelan.

Esha mengakui bahwa dirinya terlalu egois pada Erlang. Esha tidak mau berdamai dengan jarak dan selalu mengeluh perihal rindu meski sudah satu tahun lebih berlalu. Padahal Elang di sana tengah bersusah payah mencari ilmu dan sibuk meminta maaf pada Esha tentang jarak yang ia cipta. Kalau dipikir-pikir dengan logika, Erlang tidak salah, kan?

"Sha, bantuin Mama, yuk." ucap Mamanya yang tiba-tiba membuka pintu kamar dan melihat anak perempuannya tengah menatap novel dengan tatapan redup, "Jangan nge-galau terus dong,"

Esha menutup novel tersebut lalu duduk seraya menaruh novel tersebut di atas nakas tepat di samping ponselnya, "Bantuin apa, Ma?"

"Beresin baju, besok kita mau ke Surabaya jenguk nenek."

"Lho, Nenek sakit? Sakit apa?" punggung Esha langsung tegak dan rautnya berubah khawatir.

"Nggak tau, pokoknya kita disuruh pulang untuk jenguk Nenek. Mama juga baru dikabarin tadi sama keluarga yang di sana. Besok kamu izin aja sekolahnya." ucap Mama.

"Yah, padahal besok aku ada ulangan," ucap Esha pelan.

"Kamu kan bisa susulan. Cuma ulangan harian biasa kan?" tanya Mamanya memastikan.

"Iya, sih. Tapi ulangan sejarah itu bukan cuma, Mama."

"Ya ... terus kamu nggak mau ikut jenguk Nenek gitu?" tanya Mama dengan raut sedih, "Ayah lagi dinas keluar kota dan Abang jadi panitia di acara kampusnya. Kamu tega Mama jenguk Nenek sendirian?"

"Nggaklah, Ma. Aku pasti ikut. Mama jangan lupa besok telpon wali kelas aku," ucap Esha mengingatkan Mamanya.

"Beres!" ucap Mamanya dengan nada senang seraya mengedipkan sebelah matanya, "Ayo, kita packing, Sha."

"Mama duluan aja, nanti aku nyusul." Esha bangkit merapihkan kaosnya yang kusut karena hari Minggu ini ia hanya sibuk berguling-guling di atas kasur seharian.

Erlang : Marah lagi sama 1332?

Esha : Aku bsk mau ke Surabaya, El.

Esha : Pdhl ada ulangan sejarah :(

Erlang : Ngapain?

Esha : Jenguk nenek.

Erlang : Get well soon and hope u r lucky in teacher's room wkwk.

Esha : Yeah, thank u.

Esha sebenarnya ingin mengakui bahwa meski ia rindu setengah mati pada Erlang, entah kenapa obrolannya selalu terasa hambar dan terkesan monoton. Entah mungkin karena terlalu muak dengan rindu atau hal lain. Sangat berbeda jika dibandingkan hubungannya dengan Erlang sebelum dipisahkan oleh jarak.

Erlang yang humoris. Erlang yang selalu mempunyai sisi melankonis. Erlang yang selalu punya topik pembicaraan realistis sampai penuh magis. Perlahan-lahan sirna sudah semuanya. Kini, yang tersisa hanyalah sisi puitis Erlang yang bahkan Esha sadari mulai hilang pula.

Sebenarnya, ia ingin menanyakan pada Erlang tentang perasaannya sekarang. Namun, jarak sudah terbentang diantara mereka. Esha tak mau menambah permasalahan yang semakin membuat jarak menertawainya.

Bagi Esha, selama komunikasi masih terjalin dan rasa saling percaya masih menyertai sudah cukup membuatnya bertahan sampai kini. Dan yang pasti, ada rindu menggebu-gebu yang harus ia tuntaskan bersama Erlang nanti.

1332 Km Before I Meet YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang