Sebuah Kasus

47 1 0
                                    


"Apa lagi, eh?" Rasanya tidak pernah bosan mengulang pertanyaan yang sama untuk orang yang sama, lagi-lagi. Ia terlihat mengetuk-ngetuk balpoinnya sementara aku asyik mengunyah burger di tanganku. Sudah hampir tengah malam tapi orang ini mengajakku terdampar di restoran cepat saji malam begini. Dia melayangkan tatapan lesu ke arahku. Kantung matanya bahkan begitu kentara dan lagi rambutnya berantakan sekali seperti orang frustasi.

"Bajingan!" umpatnya. Aku masih menikmati burgerku sambil menunggu lanjutan umpatannya.

"Dasar brengsek! Pikirnya dia bisa memenangkan kasus ini dengan mencuci otak para juri? Tcih! Dia sudah salah langkah mengajakku bermain kotor!"

Aku hanya bisa menghela napas. Pikirku dia sama brengseknya dengan objek umpatannya barusan.

"Kau yang bajingan!"

Sisa burger di tanganku kujejalkan ke mulutnya.

"Kau menjemputku malam begini lalu membawaku ke restoran cepat saji yang hanya menyisakan satu burger sisa untuk dimakan hanya agar aku mendengar keluhanmu tentang sistem peradilan busuk yang kau tekuni? Oh betapa brengseknya dirimu!"

Ia mengangguk santai seperti mengisyaratkan, "Aku tahu nona, maka diamlah."

Gigiku menggertak, menahan amarah sekaligus menahan amukan dinginnya angin malam di pertengahan November. Sementara telapak tanganku sibuk memasang hoodie, pria di hadapanku kepayahan menelan bulat-bulat sisa burger yang kujejalkan ke mulutnya. Bola matanya nyaris copot dari tempatnya karena tersedak. Colaku terpaksa ia habiskan. Setelahnya, sendawa lolos begitu saja dari mulutnya. Matanya memicing dan hidungnya berkerut menahan perihnya lambung yang terkocok cola dan burger tidak dikunyah.

"Kau berniat membunuhku?!" gertaknya.

Aku sama sekali tidak takut bahkan tertawa terbahak-bahak melihat ekspresinya. Tatapannya menajam bahkan sampai berani mencubit keras pipiku.

"Oh ayolah," aku cepat-cepat menepis tangannya, "Ekspresimu barusan menggelikan, lumayan jadi lelucon di malam suntuk begini."

Dia tidak setuju dengan pendapatku. Balpoinnya kembali ia mainkan, mengetukkannya lagi ke meja. Satu tangannya menopang pipinya yang masih berkerut murka. Aku mengaku salah menertawai orang dengan suasana hati keruh parah macam dirinya.

"Well, jadi apa solusimu?" pada akhirnya aku menghela napas. Kembali ke topik umpatannya barangkali dapat membantu menghilangkan kejenuhannya.

"Aku optimis dua belas juri pilihan akan bubar jalan. Paling tidak ada dua sampai tiga yang akan didepak dari jajaran juri. Keduanya kubu kontra, jelas menguntungkan klienku. Dua orang lagi akan kubuat menyusul."

Kalimatnya sudah terlatih untuk tidak terbata-bata. Orang ini punya keyakinan kuat bahwa bermain dengan juri legal-legal saja dan tidak akan menimbulkan konsekuensi hukum. Dua belas masyarakat awam yang sudah susah payah dipilih acak oleh pengadilan harus sengaja didepak dari tugasnya memberi putusan bagi terdakwa dalam sidang pengadilan kali ini. Cara kerja seorang pengacara memang sering kali memuakkan. 

"Jadi kesimpulannya kau akan ikut bermain curang pada kasus ini, hm?" tanyaku mencoba memastikan. Ia mengangguk.

"Bravo!" Aku menepuk tangan sok asik tapi dia tahu kalau tepukan itu berarti sindiran. Ia menyeringai. Ekspresinya menyiratkan bahwa semangatnya sudah kembali utuh bermukim di jasadnya.

"Bagaimana jika pesaingmu tidak hanya mencederai keyakinan juri? Membuat hakim, jaksa, atau bahkan setiap orang berubah haluan jadi membenci klienmu misalnya."

"Sudah terjadi. Dari awal tidak ada yang suka dengan klienku. Semua orang ingin melihat dia segera mati. Aku hanya ikut bermain, pura-pura masuk perangkap si brengsek Scott." responnya santai.

Kasus pembunuhan yang dilakukan pria kulit hitam terhadap warga negara Amerika berkulit putih jelas menarik perhatian massa. Beritanya jadi nomor satu di koran lokal. Mississippi jadi heboh seketika. Orang-orang kulit hitam mendapat umpatan keji, mereka dicibir habis-habisan oleh kaum yang menganggap dirinya mayoritas di dunia. Demonstrasi hampir digelar setiap hari. Pidato-pidato betapa kejamnya orang kulit hitam hingga harus didepak dari muka bumi membuat sesak udara Mississippi. Negara bagian itu sedang dilanda kacau balau.

Teman PengacaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang