"Luka!" Tara memanggil dengan suara kencang.
Dan kuhadiahkan saja jitakan di kepalanya. "Udah dibilang panggil gue Lulu!"
"Kalo gak suka ya ganti nama." Inilah sikap Tara yang suka memandang segala sesuatu itu bisa diselesaikan dengan mudah. "Eh nanti sore anter gue ya,"
"Gak." Omongannya langsung kujawab dengan cepat.
"Nanti pulangnya kita beli martabak," Mendengar umpan itu mataku langsung berbinar. "Tapi cuma sekali ini aja gue beliin, lo harus kurangin makan manis."
Entah kenapa sekarang ini Tara bisa perlahan mengendalikan kebiasaan burukku, salah satunya mulai dapat mengendalikan diri terhadap makanan manis dan tidak mengkonsumsinya secara berlebihan. Aku seolah menurut padanya. Mungkin karena aku takut kehilangan lagi jadi mencoba untuk tidak keras kepala agar tidak terkalahkan oleh ego. Agar Tara, satu-satunya teman yang saat ini selalu ada di dekatku tidak pergi menjauh.
"Emang mau kemana sih?"
"Nemuin Daru." Tara menjawab sambil berlalu pergi lebih dulu menuju kelasnya, meninggalkanku berjalan seorang diri.
"Putus aja setengah-setengah, labil lo." celetukanku lumayan keras sehingga menarik perhatian orang-orang, dan bahkan Tara ikut berbalik menoleh padaku sambil melotot.
Lagian aku tidak habis pikir dengannya yang selalu tulus dalam hal mencintai namun gampang dibodohi oleh pria, seperti sekarang, dia sudah berlabel mantan yang tersakiti namun rela menemui lebih dulu dan malah rela kembali dekat. Segitu besarnya pengaruh cinta sampai membuat bodoh seseorang.
###
"Kenapa gak ngabarin gue sih, Lu? Tadi chat gue cuma lo read aja."
Pealin video call. Aku memasang wajah jutek, berpura-pura sibuk dengan buku di hadapanku dan tak sekalipun memperhatikan wajahnya yang terpampang jelas di layar hp. Layaknya orang yang sedang marah lalu mendiami kekasihnya. Anggaplah seperti itu.
"Elo lagi di perpus? Tumben. Kemana si Tara? Itu anak ninggalin elo lagi ya gak ngajak pulang bareng? Awas aja gue omongin ntar-"
"Bawel!" Akhirnya aku membuka suara sambil melihatnya sekilas. Pealin tersenyum meledek, seolah nampak puas mendengar suaraku.
"Lagian lo diem mulu daritadi, gak mau banget gue ganggu. Yaudah gue juga bakal diem, cuma bakal liatin lo, nunggu sampai elo bisa ngomong sama gue."
Susah juga kesal lama-lama sama orang yang jauh, dan juga dia tidak peka, jadi mana mungkin tahu aku sedang kesal beneran.
"Gue lagi nunggu Tara, kelasnya belum beres."
"Udah bisa belum bawa motor sendiri?"
Aku menggeleng. "Takut."
Dan Pealin tertawa, menertawai ketidakmampuanku. "Sejak kapan lo jadi penakut, Lu. Kalo ada gue di sana, lo mau gue ajarin?"
"Gak mau. Kan ada elo yang boncengin gue, ngapain gue susah-susah belajar naik motor."
"Pinjem tangan kanan lo dong, tempelin ke pipi," Entah mengapa aku menuruti perkataannya. "Sekarang cubit pipi lo yang kenceng. Anggap gue yang nyubit." Dan untuk yang satu itu tidak kulakukan.
"Lakuin aja sendiri!"
"Iya nanti gue lakuin,"
"Kapan?"
Kami sama-sama terdiam untuk sejenak. Seperti terhasut ke dalam pikiran masing-masing, sampai suara seorang wanita di sekitar Pealin terdengar memanggilnya. Ternyata itu wanita yang tadi sempat berfoto berdua dengan Pealin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pealin [GxG]
Short Story(Sequel of LUKA) Pembahasan hidup setelah terinfeksi oleh Luka. Terlebih mengenai efek samping yang ditimbulkannya. --------- Mengandung unsur LGBT. Copyrights 2020 ⓒ Nachim0. All Rights Reserved.