-Part 3

23 0 0
                                    

~

Aku mulai berjalan lagi. Aku hampir tak punya tenaga lagi, seringkali aku masih melihat kelebatan-kelebatan hitam di depanku. Di suatu saat aku bahkan melihat kaki yang berayun-ayun diatas pohon. Namun aku tak berani memastikan kaki siapa itu, aku hanya memejamkan mata.


Aku berjalan menatap ke tanah, karena banyaknya penampakan-penampakan di sekelilingku. Sambil mata terpaku ke tanah, aku bahkan melihat disebelah ku ada kaki kaki hitam, ada yang kecil dan ada yang besar.

Jantungku serasa mau copot ketika kulihat ada yang berlari cepat naik ke pohon kemudian tertawa cekikikan. Spontan aku langsung teriak. "PERGI! PERGI!". Sesaat sosok itu hilang, berganti dengan bau busuk dan bau melati bergantian. Aku menghiraukannya, tetap berjalan menunduk ditengah jalur. Ketakutan ku hanyalah jika ada yang menarik ku ke semak-semak.


Belum lagi ada suara-suara aneh, ada suara yang muncul bernada marah, tetapi dengan bahasa yang tak ku ketahui, seingatku kemungkinan bahasa Jawa halus.


Aku sempat berlindung dibalik pohon saat didepan ku, kulihat sebuah kuda tanpa kepala dan tak ada yang menungganginya.


Akhirnya kulihat sebuah bangunan. "Itu adalah pos 1" pikirku. Melihatnya aku sedikit lega karena aku semakin dekat dengan pemukiman. Akan tetapi gangguan-gangguan itu belum melepaskan ku, terdengar suara burung yang terdengar jelas "Kaok, Kaok, Kaok". Entah sudah kelewat takut atau terbiasa, namun pikiranku memastikan itu seratus persen burung jadi-jadian.


Lewat di atasku burung hitam besar itu, kemudian kulihat ia bertengger di sebuah pohon yang ada di dekat pos. Hampir ku putuskan untuk berhenti sejenak, namun niat itu sekejap hilang. Kembali ku putuskan untuk lanjut, toh juga aku berpikir aku sudah dekat.


Hampir melanjutkan langkah, ternyata tepat di depanku kulihat sebuah makhluk besar hitam berambut bergelombang, sesaat ku tatap mukanya, terlihat mata merah besar menatapku, dan juga taring yang panjang itu menyeringai buas sambil meneteskan air liur yang berwujud darah merah kental.


"Sudah, inilah akhir hidupku" pikirku. Lututku kaku kemudian aku jatuh dan aku menunduk pasrah. Kemudian aku kembali jatuh pingsan.


***


Tiba-tiba aku terbangun dari pingsan ku. Saat kucoba membuka mataku, terlihat seorang duduk di sampingku sambil tersenyum tipis. "Sudah sadar le?" kata seorang bapak  yang duduk di sampingku. Mendengar ucapannya aku kebingungan, lalu aku mencoba mengingat-ingat kembali apa yang terjadi sebelumnya.


Sesaat kemudian aku telah ingat semuanya, mulai dari aku dan Roni awal naik, sampai akhirnya aku turun sendirian. Mengingat hal mengerikan itu, aku langsung lemas, punggungku tak kurasa jatuh kembali. "Sudah, ndak usah terlalu dipikirkan, mari makan dulu" ucap bapak itu sambil mengelus-elus kepalaku. Benar saja, perutku langsung berbunyi, tak tahu kenapa, aku merasa sangatlah lapar, seakan tak makan apapun beberapa hari.


Jauh di lubuk hatiku, aku masih tak percaya aku sudah tertolong, yang mana kuingat aku pingsan didepan makhluk besar itu. Namun kembali aku berpasrah, jika ini memang ajalku maka aku sudah siap. Pikirku.

Kemudian aku meraih sebuah piring bersama nasi dan lauknya. Aku tak menyadari bahwa aku terlihat seperti orang bodoh yang tak pernah makan. Dengan sangat lahap sekejap langsung kuhabiskan semuanya. Namun kulihat bapak itu hanya tersenyum dan aku merasa mereka juga tidak keberatan.

Setelah semua makan-makan selesai, bapak itu menyuguhkan teh hangat sambil bertanya, "jadi, apa yang terjadi pada sampeyan berdua?". Awalnya aku sangat takut untuk menceritakannya. Aku tak mau lagi berurusan dengan mereka, meskipun hanyalah mengingat-ingat saja.


Namun aku juga ingin tahu kabar dari Roni, aku berfikir jika akan impas jika aku menceritakannya dan bapak ini mungkin tahu sesuatu tentang Roni dan musibah sial apa yang sedang menimpa kami. Maka kuputuskan untuk bercerita.

~








GAWANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang