3. Jangan Sakiti Dia

1.3K 124 7
                                    


Rio termangu di ruangannya. Biasanya ia tak pernah memikirkan Kirana sedikitpun dalam bekerja. Namun kejadian semalam membuatnya terusik meski akhirnya perempuan itu mengalah dan tak jadi pergi.

Tetiba ia memikirkan kata-kata Kirana kalau dia pun sebenarnya tak punya cinta untuk Rio. Dia hanya melaksanakan kewajiban yang sudah seharusnya dilakukan sebagai istri. Dan ... pernikahan itu pelarian baginya untuk melupakan Himawan.

Entah kenapa terngiang kejujuran istrinya itu. Harusnya ia tak peduli, karena dari awal menikah tak ada getaran dan rasa cenderung sedikitpun kepadanya.

Rio tercenung justru karena tahu siapa yang dicintai Kirana sebelum menikah dengannya. Laki-laki itu yang justru baru-baru ini dekat dengannya sebagai rekan mitra kerja. Himawan.

Perusahan tempat Rio bekerja menjalin kerjasama dengan Himawan sang pemilik perusahaan vendor yang berlokasi di Banjarmasin. Himawan untuk sementara tinggal di Jakarta untuk mengurusi pekerjaannya.

'Sialan!' umpatnya. Ia merasa dikelabui.

Bagaimana tidak, bodoh saja kenapa ia tak mencari tahu tentang dia? Tapi apa pentingnya juga? Bukankah ia tak peduli dengan perempuan itu.

Yang jadi masalah karena ia justru pernah "ember" tanpa sengaja di depan Himawan. Ia merasa kolega barunya itu tak tahu sama sekali tentang keluarganya apalagi Kirana. Jadi ucapannya pasti dianggap angin lalu.

Himawan pernah bertanya kenapa ia selalu pulang malam, bukankah ia terhitung pengantin baru? Tanpa beban ia bilang tak pernah mencintai istri yang dipilihkan keluarganya. Jadi pulang ke rumah juga serasa tanpa makna. Ia pulang kalau benar-benar sudah lelah agar langsung tidur istirahat.

"Istrimu tak cemas menunggu?" tanya Himawan saat itu.

"Dia selalu menungguiku. Kalau cemas entahlah. Mungkin lama-lama bosan sendiri."

Pernikahan itu hanya jadi-jadian baginya demi melanggengkan hubungan keluarga.
Ia tak mengira sama sekali kalau Himawan tenyata kenal Kirana.

Lalu sore itu saat ia berkemas sebuah nomor tak dikenal mengiriminya beberapa foto dan video Ternyata foto Kirana dan Himawan tengah makan bersama. Terlihat istrinya begitu ceria.

Saat itulah ia mendadak tak suka. Rio tak mengakui bahwa itu sebuah kecemburuan, tapi apa yang dilakukan Kirana itu menurutnya tak etis karena ia merasa dari kalangan keluarga terhormat. Harusnya ia bisa menjadi istri yang menjaga diri dan kehormatan keluarganya. Seorang istri berduaan dengan lelaki lain jelas tak layak.

"Pak Rio, ada tamu yang mau ketemu." Mendadak lamunan Rio terpotong karena panggilan asistennya.

"Siapa?"

"Pak Himawan."

Rio terkaget. Kebetulan sekali. Daripada mengira-ngira ia ingin tahu langsung dari mulut dia sendiri. Ia beranjak dan menyambut sosoknya muncul dari balik pintu.

Saat belum tahu hal ini, di matanya, Himawan adalah laki-laki bersahaja. Putra daerah yang ulet dalam bekerja, dan sepertinya memiliki pemahaman agama cukup baik ketimbang dirinya. Itu dari kata-kata yang kadang terucap di depannya.

Mereka bersalaman seperti biasa. Rio pada dasarnya tak suka ribut-ribut, apalagi bikin keributan. Ia lebih cenderung diam jika tak menyukai sesuatu. Empat bulan menikahi Kirana, ia pun lebih senang berdiam diri, hanya sekedar merespon apa yang diomongkan Kirana.

Baginya perempuan banyak omong dan sedikit cerewet itu hal biasa walau tentu saja Kirana bukan perempuan seperti itu. Menurutnya dia berpembawaan tenang dan penuh pertimbangan cenderung mengalah.

Karenanya melihat semalam istrinya bersikap lebih emosional ia kaget. Tak seperti yang ia kira kalau Kirana bakal berani mengungkapkan uneg-unegnya dan terlihat ia juga merasa tersinggung.

HATI TANPA CINTA (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang