Selepas subuh Kirana masih tergugu di atas sajadahnya. Meski hatinya tenang telah berdoa tapi peristiwa semalam benar-benar membuatnya perih. Ia meringkuk masih dengan mukenanya. Setiap subuh berganti ia selalu berharap akan ada pagi dengan nuansa baru yang menyambutnya. Namun sepertinya hati Rio terlalu liat untuk ditembus."Kirana ...."
Wanita tu terbangun sesaat. Matanya yang sembab melirik sosok yang tiba-tiba muncul. Selama ini mereka lebih banyak menyendiri, temasuk saat ritual menghadap kepada-Nya.
Nyaris tak jauh beda saat ia masih sendiri.
Rio di kamar mereka, sementara Kirana lebih senang menyendiri di kamar depan dengan jendela menghadap taman perumahan, di kamar itu juga ia tata rak-rak buku sebagai tempat baca yang menyenangkan daripada kesepian.Rio tiba-tiba berjongkok mendekati tubuh istrinya dan hendak memegangnya.
"Jangan sentuh aku!" teriaknya sembari beringsut.
"Rana ...."
Seolah kembali terputar adegan film semalam yang membuat wajah emosi Kirana terpantul jelas.
"Kamu tega sekali Mas! Kamu telah menjadikanku seperti perempuan jalanan murahan, yang hanya digunakan tubuhnya untuk melampiaskan keinginan!"
"Rana ... aku tak bermaksud demikian dan tak sengaja ...."
"Selama ini aku berusaha bersabar, tapi engkau melecehkanku dengan menyebut nama dia di kamar kita!"
"Kirana! A-aku ...."
"Mas Rio, jujurlah apa selama menikah, kamu sudah berzina dengan dia ... Indira? Pacarmu yang sudah menikah dengan orang lain itu? Hah?"
"Sumpah demi Allah tidak, Rana! Bagaimana mungkin!"
"Oh ... jadi engkau mendatangkan dia dalam pikiranmu, berimajinasi tentang dia saat memeluk istrimu?"
"Saya khilaf, tak disengaja. Mungkin terucap begitu saja ...."
"Kamu bersumpah atas nama Allah, Mas? Tahu apa hukumnya seseorang membayangkan orang lain ketika menggauli pasangannya hanya demi melampiaskan kepuasan nafsunya? Aku jijik denganmu, Mas Rio!"
Kirana bangkit meninggalkan suaminya. Lelaki itu ikutan bangkit dan membuntutinya. Ia berusaha menarik tangan Kirana.
"Kubilang jangan dekati aku! Jangan kaukira Mas Rio, tak adanya cinta dalam hati kamu membuat kamu berbuat semena-mena padaku! Aku bukan perempuan bodoh yang seenaknya saja engkau permainkan!"
"Kirana! Beri saya kesempatan bicara!"hardik Rio.
Wajahnya sudah pias saja. Mungkin ia tak mengira ternyata Kirana bisa semarah itu, melebihi emosinya malam lalu. Rio sepertinya selalu beranggapan bahwa Kirana yang ia kenal selama ini-paling tidak dua tiga bulan-ini wanita yang kalem dan gampang mengalah karena di awal-awal menikah Kirana memang jarang menangis.
Kirana tertunduk dan hanya
tersedu di dapur. Ia mendadak merasa lelah. Apakah sudah cukup empat bulan? Apakah ia menyerah saja?"Ceraikan aku saja, Mas. Kau tak butuh aku, kamu hanya membutuhkannya. Mungkin kamu hanya bisa hidup bersamanya. Indira. Sekarang aku tak peduli lagi apa pun yang kamu kerjakan. Kamu mau merebut dia dari suaminya, itu urusanmu. Aku tak mau tahu."
Rio terperangah. Wajahnya memerah.
"Rana, saya tak pernah berpikir seperti itu."
"Mas, engkau lelaki, pemimpinku sekarang. Sebagai perempuan dan seorang istri aku menuntut ketegasanmu. Selama ini kau tak penah menganggapku. Aku hanya debu tak berharga di matamu. Kupikir kita bisa sama-sama berjuang menghadirkan cinta dalam hati. Nyatanya tidak."
KAMU SEDANG MEMBACA
HATI TANPA CINTA (SUDAH TERBIT)
RomanceRio dan Kirana menikah demi perjodohan yang dilkukan dua keluarga agar tetap erat. Sayangnya hati mereka masing-masing tanpa cinta. Kalau Rio "tega" mengatakan kalau ia menggauli Kirana hanya karena hasrat semata, Kirana memilih berusaha untuk menci...