10. Sunrise di Wajahmu

1.1K 90 12
                                    


Lima menit keluar dari hotel, mobil yang disewa Rio sudah lepas dari Ring Road Selatan. Setelah melewati perempatan Terminal Giwangan, roda empat itu kembali menyusuri aspal lembap. Hawa semakin dingin, apalagi kebetulan semalam hujan turun meski tak terlalu deras mengguyur Jogja.

Rio merangkul pundak Kirana.

"Dingin?"

"Iya, ditambah acara mandi besar pula," bisik Kirana jujur. Rio tertawa lirih.

"Nanti malam lagi?"godanya.

Kirana langsung menggeleng dan nyengir.

"Nanti malam kita main halma saja."

"Yaa lupa dibawa."

"Di loby hotel ada congklak. Mau?"tawar Kirana tentu saja becanda.

"Kamu pintar melucu rupanya."

Rio tertawa lagi, mungkin senang karena sekarang Kirana sudah mulai bisa mengarang kalimat canda. Sama, dirinya juga. Padahal sebelumnya tak pernah terpikir.

"Ini jalan apa namanya, Pak?" tanya Rio ke sopir. Kasihan dari tadi dia tak diajak komunikasi.

"Ini Jalan Imogiri Timur. Mas-nya mau salat subuh dulu? Nanti di musala dekat pasar atau kecamatan ya," sahut sopir mobil yang diperkirakan umurnya 50 tahun. Kata orang hotel, lelaki ini biasa diminta untuk jadi driver sekaligus guide menuju tempat yang dipinta Rio. Jam terbangnya sudah tinggi kira-kira begitu selain sudah sangat mengetahui medan.

"Kita mau kemana, Mas? Imogiri kalau tak salah sudah masuk wilayah Kabupaten Bantul."

"Saya juga nggak tahu,"jawab Rio terdengar iseng banget.

"Lah, gimana sih ngajak pergi tapi nggak tahu tempatnya?" Rio nyengir.

"Saya juga belum pernah kesana sebelumnya. Kemarin pas di bandara googling-googling saja. Katanya ada tempat wisata antimainstream di Bantul. Tempatnya cakep dan berkesan."

"Oh, ini ceritanya piknik modal youtube?"

"Begitulah." Ia terbahak sendiri.

Setelah menunaikan salat subuh, perjalanan dilanjutkan kembali dan sekarang kondisi medan perjalanan sudah mulai sedikit ekstrim karena jalanan menanjak. Sepertinya menaiki bukit.

"Sudah mengantar orang ke sini berapa kali, Pak?" tanya Rio lagi.

"Wah, nggak kehitung Mas, pokoknya banyak. Hampir tiap minggu saya ke sini. Bawa pengantin baru kayak njenengan berdua sudah biasa."

Rio dan Kirana cuma saling pandang.

"Emang kita pengantin baru ya?" bisik Rio ke telinga Kirana.

"Tauk. Pengantin lama rasa baru, 'kali."

"Kamu bener, 'kan kita baru jadian pas makan di Kemang kemarin."

Kirana cuma tersenyum melirik. Sempat terlintas kembali kenangan dinner berdua untuk pertama kalinya dengan Rio sepekan yang lalu. Janji Rio untuk menjadikannya kekasih. Apakah kejutan ini menjadi salah satu buktinya meski terkesan tak direncanakan?

Kirana masih belum bisa merumuskan secara tegas bagaimana watak asli Rio sebenarnya. Waktu awal-awal sangat menyebalkan, cuek banget dan seperti sosok dingin- untouchable man. Susah tersentuh hatinya.

Kini, ia bersikap cukup manis walaupun masih sedikit kaku kayak orang lagi latihan atau belajar. Learning by doing dalam rumah tangga. Apakah bisa dipegang sikap Rio sekarang. Bagaimana kalau nanti tak sengaja ketemu Indira kembali?

"Kamu mikirin apa?" tanyanya.

"Ah, enggak."

"Pasti mikirin saya."

HATI TANPA CINTA (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang