PART 1

219 45 189
                                    

Pagi ini Antana terlambat. Karena saking terlambatnya, ia sampai salah menggunakan kaus kaki yang ditentukan pihak sekolah. Ia malah menggunakan kaus kaki berwarna. Kesalahannya menjadi pusat perhatian guru BK.

"Antana, kamu tau kan apa saja kesalahan kamu hari ini?" tegur Bu Linda saat di ruang BK.

Antana yang duduk di depan meja Bu Linda pun menjawab sambil menundukkan kepala, "Iya, saya tau, Bu."

Hukuman dari Bu Linda tidak hanya sebatas menegur saja. Ada sembilan lembar kertas soal latihan yang harus dikerjakan Antana. Antana berjalan menuju kelas sembari menggenggam lembaran kertas tersebut dengan ekspresi yang murung.

"Eh, Ta!" seru Meisya Ashlyn.

"Lo masuk? Kirain gue lo enggak masuk sekolah."

"Iya, gue terlambat. Udah gitu gue suruh ngerjain soal-soal sebanyak ini, lagi. Brak!" keluh Anta sembari melempar lembaran kertas ke atas mejanya.

"Coba sini gue lihat." Meisya Ashlyn, atau biasa dipanggil Caca oleh Anta, ia sahabat Anta sejak kecil.

Rumah mereka saling berdekatan sejak Anta pindah ke Jakarta. Caca-lah teman pertama yang mengetahui kondisi Anta. Orang tua mereka juga saling dekat. Anta dan Caca tumbuh dan berkembang sebagai remaja yang apa adanya. Keduanya sangat humoris, tetapi juga bukan anak hits di sekolah seperti yang kalian pikirkan. Tetapi setiap manusia pasti ada kekurangan dan kelebihannya, bukan? Di balik muka tampan Anta, ia memiliki kekurangan. Pendengarannya agak terganggu akibat benturan di kepalanya yang sangat keras. Gangguan itu membuat Anta menggunakan alat bantu dengar di telinga kiri hingga saat ini. Tetapi Anta masih punya harapan untuk normal seperti anak-anak lainnya.

"Ya gua tau, Ta. Lo terlambat pasti karena mimpi itu lagi, 'kan? Tapi bukan berarti sekolah lo jadi korban mimpi buruk lo gini, kali!" hardik Meisya tak henti-hentinya.

"Iya, semalam sebelum tidur, gue keingat peristiwa itu lagi. Ternyata gue masih trauma sampai sekarang, ya."

Meisya terlihat iba pada Anta. Traumanya sejak kecil membuat Anta sulit untuk mengontrol dirinya.

***

"Anak-anak, besok materi olahraga kita berenang, ya. Setelah pulang sekolah kita langsung pergi ke kolam renang dekat sekolah kita," jelas Pak Ridho sebelum bel berbunyi pulang.


"YES!" Anak-anak di kelas bersorak gembira karena selama kelas sepuluh ini tidak ada materi berenang.

"Tapi Pak, saya enggak bisa berenang." Anta mengacungkan jarinya. Sekelas langsung menertawakan dan mencemooh Anta kecuali Caca, sahabat sebangkunya.

Lalu Pak Ridho melanjutkan, "Enggak apa-apa, besok 'kan kita masih belajar gerakan dasar, belum prakteknya."

Muka Anta terlihat khawatir. "Gimana dong, Ca. Gue sama sekali enggak mau berenang."

"Iya, iya. Nanti gue coba diskusi sama Pak Ridho, semoga lu bisa ikut teorinya aja." Caca mencoba menenangkan kondisi Anta yang begitu trauma dengan air.

Bel berbunyi. Caca dan Anta segera pulang bersama. Itu memang rutinitas mereka sepulang sekolah. Pulang dengan satu mobil pribadi milik Ayah Caca yang disopiri oleh sopir pribadi Caca sendiri.

Mereka telah sampai ke rumahnya masing-masing yang letaknya satu blok. Anta memasuki rumah yang hanya didiami oleh dirinya dan pembantunya ketika sore. Kedua orang tuanya sibuk bekerja demi Anta.

EvanescentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang