Hilman menyabet gelar doktor dua bulan yang lalu. Semenjak menjajaki dunia perkuliahan, dia selalu rajin mempelajari ilmu agama. Dia kuliah di bidang agama. 'Tak menjadi ragu bila dia sangat lihai dan mapan dalam urusan agama.
Malam ini, udara di desa sangatlah dingin. Siut angin yang lalu lalang menusuk sendi-sendi dan nadi. Daun-daun mulai basah oleh air embun. Membuat ujung celana Hilman basah ketika menerabas rerumputan semak.
Hilman baru saja pulang dari masjid As-Shafa, untuk mengisi kajian rutin masyarakat desa Bangun Sari. Sudah sejak tiga tahun belakangan ini, kepala desa mempercayai Hilman menjadi pengisi acara-acara kajian yang diselenggarakan oleh pengurus desa Bangun Sari.
Setelah semua usai, Hilman langsung beranjak pulang dengan melewati pinggiran sawah yang terhampar luas. Mayoritas lingkungan tempat tinggal Hilman adalah sawah. Jadi, bepergian ke manapun Dia melewati jalanan yang membelah bentangan sawah yang indah.
Akhirnya, sampailah Hilman di depan rumah. Hilman tinggal bersama kedua orangtuanya. Namun, di kota lain tepatnya di Bandung, Hilman mempunyai sebuah villa bernuansa tradisional. Tidak ada yang tahu tentang villa Hilman, kecuali kedua orangtuanya.
"Man, tunggu!" teriak seseorang yang tiba-tiba menghentikan tangan Hilman yang akan mengetuk pintu rumahnya.
"Eh, Sandi. Ada apa kamu malam-malam begini ke rumahku?" tanya Hilman kepada seseorang yang dia panggil Sandi.
"E- Eh, i- ini, Man." papar Sandi terbata sambil menyodorkan lipatan kertas.
Hilman segera menerima gulungan kertas itu. Hilman membukanya dan membaca apa isi dari gulungan kertas cantik berwarna merah jambu itu. Seketika, Hilman terkejut.
"Wah, kamu mau nikah, San? Selamat, ya. Semoga menjadi keluarga sakinah mawadah warahmah, San." Pungkas Hilman sedari menepuk pundak Sandi.
"He he, iya seminggu lagi aku mau nikah. Terima kasih doanya, Man. Semoga kamu juga cepat nyusul, ya." Balas Sandi yang di selingi tepukan ke lengan Hilman.
Mendengar ucapan Sandi soal 'Semoga kamu cepat nyusul, ya.' membuat hati Hilman berontak. Siapa sih yang 'tak menginginkan sebuah pernikahan? Pasti semua orang menginginkan, termasuk Hilman yang dari segi apa pun dia sudah matang dan mantap. Cuma ... belum ada satu wanita pun yang sedang bersamanya, bahkan yang ada dalam pikiran Hilman.
"Man, aku mau pulang dulu, ya. Ini sudah terlalu malam. Maaf mengganggu waktu istirahatmu," pamit Sandi tanpa dia sadari telah mengagetkan Hilman dari lamunan rumitnya.
"Eh, i- iya, San. Terima kasih, ya. Aku sudah diundang. Semoga lancar semuanya. Semoga Allah memudahkan urusan baikmu. Fii Amanillah, Sandi," pesan Hilman kepada Sandi yang akan pamit untuk pulang.
"Barakallah, Man. Assalamu'alaikum," pamit Sandi.
"Wa'alaikumusalam Warahmatullahi Wabarakatuh," Hilman menjawab salam sedari membuka pintu rumah yang ternyata tidak dikunci.
"Assalamu'alaikum," ucap salam Hilman dengan sangat lirih, sebab dia tahu bahwa kedua orangtuanya pasti sudah tidur.
Hilman meletakkan gulungan kertas cantik berwarna merah jambu, yang ternyata berisi undangan pernikahan Sandi dan calon istrinya. Sebelum Hilman pergi ke kamarnya, dia memandangi gulungan surat yang telah tergeletak di atas meja. Mungkin, Hilman pun menginginkan sebuah surat undangan. Hmm, maksudnya ... mungkin Hilman menginginkan sebuah pernikahan.
'Tak lama setelah Hilman memandanginya, dia pun bergegas ke kamar untuk membersihkan diri sebelum tidur. Kebiasaan Hilman sebelum tidur adalah, mengambil air wudhu. Tujuan Hilman bersuci sebelum tidur agar Allah dan malaikat-Nya selalu menjaga Hilman dalam keadaan apa pun, termasuk ketika sedang tidur sekalipun.
Hilman merebahkan badannya di atas kasur empuk miliknya. Namun, Hilman tidak langsung tidur. Hilman memandangi langit-langit kamarnya sedari memikirkan semua yang terjadi padanya. Dia berpikir secara acak. Hal paling utama yang Hilman pikirkan 'tak lain dan 'tak kemana adalah sebuah mahligai rumah tangga. Dia berpikir betapa indahnya membangun sebuah rumah tangga.
"Hidup tanpa cinta bagai sayur tanpa garam. E- Eh, itu kata-kata yang sudah biasa. Hmm, maksudnya hidup tanpa cinta bagai taman 'tak berbunga. Loh, kok lagu, sih." Gerutu Hilman yang mencoba untuk menghibur dirinya dari masalah pernikahan yang 'tak kunjung nyata.
Menikah adalah penyempurna sebagian dari agama. Sebab, sebagus dan setinggi apa pun agama atau ilmu agama yang kita dapat, jika belum menikah pasti lah belum sempurna. Pernikahan adalah ibadah seumur hidup. Sebab itu lah pernikahan menjadi penyempurna ibadah lain. Di dalam rumah tangga, banyak pahala-pahala yang dengan mudah diperoleh, jika seseorang mau belajar di dalamnya. Namun, sebuah pernikahan tidak lah melulu tentang kesenangan. Pasti ada bumbu-bumbu percekcokan dalam rumah tangga. Namun, itu lah indahnya rumah tangga. Menghadapi semua tantangan hidup bersama.
Hilman tertidur setelah memikirkan perihal pernikahan yang 'tak kunjung terealisasi. Dia selalu bersabar untuk menunggu waktunya, bahkan dia pun juga berusaha dalam urusan jodoh. Namun takdir yang belum menemukannya. Doa-doa Hilman pasti akan terkabul. Mungkin tidak sekarang. Tapi nanti, ketika Allah telah berkehendak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sabda Cinta Sang Ulama
Teen Fictionseorang ustad yang tertarik pada gadis bar-bar yang sulit mau menutup aurat. Dan pada akhirnya ia luluh dengan sabda-sabda sang ustad.