Seusai meletakkan seragam putih abu Naomi di lemari, buna bernafas lega akhirnya pekerjaan rumah selesai. Ketika hampir keluar dan menutup pintu, buna jadi terdiam. Baru sadar putri sulungnya ini sedikit berbeda. Bukan cat pink, Naomi lebih suka warna abu-abu monyet untuk tembok kamar. Gak ada satupun boneka, adanya poster Lionel Messi, eh ada ding bantal dengan wajah Messi super besar, itu bisa dikatakan boneka bukan ya???
Intinya putri sulungnya itu seperti kehilangan sisi feminim. Wajah Naomi manis tapi jarang senyum, rambutnya hitam lurus bukannya dikasih jepit rambut malah lebih sering pake topi. Alih-alih dress dan rok, koleksi pakaian di lemari kebanyakan hoodie, kaos oblong, dan celana kolor.
Makin lama buna makin waswas. Apalagi sekarang anak gadisnya sudah remaja, saat dimana Naomi harus lebih memperhatikan diri. Buna gak pernah kok nuntut Naomi harus berpenampilan cantik dan anggun, dia cuma berharap Naomi bisa normal seperti gadis kebanyakan. Memang putri sulungnya itu lebih dekat dengan sang ayah. Waktu kecil harusnya Naomi dikasih barbie bukan bola sepak. Waktu kecil harusnya Naomi pakai dress bukan jersey bola. Dulu buna pikir karena Naomi suka maka iyain aja, tapi sekarang dia menyesali.
Pernah terpikir satu hal, apakah kalau Naomi---yang bucin Lionel Messi--- menyukai lawan jenis bakal berubah???
🐥
Sore itu, seusai mengajak Nolan, adik lelakinya yang berusia 5 tahun beli es krim, Naomi tanpa sengaja melewati lapangan bola yang tak begitu jauh dari rumah. Setelah tampak sepi beberapa waktu lalu, lapangan itu kini jauh lebih ramai. Sekumpulan lelaki berbagai umur mulai berlarian mengejar bola.
"OPER SINI, EL!!!"
Mendengar nama itu, langkah Naomi secara otomatis berhenti. Masih dengan tangan yang berusaha membuka cornetto oreo milik Nolan, dia jadi menoleh mencari keberadaan si bule sengklek.
"GOOOOOLLLL!!!"
Diantara puluhan orang disana El jelas mudah dikenali, garis mukanya tegas perpaduan darah Indonesia-Meksiko membuat pemuda itu tampak menonjol. Apalagi selepas mencetak gol mukanya langsung tengil. Kaos hitam yang dia pakai-pun tampak lolos melewati kepala memperlihatkan tubuh kurus tanpa adanya kotak-kotak sedikitpun. Sontak saja Naomi menyemburkan tawa tatkala El sengaja memutar mutar kaos itu ke udara untuk melakukan selebrasi.
"ADUH MATAKU TERNODAI!!!"
"PAKE BALIK BAJU LO KAMPRET! SAKIT MATA GUE!"
dan beberapa makian lain yang membuat tawa Naomi susah berhenti. Nolan bahkan melongok, memastikan kalau kakaknya gak kesurupan penunggu pohon sawo. "Kak Naomi, gapapa?"
"Eh, kenapa El?"
"Lho, kok El? ini aku Nolan, adiknya kak Naomi yang paling ganteng."
Kok tiba-tiba jadi El sih??? "Eh iya, kenapa?" Tanya balik gadis itu.
Nolan tau-tau menyodorkan tangan, "es krim aku udah dibuka?"
"Oh iya lupa, bentar." Setelahnya dia menyerahkan cornetto oreo pada Nolan. "Lan, mau nonton bola dulu gak? keknya seru deh."
"Nolan gak suka bola."
"Kenapa?"
"Ya gak suka aja, emang perlu alasan."
Naomi berpikir sebentar. "Ya juga", seperti dirinya yang suka bola tanpa alasan, begitu pula Nolan. Adik lelakinya itu lebih suka beladiri, tentu saja karena pengalaman kurang mengenakan saat bermain bola dulu. Sepulang main Nolan nangis, mengadu pada buna kalau kepalanya dilempari bola oleh bocah-bocah nakal. Naomi jelas tak terima dan berniat melabrak mereka, masa bodoh kena omelan emak-emaknya yang penting gak gangguin Nolan lagi. Tapi kata anak itu, "kak Naomi gak usah ikut campur, biar aku yang lawan mereka."
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Different
HumorSchool Rumble #2 I'm different because I'm special. Kalimat itu bak mantra bagi 'fantastic five'. Sean, Naomi, Jovial, El, Kenan dan kehidupan anomali mereka.