Part 2 : Awal Kejujuran

133 0 0
                                    

Aku masih tidak bisa menyimpulkan sebenarnya apa yang terjadi padaku. Sejak aku membuka mata, mereka seolah menganggap aku adalah Kiara, dan aku tahu aku bukan Kiara. Namaku bukan itu, tapi kalau diminta menyebutkan namaku, aku sendiri kesulitan mengingatnya.
"Bagaimana keadaanmu?"
Seorang laki-laki berpakaian serba hitam dengan senyum sumringah tiba-tiba bertanya. Siapa dia? Bukannya sudah kusuruh untuk meninggalkanku sendirian di ruangan ini. Tapi tadi aku tidak mendengar suara pintu dibuka. Kapan ia ada di ruangan ini?
Dengan sedikit kaget bercampur takut aku menatapnya.
"Siapa kamu?"
"Hm..anggap saja aku penjagamu selama 7 hari ke depan, kau bisa tanya apa yang tidak kau mengerti padaku", jawabnya dengan santai seolah kebingunganku bukan masalah baginya.
"Sebagai tambahan, hanya kau yang bisa melihatku, jadi kalau kau ingin memanggil orang di luar untuk minta tolong, kau mungkin akan dianggap gila", lanjutnya karena aku hanya diam sambil beringsut ke tepian kasur menjauhinya.
"Kau pasti punya banyak pertanyaan kan? Katakan saja", lanjutnya.
"Ke..kenapa aku disini? Ada apa sebenarnya?", rasa penasaran kalah dengan ketakutanku, akhirnya aku berani bertanya setelah diam memastikan kalau dia tidak akan macam-macam.
"Yah, sudah kuduga kau akan bertanya seperti itu. Kau pasti bingung semua orang memanggilmu dengan nama orang lain, begitu kan?", dia berjalan mendekat masih dengan senyum sumringah.
"Bisa dibilang kau telah diberikan kesempatan hidup lagi, dengan tubuh orang lain"
Apa? Apa maksudnya hidup kembali? Jadi sebenarnya aku sudah mati?
Seolah membaca pikiranku, orang itu tersenyum memaklumi.
"Ya, ini memang sangat tidak masuk akal, tapi memang begitu adanya. Kau tau kalau kau bukan Kiara, kau akan mengingat beberapa hal tentang kehidupan masa lalumu, bahkan kepribadianmu juga akan tetap sama. Tapi kau lupa siapa dirimu di masa lalu. Kau akan menjalani kehidupan baru yang sama sekali berbeda dengan kehidupan lamamu. Dan tenang saja kau sepertinya memiliki suami dan Ibu mertua yang menyayangimu, jadi harusnya tidak masalah."
"Kalau kau masih bingung, kau bisa ke toilet memeriksa rupamu sendiri di depan kaca"
Dan benar yang kulakukan selanjutnya setelah mendengar penjelasannya, aku langsung menuju toilet yang masih di dalam kamar pasien. Pelan-pelan aku membawa tiang infus bersamaku. Jujur aku takut merasa sakit kalau aku memaksakan diri. Dan di toilet, di depan kaca. Aku syok.
Siapa ini? Kenapa wajahku berbeda?
Seingatku, aku dulu bermuka bulat kecil agak cuby dengan bola mata besar dan rambut keriting bergelombang. Dan yang kulihat di kaca, aku berwajah lonjong tegas, dengan hidung mandung, mata agak sipit dan rambut lurus. Aku terlihat lebih cantik dan dewasa? Siapa ini?
Aku mencubit pipi yang aku lihat di kaca.
"Aw..sakit beneran", ternyata memang pipiku.
Aku menengok ke bawah, dan lihatlah tubuh langsing ini. Sejak kapan aku jadi kecil seperti ini. Sepertinya aku memang agak tinggian dan astaga! Dadanya untuk ukuran tubuh yang kecil ini cukup besar. Aku memegangnya sebentar untuk memastikan, dan memang ini dadaku.
Jadi benar apa yang dikatakan pria tadi. Aku hidup kembali di tubuh orang yang bebeda. Kenapa bisa? Baiklah, cukup aku terheran-heran dengan tubuhku sendiri ini. Aku harus bertanya banyak pada pria tadi.
Kulihat pria itu duduk di sofa tak jauh dari kasur pasien sambil memainkan sapu tangan hitam di tangannya. Aku mencoba memasang wajah berani, banyak yang harus ia jelaskan, aku tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan.
"Aku sekarang paham dengan apa yang kamu jelaskan tadi, tapi bisakan kamu menjelaskan kembali kenapa bisa seperti ini? Lalu dimana aku yang dulu?", aku perlahan kembali ke kasurku dan menatapnya meminta penjelasan.
"Kalau ditanya kenapa aku tidak bisa menjawab. Aku bertugas menjagamu sampai 7 hari ke depan dan tidak tahu menahu kenapa kau seperti ini. Lalu tentang dirimu yang dulu aku juga tidak tahu dimana. Yang aku tahu jiwamu telah berpindah, entah dirimu yang dulu masih ada atau tidak", jelasnya ringan.
"Aku ingat beberapa hal, saat sebelum aku bangun di ruangan ini. Aku melihat diriku sendiri di jalanan, di tempat kecelakaan tidak sadarkan diri. Apa diriku yg dulu sudah mati?", dengan pelan aku mengatakannya. Aku takut menerima kenyataan kalau aku sudah mati.
"Mungkin saja, sudah kubilang aku tidak tahu. Kenapa kau tidak bertanya tentang dirimu yang sekarang saja? Kau tidak bisa kembali menjadi dirimu yang dulu, asal kau tahu", lagi-lagi dia berkata seolah tau isi pikiranku. Sempat tadi aku berpikir kalau diriku yang dulu tidak mati aku ingin kembali saja. Rasanya sulit memulai kehidupan baru yang sama sekali tidak kukenali.
Tapi aku mencoba menahan diri, akan kutanyakan saja siapa kedua orang tadi yang bersamaku.
"Tadi kamu bilang aku punya suami dan ibu mertua? Sebenarnya berapa usiaku? Apa aku punya anak juga?", sangat tidak bisa kubayangkan jika aku sudah punya anak. Hey, seingatku dulu aku mahasiswi semester 3 yang baru saja menyelesaikan ujian akhir semester. Aku masih cukup muda dan ingin menjalani masa mudaku.
"Tenang saja, kau belum mempunyai anak. Dan benar aku sudah bersuami, baru menikah bulan lalu. Umurmu pertengahan 25. Dan kau punya ibu dan ayah mertua. Tapi kau tidak punya orang tua kandung. Kau yatim piatu"
Yah, berarti sama dengan diriku yang dulu, seorang yatim piatu. But, hey.. aku berumur 25 tahun? Berarti 3 tahun lebih tua dari umurku yang dulu. Lalu bagaimana dengan pendidikanku? Pengetahuanku? Apa aku juga sepintar dan sedewasa orang berumur 25?
"Kau tidak perlu khawatir tentang pendidikan atau pekerjaan. Tubuhmu yang baru akan beradaptasi denganmu. Nantinya kau akan secera tidak sadar bisa mengetahui sesuatu yang sebelumnya tidak kau tahu."
Oke fix. Orang ini bisa membaca pikiranmu. Aku sedari tadi hanya diam lho..
"Baiklah ada lagi yang kau tanyakan?", dia beranjak dari duduknya dan melangkah mendekatiku.
"Tidak ada. Aku hanya perlu berpikir sebentar".
"Kalau begitu, aku akan pergi sebentar, makhluk –makhluk disini mulai menyebalkan", katanya lalu langsung melangkah ke pintu keluar, dan menghilang.
"Hey...kamu? kamu dimana? Jangan menakutiku!"
Apa maksudnya? Bukannya hanya ada aku dan dia di ruangan ini?
Seketika aku langsung mrinding. Aku pernah baca kalau ada kejadian seorang berubah menjadi indigo setelah kecelakaan, apa aku juga sama? Tapi aku tak melihat apa-apa selain pria tadi.
Pintu kamar terbuka dengan cepat, ternyata teriakanku tadi membuat seorang laki-laki yang mungkin suamiku masuk ke dalam dengan tergesa. Mungkin dia khawatir.
"Ada apa say..eh, Kiara?", tanyanya begitu dia masuk. Sepertinya tadi dia ingin memanggilku sayank, tapi ia urungkan karena tadi aku sempat merasa takut padanya saat memanggilku seperti itu.
Baiklah, mungkin benar kata pria tadi, dia suami yang baik, yang pengertian padaku. Aku akan mencoba menerima keadaan dan bersikap baik juga padanya. Aku tersenyum sedikit untuk pertama kali sejak siuman.
"Tidak apa, aku hanya sedikit berhalusinasi tadi"
"Apa ada yang mengganggumu?"
"Tidak", diam sebentar. Aku sebenarnya masih ragu dengannya, apa aku bisa akrab dengannya atau tidak."Kamu bisa ceritakan tentang hubungan kita?", dengan ragu aku mulai bertanya. Aku harus cepat lepas dari kebingungan ini.
"Ah..tentang kita ya", sepertinya dia cukup terkejut aku bertanya demikian, "Kita suami-istri. Aku menikahimu bulan lalu, dan kita baru pindah ke sebuah rumah seminggu yang lalu. Yang tadi itu Mamaku, ibu mertuamu. Kalau Papa, beliau sedang di luar negeri, bisnis. Jadi tidak bisa ikut menemanimu disini"
"Tapi..apakah kamu benar-benar tidak mengingatku sama sekali?", lanjutnya.
"Tidak. Aku tidak ingat kamu siapa. Aku minta maaf kalau ini menyakitimu".
Aku tidak tahu kenapa harus minta maaf sejak tadi kepadanya dan kepada Mamanya. Aku merasa sebuah dorongan hati untuk meminta maaf telah membuat mereka kecewa. Padahal aku tidak mengenalnya, dan seharusnya aku bersikap waspada karena itu.
"Sebenarnya aku ingin menjelaskan sesuatu, tapi mungkin ini tidak masuk akal bagimu", aku ingin mencoba membagi rahasia yang hanya aku ketahui dan pria asing tadi. Mungkin dengan cerita ini dia bisa sedikit memaklumi keadaanku jika aku tidak mau dekat-dekat dengannya meskipun aku istrinya.
"Aku merasa telah hidup di tubuh orang lain, tapi aku tidak bisa menjelaskan siapa diriku yang dulu. Aku hanya ingat beberapa hal tentangku dulu"
Yah, sudah kuduga dia akan berkerut tidak mengerti dengan apa yang aku katakan.
"Kamu mungkin tidak percaya, tapi sebelum aku siuman, aku melihat diriku sendiri tergeletak di jalanan tempat kecelakaan dan aku tertimpa motor. Saat melihat itu aku merasa aku sedang ditandu menuju ambulan. Sampai aku tidak melihat apa-apa. Maksutku aku pingsan, lalu aku terbangun disini", aku menjelaskannya dengan terbata-bata. Sungguh aku bingung harus berkata apa.
"Dan yang aku ingat juga, aku seorang mahasiswi semester 3. Aku pacaran dengan orang lain, tapi kedekatanku tidak pernah lebih dari ciuman biasa", entah kenapa aku menjelaskan itu. Aku hanya membayangkan apa aku bisa berperan sebagai istri nantinya. Yah yang begitulah.
"Maksutku, aku benar-benar merasa seperti orang lain, tapi aku tidak akan kabur atau pergi darimu. Aku akan menerima pelan-pelan keadaan ini", lanjutku karena dia hanya diam saja menatapku terpana dari tadi. Apa penjelasanku mengecewakannya? Dan kenapa pula aku selalu khawatir telah menyakitinya. Kan aku tidak mengenalnya.
"Aku...aku tidak tahu harus berkata apa", jawabnya kemudian setelah terdiam cukup lama.

"Ya..memang penjelasanku cukup membingungkan. Aku tidak tahu harus menjelaskan kepada siapa tentang keadaanku. Katamu aku istrimu, jadi kupikir orang pertama yang harus aku beritahu adalah dirimu", tambahku lagi.
Rio, orang itu hanya diam menatap tak percaya. Aku hanya menunduk tidak berani melihatnya. Aku tidak bisa memendam ini sendiri, oleh karenanya aku memberitahu dia secepatnya, agar aku dan dia sama-sama bisa memikirkan solusinya.
"Aku akan mencoba memahamimu", ucapnya lagi setelah lama diam sambil menatapku.
"Jika memang semua yang kamu ceritakan adalah benar adanya, aku memutuskan untuk mulai memahamimu", lanjutnya.
Entah dengan perasaan apa dia mengatakan itu, tapi hatiku seketika bergetar seakan telah mendengar pernyataan cinta. Aku pernah mengalami ini saat pacarku (mantanku) dulu menyatakan perasaannya padaku. Pria di depanku ini tidak sedang menyatakan cinta, tapi kesungguhannya untuk menerima dan mencoba memahamiku entah mengapa membuat perasaanku campur aduk. Bahagia? Senang? Gugup? Takut? Entah lah.
Baiklah. Kalau dia berkata seperti itu, berarti aku juga harus berusaha memahaminya dan keadaanku saat ini. Kata orang berpakaian serba hitam tadi, aku tidak bisa kembali ke diriku yang dulu. Jadi aku harus menerima diriku yang sekarang. Setidaknya orang yang katanya adalah suamiku bersedia mencoba memahamiku lagi.
***

Second Life To LoveWhere stories live. Discover now