Aku sangat syok mendapat telfon dari rumah sakit bahwa istri yang baru kunikahi sebulan lalu mengalami kecelakaan. Dua jam lalu kami masih berbincang dalam telfon. Dia bawahanku di perusahaan, seorang kepala Devisi Perencanaan yang sedang survei ke lokasi bisnis baru kami. Dalam telfon aku membicarakan banyak hal dengannya, dari pekerjaan sampai rencana malam nanti. Maklum pengantin baru, kalau dia tidak memaksa agar aku tetap meeting di kantor kali ini pasti aku sudah membututinya kemanapun.
Namanya Kiara. Dia dikabarkan terlibat kecelakaan beruntun. Dua orang tewas dalam kecelakaan tersebut dan lima orang luka-luka termasuk Kiara. Dia mengendarai mobil sendiri saat itu dan menabrak truk yang tiba-tiba berhenti di depannya. Aku langsung ke rumah sakit begitu mendengar kabar tersebut.
Aku baru saja memilikinya bulan lalu, sungguh aku tak ingin ditinggalkannya. Beruntung dia hanya terluka, tapi apa yang bisa aku harapkan dari kecelakaan lalu lintas. Semua pasti berakibat tidak baik untuknya maupun kami. Keluarga besarku yang cukup bahagia menerimanya sebagai menantu dari anak satu-satunya.
Setelah menunggu dalam kekhawatiran selama tiga hari komanya, akhirnya dia sadar. Mama sudah dari hari pertama menangisi keadaanya. Meskipun kata dokter hanya cidera kepala dan tidak ada cidera lain, tapi kami masih belum lega sebelum dia sadar. Dan setelah dia sadar, aku hanya mematung dan tanpa bisa berucap apa-apa. Terasa semua beban terangkat dari pundak. Hingga setelah dokter memeriksa dan memastikan keadaannya dan tiba-tiba dia berkata.
"Kenapa memanggilku dengan nama Kiara?"
Suaranya masih suara yang sama. Memang agak lembut dibandingkan biasanya saat dia tegas berbincang denganku maupun orang-orang di sekitarnya. Tapi kenapa dia menanyakan hal itu? Hal sudah jelas bagiku.
"Anda tidak mengingat apapun tentang diri anda saat ini?", dokter kembali memastikan.
"Aku bukannya tidak ingat aku siapa, tapi aku tidak tahu siapa Kiara. Dan aku tidak mengenal seorang pun disini. Maaf"
Dia berkata lirih namun jelas. Sekarang beban itu tiba-tiba datang kembali menumpuk di pundakku. Dia bukannya tidak ingat siapa dia, tapi dia tidak tahu siapa Kiara? Apa maksudnya? Setahuku kalau amnesia karena gegar otak harusnya tidak ingat apa-apa, tapi ini dia berkata seolah Kiara adalah orang lain. Ada apa sebenarnya?
Aku masih mematung tidak bisa berkata apa-apa. Mama di sampingku juga sama. Kami hanya diam terkejut saat dia berkata seperti itu.
Lalu yang kupikirkan, bagaimana kehidupan pernikahanku selanjutnya? Aku baru sebulan hidup bersamanya dan itu sebulan yang sangat membahagiakan bagiku. Tiba-tiba sekarang dia tidak ingat siapa Kiara, berarti dia tidak ingat siapa aku, kan? Dia tidak ingat kalau kami telah menikah. Dia tidak akan merasakan cinta yang selalu dia katakan dulu padaku.
Aku sangat terpukul. Begitu juga Mama di sampingku. Tapi aku tak mau berpikir negatif, mungkin dia hanya lupa sesaat dan akan mengingatkan kembali setelah pengobatan dan terapi dokter. Mungkin.
Mama mendekatinya kembali.
"Kamu baik-baik saja kan? Tapi kamu tidak ingat kami?", Mama berupaya memegang tangannya kembali, tapi dia menarik tangannya, terlihat takut di mukanya.
"Maaf, kurasa kalian salah membawaku di kamar pasien ini. Saya bukan Kiara, saya....", dia berkata hati-hati seolah takut akan menyakiti Mama, dia mungkin sadar kalau dia yang membuat Mama menangis sampai matanya bengkak. Tapi seolah ada sesuatu yang menyakitkan di kepalanya dia mengernyit.
"Ada yang sakit sayang?", aku menyadarkan diri dari kebingunganku dan langsung mendekatinya. Tapi kurasa dia tambah takut karena aku memanggilnya 'sayang'. Sekarang dia tambah menghindar ke arah lain dari Mama dan aku.
"Aku hanya tidak tahu namaku..tapi aku benar-benar bukan Kiara. Aku benar-benar bingung siapa kalian. Kenapa aku di ruangan ini?", tanyanya dengan nada ketakutan yang sangat kentara.
"Tenanglah. Kami sangat bersyukur kamu baik-baik saja. Seperti yang tadi dikatakan dokter, mungkin kamu mengalami amnesia jadi tidak ingat kamu siapa. Aku adalah Mamamu, ibu mertuamu. Dan dia adalah suamimu", jelas Mama dengan pelan dan hati-hati menggenggam tangan Kiara. Dia tidak melawan. Hanya terlihat bingung. Mungkin dia sudah merasa aman dengan sikap Mama yang menenangkan.
Aku ingin maju mendekatinya. Namun tiba-tiba dia berjengit dan menatapku dengan waspada.
"Tunggu dulu, aku benar-benar belum paham situasi ini. Berikan aku waktu untuk menenangkan diri. Maukah kalian meninggalkan ruangan ini? Aku tidak akan berbuat macam-macam. Aku hanya ingin merenung sendiri.", dia berkata dengan memohon kepadaku dan Mama. Seolah memang dia berada di situasi yang sangat baru. Aku sebetulnya ingin tetap menemaninya, tapi Mama menahan lenganku dan menatapku seolah berkata. Berikan dia waktu. Aku menunduk dan mematuhinya.
Kami keluar ruangan dengan diam. Sampai di luar ruangan Mama menangis lagi. Aku mencoba menutup mata dengan kedua telapak tanganku. Sungguh, ini sungguh berat. Mendapati istriku seperti orang lain yang tidak mengenaliku.
YOU ARE READING
Second Life To Love
RomanceKiara Anjani Putih selama beberapa saat. Aku mengetahui sebuah bisikan yang anehnya tanpa suara, aku hanya mengetahuinya. Bahwa aku akan mengalami kehidupan kedua yang sama sekali berbeda dengan kehidupanku selanjutnya. Kamu harus siap, begitu katan...