JONICHAN BERAKSI

47 10 4
                                    

I hate you Jonichan

-Nathanael Renanda-

•••


"hiks hiks"

Seorang gadis menangis tersedu sedu. Matanya tak henti henti mengeluarkan cairan kristal putih bening itu. Pipi putih mulusnya kini menjadi basah. Rasanya sedih dan takut.

Setiap hari rumahnya tak luput dari pertengkaran kedua orang yang sangat ia sayangi. Papa dan Mama. Setiap hari juga sebuah goresan mendarat apik di tangan putihnya? Detik itu juga ia melakukan aksinya. Ia memperhatikan tangannya yang mulai mengeluarkan darah. Sangat menenangkan. Gadis itu tersenyum miris.

Setelah keadaan kembali tenang gadis itu segera beranjak menuju kamar mandi. Mengguyur tubuhnya dengan air hangat, berharap memberikan rasa tenang. 10 menit berlalu gadis itu keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melekat ditubuhnya. Dengan segera, ia mencari seragam sekolahnya di lemari dan langsung ia kenakan.

Gadis itu berjalan menuju meja rias. Ia mulai menyisir rapi rambut panjangnya. Tak lupa ia oleskan lipblam dibibirnya, tak ada apa-apa, biar fresh dan tidak pucat saja. Ia menatap handphonenya yang tadi ia silent berkedip kedip. Ia mengambil dan membukanya. Ternyata ada pesan dari...


EL
Online


Ra, gue otw

Oke

WhatsApp Off


Gadis itu menyambar tasnya, tak lupa mengenakan sweater untuk menutupi luka yang belum kering tadi. Ia menghirup oksigen lalu mengeluarkan lewat mulut. Rileks. Santuy. Dirinya harus kuat menghadapi masalah kecil ini. Siapkan hati agar tidak terluka untuk kedepannya.

Ia membuka kenop pintu dengan hati-hati. Jantungnya berdebar, takut akan terjadi peperangan lagi. Kakinya mulai berjalan menapaki tangga yang menghubungkan kamar dengan ruang tengah. Matanya bergerak mengawasi setiap sudut ruangan. Haha seperti pencuri saja dia. Sepertinya dewi fortuna sedang memihak padanya. Di ruang tengah tak ada siapa pun.

"Hahh untung" lirihnya.

Ia tidak berniat untuk sarapan, malas. Melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda tadi menuju depan rumah. Belum sempat sampai di depan rumah, ia sudah disambut pemandangan seorang wanita paruh baya yaitu Mamanya. Aliya sedang tiduran di sofa ruang tamu sambil membaca majalah fashion. Kini dewi fortuna malah tidak berpihak padanya. Uh nasib.

Ia memberanikan diri mendekati Mamanya.

"Ma" ucapnya.

Aliya hanya menatap sekilas Lara yang tengah berdiri disampingnya, tak berniat menjawab.

Gadis itu menyodorkan tangannya dihadapan Aliya, berniat untuk salim dan berpamitan.

Namun, Aliya malah menatap sinis Lara. Tanpa berkata-kata Aliya berlalu pergi menyenggol tangan anaknya. Lara hanya diam tertegun, menatap nanar kepergian Mamanya.

"Yang sabar ya, Non" ucap Bi Sari yang tiba-tiba ada disampingnya.

Lara tersenyum miris. Sebegitu tidak sukanya Aliya dan Brama kepada dirinya? Karena apa? Entah, hanya author yang tahu.

"Non Lara sebaiknya berangkat ke sekolah saja, oh iya Non sudah sarapan belum?"

Gadis itu menggelengkan kepalanya.
"Lara langsung berangkat aja"

"Mau dibawain bekal saja mau Non?"

"Nggak usah Bi"

"Yasudah, nanti sarapannya di kantin sekolah saja Non" saran Bi Sari.

LARA [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang