"Astaga."
Gadis berambut panjang nan hitam tengah memijit dahinya yang membuatnya terlihat sangat tidak baik-baik saja.
Air muka yang menggambarkan rasa khawatir dan frustasi tercampur disana.
Padahal ini adalah malam yang baik untuknya dan keluarganya. Lebih tepatnya orang-orang yang sudah ia anggap keluarga.
Mereka makan malam di rooftop sebuah apartmen murah dimana mereka tinggal. Ada sebuah kamar di rooftop dan itu milik gadis yang kini berdiri di sampingnya.
"Apa itu akan menjadi masalah, unnie?" Tanyanya tanpa ada rasa dosa.
"Masalah?" Gadis semampai itu menatapnya dengan tatapan heran.
"Kau masih bertanya hal ini, Choi Yuna? Kau membawa kabur anak bos mafia di negara ini dan mengajaknya menjarah bank pusat, apa kau pikir itu bukan masalah, hah?"
"Kau juga melakukan hal yang sama pada Eunha unnie. Dan itu baik-baik saja hingga sekarang."
Dengan geram, sang unnie mengusap kasar wajahnya. "Yuna Yuna Yuna.. apa kau tidak mengerti perbedaannya? Eunha itu anak yatim dan aku membawanya dari gereja, tapi kau.. kau seperti mencuri anak singa dari induknya!"
Mereka yang tengah berdiri di pinggiran rooftop dapat melihat lampu yang menerangi seluruh kota dari sini. Dan juga, anginnya cukup kencang. Menusuk sampai ke tulang.
Yuna langsung menunduk dan terdiam.
"Whatever the risk is, i will take it, unnie." Ucapnya pelan.
Sowon langsung melihat wajah kasihan pada Yuna. Dengan berat hati, ia langsung menghela nafas berat dan membuang karbon dioksida nya begitu saja.
"Dimana mobilmu sekarang?" Tanya sang unnie pada akhirnya.
Yuna mendongak dan menatap gadis itu yang tak mau menatapnya, "Di bengkel Seulgi."
"Pastikan besok pagi dia sudah selesai mengganti catnya. Berhati-hatilah mulai sekarang. Kau bisa mati kapan saja. Dan ingat, jika sesuatu sampai terjadi, jangan libatkan aku, Eunha, Yerin dan SinB."
Setelah itu, sang unnie berjalan meninggalkan Yuna dan bergabung ke meja dimana yang lain sudah bersiap untuk makan malam bersama di jam 12 pagi dini hari.
Yuju pun menyusul dan duduk tepat di samping gadisnya. Ia melihat ada beberapa makanan mewah seperti barbeque daging merah dan makanan pendamping lain.
"Sowonnie, please bless our table." Ucap seorang gadis berambut merah diantara mereka.
Sowon pun langsung menundukkan kepalanya, diikuti gadis-gadis yang lain.
-
"Apa yang akan kau beli dengan uang-uang ini, sayang?"
Yuna menoleh pada gadisnya yang duduk menyamping di pangkuannya. Sebatang rokok yang baru ia nyalakan mengepulkan asap setelah ia menghisapnya dalam-dalam. Mengotori udara di ruangan yang hanya diterangi satu buah lampu dan membuatnya menjadi remang-remang.
Gadis itu baru saja meneguk segelas wine untuk kesekian kalinya, bahkan gelas minumnya masih belum kering di atas meja.
"Aku tidak tahu, princess. Apa yang kau inginkan hum?" Tangan Yuna mengusap bahu polos sang putri raja. Dengan menggunakan bra sport, kulit mereka bersentuhan setiap kali bergerak.
"Aku juga tidak tahu. Kita simpan saja. Aku ingin mengalahkan kekayaan appa."
Yuna mendorong tengkuk gadisnya setelah ia meletakkan rokok yang ada di jarinya ke asbak yang ada di atas meja. Membawa bibir tipis gadis itu agar mendekat padanya untuk ia lumat.
Tangan mungil partner in crime nya itu menangkup kedua pipi Yuna agar tetap erat menyentuhnya. Memberi kesan intim pada setiap kecupan dan hisapan bergairah itu.
Desahan dan erangan keluar dari mulut keduanya, dan dengan ini, malam ini akan semakin panjang untuk mereka.
Yuna melepaskan tautan bibirnya setelah beberapa menit mereka memadu rasa. Rokok dan wine kini menyatu di lidah keduanya.
Dengan dahi yang masih menyatu dan nafas yang saling rebut, mereka menatap mata teduh satu sama lain dan saling mengutarakan rasa lewat pandangan itu. Cukup lama hingga keduanya tersenyum dan terkekeh kecil karena rasa canggung yang mereka rasa.
"I love you." Ucap gadis itu. Yuna mengangguk lucu nan menggemaskan, "I love you too, baby."
Rambut hitam gadis itu terurai dan menggelitik permukaan wajah Yuna begitu saja.
"Yewon, bagaimana dengan appa mu? Bagaimana jika dia tahu kau disini?" Tanya Yuna pelan, dengan suara yang hampir berbisik.
Nafas Yewon semakin berat, ia jadi berfikir tentang appa nya lagi sekarang. Bagaimana jika dia akan mengambilnya dari Yuna? Bagaimana jika nanti appa nya akan melukai Yuna?
Yewon menggeleng pelan dan air matanya mulai menetes membayangkan apa yang akan appa nya lakukan pada Yuna nantinya.
Reflek, tangan Yuna berpindah dari tengkuk Yewon ke wajahnya, mengusap air mata itu dengan ibu jarinya dan mengecup bibir itu lagi.
"Jangan menangis, kumohon. Matamu, adalah bintang malamku. Aku tidak mau malam ku turun hujan."
Yewon langsung mengangguk, ia tahu dan ia percaya jika Yuna akan selalu menjaganya dari apapun itu. Bahkan dari appa nya sendiri.
Appa Yewon adalah mafia kelas kakap di negara ini. Dan dengan membawa kabur anak bos mafia, itu adalah cara cinta membodohimu untuk bunuh diri.
Yuna menidurkan tubuh Yewon ke atas sofa dan langsung mengunci tubuh itu di bawah kungkungannya. Menatapnya erat untuk mencari kasih dan cinta yang selalu Yewon pancarkan untuknya.
"Let's do it." Ucap Yewon yakin.
Alis kiri Yuna terangkat, "Do what?"
Senyum manis terukir di bibir Yewon. Dan itu menular pada Yuna secara langsung.
"Let's light a cigarette, let's drink and talk all night long."
Yuna mengangguk cepat, dia menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Yewon. Membuat hidungnya bergesekan dengan tiga buah piercing di daun telinga gadisnya itu.
"But how about making love?"
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Downtown Baby [YUmji]
FanfictionLet's set this downtown on fire, baby. [Completed] ©HeroesLegacy2020