please do something! she might be die!

647 94 23
                                    

"Yuna! Choi Yuna! Kau tidak bisa pergi begitu saja!"

Yerin tampak berlari dan menahan lengan Yuna yang hendak pergi dari rooftop. Sudah 3 hari sejak Yewon meninggalkannya, dan ia tidak bisa membiarkan itu terjadi.

Ia sangat merindukan Yewon.

Ia sangat membutuhkan gadis itu.

Cintanya, separuh nafasnya.

Setelah Eunha memeriksa luka tembak di punggung Yuna dan memastikan sudah sembuh, gadis Choi itu langsung pergi keluar sambil memakai bajunya kembali.

Ia berencana menjemput Yewon lagi ke rumah nomor 628 yang berada di daerah uptown itu. Rumah appa Yewon, yang merupakan mafia besar di seluruh negeri.

"Jangan pergi begitu saja! Kau tidak bisa melakukan rencana bodoh yang sama dua kali!" Teriak SinB juga. Mereka semua ada disana. Namun sejak tadi Sowon hanya terdiam melihat gadis lain yang berusaha menghentikan langkah Yuna.

"Aku..." Yuna terdiam sesaat ketika Yerin memegangi tangannya dan menatapnya tajam. Di belakang punggung Yerin, SinB, Eunha dan Sowon juga menatapnya dengan tatap yang berbeda-beda.

"...aku akan meminta Yewon dengan cara baik-baik pada appanya, Yennie. Jangan khawatirkan aku." Lanjut Yuna pelan.

Yerin langsung terkejut, yang lain pun sama.

"What?!"

"Yuna kau bisa mati di tangan appa nya Yewon. Kau tahu kan hubungan kita dengan Mr. Kim itu tidak baik. Bisnis kita bisa terancam karenanya! Beruntung kemarin itu dia tidak membunuh kita semua!" Ucap SinB kesal.

Yuna hanya menghela nafasnya dalam. Perlahan, ia melepaskan tangan Yerin dari lengannya dan tersenyum ke arah mereka.

"Jika benar, biarkan aku saja yang mati. Kalian, hiduplah dengan bahagia sampai nanti."

"Yuna! Choi Yuna!"

Yerin dan SinB hendak menyusul Yuna yang sudah menuruni tangga. Namun Sowon akhirnya bersuara dan menghentikan mereka berdua.

"Yerin, SinB, biarkan dia pergi."

SinB berbalik dan menatap gadis tertua itu tak percaya, "Sowonnie-- please do something! She might be die!" SinB mengusap wajahnya frustasi.

"Just-- let her, SinB. Kita tidak bisa melakukan apapun."

"Sowon..."

Eunha menatap Sowon dengan nanar. Ia bisa merasakan jika Sowon khawatir pada gadis itu, tapi benar apa yang ia ucapkan, tekad Yuna sudah bulat.

"Dia bukan bagian dari kita lagi."

.
.
.
.
.
.

"Yewon?"

Pintu kamar gadis 22 tahun itu terbuka perlahan. Menghasilkan suara decitan dan memunculkan kepala dan tubuh seorang pria paruh baya yang sekarang sangat Yewon benci.

Appanya.

Yewon hanya terlentang di balik selimut berwarna putihnya dan menatap kosong ke arah langit-langit kamar.

Makanannya pagi ini belum ia sentuh sedikitpun. Dan juga, makanan di hari-hari kemarin.

"Yewon, kau belum makan?" Tanya sang appa dengan nada yang lembut.

Yewon tak juga menjawab, ia hanya berbalik memunggungi sang appa yang sudah duduk di ranjang sambil mengusap-usap rambutnya.

"Makanlah, sayang. Sedikit saja." Rayu sang appa.

Hanya hening yang appa Kim dapatkan.

"Kamu mau apa hm? Appa berikan sekarang." Ucap sang appa. Biasanya, Yewon akan meminta appa nya untuk membelikan permen dan cokelat sebanyak yang ia mau jika sedang marah seperti ini.

Tapi itu dulu, saat Yewon masih 9 tahun.

"I want her."

Air muka appa Kim langsung berubah ketika mendengar suara lemah sang anak.

"No, except that bastard."

Yewon berbalik dan menyibakkan selimutnya. Menatap sang appa tajam dan marah. "She have a name. Her name is Yuna, and the bastard one is you!"

Plak!

"Cukup Yewon! Kau semakin tak terkendali! Sudah berapa kali appa bilang?! Jangan bergaul dengan dia! Dia itu bukan gadis baik! Pengedar narkoba! Perampok! Kamu tidak boleh menjadi seper-"

"Seperti appa? Appa tidak melihat diri appa sendiri? Appa adalah bos mafia di negara ini, kenapa appa tidak memperbolehkanku dekat dengan Yuna yang hanya pengedar narkoba lingkup kecil? Appa... appa memang tidak tahu diri."

Air mata Yewon menetes saat itu juga, dan itu membuat appa Kim terdiam. Melihat anaknya menangis adalah salah satu kegalalan terbesar dalam hidupnya.

Appa Kim langsung pergi keluar meninggalkan kamar Yewon.

Di depan pintu kamar, ada dua orang bodyguard yang diperintah sang appa untuk menjaga pintu itu agar Yewon tidak berani keluar.

"Kalian, jaga dengan benar. Jangan sampai Yewon keluar kamar."

"Nde, aigesebnida tuan!"

Dengan nafas berat karena marah, appa Kim pergi ke lantai bawah.

Yewon terisak di kamarnya. Perih di pipinya tidak seberapa daripada rasa sakit di hatinya. Dia tidak pernah jatuh cinta sebelumnya, tapi saat ia jatuh cinta, appa nya sangat kolot dan membuatnya kesal sampai seperti ini.

Ting!

Suara ponsel Yewon berbunyi, memunculkan notifikasi pesan disana.

"WYD? Aku diluar."

Yewon langsung keluar dari selimut dan turun dari ranjangnya. Berlari menuju jendela dan menatap ke bawah, tepat di jalan depan rumahnya, ia melihat supercar Yuna yang terparkir disana.

Gadis itu juga ada disana, melambaikan tangan dan tersenyum manis ke arah Yewon. Walau dari jarak sejauh itu, senyuman Yuna langsung menular ke gadis Kim tersebut.

Dengan di kelilingi bodyguard dan anak buah appa Kim, Yuna mengirim pesan singkat lagi pada Yewon dan langsung ia baca saat itu juga.

"Habiskan makananmu baby, aku akan menjemputmu sebentar lagi."

Setelah mengirim pesan itu, Yuna langsung digiring oleh anak buah appa Kim untuk masuk ke dalam rumah mewah tersebut.

Tanpa menunggu lagi, Yewon langsung memakan sarapannya pagi ini yang ada di atas nakas. Walau sudah dingin, ia tidak peduli, yang ia tahu adalah ia harus menghabiskan makanan ini dan pergi bersama Yuna.

[]

Downtown Baby [YUmji]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang