BAB 17 PIKNIK BUKAN BULAN MADU

12.4K 2.6K 224
                                    

LARAS POV

Aku merasa sangat bersalah dengan Angga. Dia benar-benar baik dan sabar. Padahal harusnya semalam aku memberikan apa yang menjadi hak Angga, karena aku sudah menjadi istri sahnya. Tapi keadaanku, trauma itu memang belum bisa aku hapuskan. Dimas menorehkan trauma yang begitu dalam untukku. Bagaimanapun aku masih belum bisa berbuat apa-apa tentang hal itu. Aku merasa menjadi wanita yang bodoh saat ini.

"Ras, kenapa?"

Suara lembut itu membuat aku tersadar dari lamunan. Angga sudah menatapku dengan bingung. Kami berdua sedang sarapan di restoran hotel. Setelah semalam kami memang langsung tertidur karena kelelalahan. Pagi ini aku terbangun dengan kikuk. Angga tidur di sampingku seperti anak kecil. Aku merasa bersyukur memilikinya untuk saat ini.

"Ehm enggak. Mas, habis ini kita mau kemana?"

Angga mengunyah bakmi yang baru saja di suapkannya ke mulut. Dia tampak mengerutkan kening untuk berpikir.

"Mau kamu kemana? Kita ada cuti seminggu, atau mau pergi ke luar negeri gitu. Bulan madu?"

Tentu saja mataku melebar mendengar ucapannya itu. Bagaimana bisa dia menawarkan hal seperti itu dengan entengnya? Aku langsung menggelengkan kepala.

"Enggak deh kalau luar negeri. ke dufan aja Mas."

Angga mengernyitkan kening mendengar jawabanku, tapi kemudian dia terkekeh. Memamerkan kedua lesung pipinya.

"Serius kamu ngajakin aku ke Dufan?"

Ah aku jadi malu. Kenapa permintaanku malah kayak anak kecil gini sih?

****** 

"Yeaiiii akhirnya dupaaaan iam coming."

"F... bukan P."

"Lu ih, ini gue juga F bukan P. Udah deh geser sana. Ngapain deket-deket gue?"

Angga terkekeh saat merangkul bahuku dan mengamati Hafidz, Burhan, Roni dan juga Miko. 4 sekawan itu akhirnya diajak Angga untuk menemani kami ke sini. Kata Angga kalau ke Dufan cuma berduaan aja nggak asyik, nah aku jadi mengusulkan keempat sekawan itu buat ikut. Lagian ini kan memang hari libur. Eh pas mereka di hubungi gitu, langsung deh pada jawab Siap. Memang mereka ini nggak ada matinya.

Angga kemudian melingkarkan tangannya di perutku. Membuat aku sedikit canggung, pasalnya ini kita udah masuk ke Dufan, dan Mas Hafidz mengajak kita untuk antri naik arung jeram. Yang antriannya panjang banget. 

"Mas..."

Apa?"

Angga kini malah menempelkan dahinya di bahuku. Aku merasa malu dengan orang-orang di sekitar.

"Ini..."

Aku menunjuk tangannya yang melingkar di pinggangku. Tapi Angga kini malah berbisik "Biar kamu nggak ada yang nyentuh, jadi aku lindungin."

Tuh kan pipiku kembali memanas mendengar bisikan Angga itu.

"Ecieee... takut digondol apa gimane Pak?"

Celetukan Burhan yang berdiri di depanku persis membuat aku langsung menunduk. Tapi kemudian Burhan mendapat jitakan dari Hafidz "Cckckckck lu kalau pingin melukin gue aja sini... gue lagi butuh dipeluk."

Dan Burhan langsung menggerutu. "Asem kalau lu mah. Gue kagak napsu."

Tuh kan, mereka ini membuat aku kembali tertawa, dan Angga malah makin mengeratkan pelukannya.

"Kamu cantik, kalau tertawa kayak gitu." Aku akhirnya menunduk lagi. Kenapa aku jadi berdegup kencang begini sih?
*****

"Pit, ngajakin main arung jeram dulu. Baju jadi basah."

BENANG TAKDIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang