Bab 26 Jujur

10K 2.3K 233
                                    

Aku memang masih merasa bersalah meski sebetulnya, kepergianku terpaksa saat itu. Dimas mengancam akan mencelakai Angga. Dan aku tahu bagaimana nekatnya Dimas. Aku tahu pasti apa yang akan dilakukan Dimas kalau aku tidak mau ikut bersamanya. Maka, aku dengan sangat terpaksa mengikutinya. Ingin membicarakan semua dengan baik-baik. Karena aku dan Dimas juga sudah sangat lama mengenal. Mengawali dengan baik dan mengakhiri dengan baik juga. Masih teringat dengan jelas apa yang kami bicarakan saat itu, sebelum akhirnya Dimas lepas kendali.

🌹🌹🌹🌹🌹

"Mas, kita harus saling ikhlas. Ada Mita juga di sampingmu yang harus kamu jaga dan cintai. Dia tidak layak kamu sakiti."
Kami duduk di sofa warna merah marun. Sofa yang dulu sempat kami beli berdua. Banyak kenangan ketika Dimas mengajakku ke rumah ini. Tempat yang pernah menyimpan banyak janji manis di masa muda. Seharusnya tempat ini menjadi saksi kami berdua.

"Justru itu Ras, aku tidak mau menyakiti Mita lebih dalam. Dia cantik, baik dan aku tidak mencintainya. Bagaimana bisa aku mencintai, ketika hatiku masih ada bersamamu."

Aku menatap Dimas yang kali ini tampak kacau. Aku tahu harus perlahan berbicara dengannya. Jiwanya sedang tidak stabil, aku memenuhi keinginannya ke sini pun karena tadi dia mengancam akan melakukan hal yang membahayakan Angga. Aku tidak mau suamiku dicelakainya.

"Kita sudah tidak berjodoh Mas, kamu harus relakan aku. Sama seperti aku merelakan kamu. Kita sudah dapat gantinya yang lebih baik. Aku yakin, Mita lebih baik dari aku. Dia cantik dan sangat disayangi keluarga kalian."

"Tapi aku mencintai kamu Ras. Awalnya aku mencoba menuruti Mama, aku ingin membuat Mama bahagia. Tapi nyatanya.. "

Dimas kini mengacak rambutnya sendiri. "Aku tidak bisa. Hatiku sakit saat melihat kamu menikah dengan pria lain. Aku sakit."

Kuhela nafasku dan mulai berdoa dalam hati. Semoga aku kuat. Menghadapi Dimas yang seperti ini.

"Sekarang, mau kamu apa? Ada hati yang tersakiti di sini, Mas. Kamu harus dewasa. Jangan menjadi egois. Kamu pernah berbuat egois kepadaku, sehingga menyebabkan trauma yang panjang. Kamu ingat kan?"

Akhirnya aku mengungkit kembali peristiwa yang membuatku makin merasa sakit. Mendengar itu Dimas sepertinya tersadar. Dia langsung beranjak berdiri dan bersimpuh di depanku.

"Aku khilaf saat itu Ras. Maafkan aku. Kamu mau maafin aku kan?"

Dia bahkan kini ingin mencium kakiku tapi aku segera beranjak berdiri. Aku tidak mau dia menyentuh ku lagi.

"Aku sudah maafin. Sekarang  lepasin aku dan biarkan aku hidup tenang. Kamu juga, harus mulai mencintai Mita."

Dimas tampak kacau, dia bahkan kini duduk di atas lantai dan menangis. Pilu. Itulah yang aku rasakan saat ini.

"Aku sayang sama kamu Ras. Aku sangat sayang. Dari SMA kita bertahan, kita harus berjuang. Cuma karena aku berbuat salah kepadamu, maka saat itu aku ingin menjauh dulu dari kamu. Memberi ruang. Hingga akhirnya menerima perjodohan dengan Mita. Aku hanya ingin memberi kamu ruang Ras. Tapi kamu semakin jauh, dan aku semakin sakit. Karena aku sayang kamu. Lebih baik aku mati kalau kamu tidak menjadi istriku."

Aku menggelengkan kepala, mencoba mengenyahkan memory tentang itu semua. Bagaimana Dimas yang akhirnya nekat mengambil benda tajam dan akan mencelakai dirinya sendiri. Aku yang mencoba mencegahnya dan akhirnya Angga datang. Aku sangat bersyukur dengan kehadirannya.

"Sayang,... "

Panggilan itu menyadarkanku dari lamunan. Aku menoleh dan mendapati Angga kini melangkah ke arahku. Hari sudah sore, tapi aku masih menikmati debur ombak di depan sana. Angga membawaku ke sini, menginap di hotel tepi pantai, tepatnya di Bali. Aku memang yang meminta kepadanya untuk membawaku menenangkan diri.

"Masuk yuk, udara mulai dingin."

Angga menunduk di belakangku lalu mengecup pucuk kepalaku. Aku mengulurkan tangan untuk merengkuh tangannya yang kokoh dan hangat itu. Mengecup lengannya perlahan. Angga memelukku dari belakang. Posisiku yang kini duduk membuat dia sedikit membungkuk.

"Masih ingin lihat laut lepas."

Ucapanku membuat Angga kini beralih untuk bersimpuh di depanku. Kedua mata kami saling menatap.

"Lihat aku aja."

Dia membuat aku tersenyum. Ku ulurkan tangan untuk mengusap wajahnya dan membuat dia menangkup tanganku. Lalu membawanya ke depan bibirnya. Dikecup nya jemariku satu persatu.

"Makasih Mas, mau bawa Laras ke sini."

Angga tersenyum dan menganggukkan kepala.

"Aku memang sudah lama ingin mengajak kamu ke sini. Tempat yang tenang untuk kita berdua. Aku yang makasih, kamu akhirnya mau ke sini juga."

Aku masuk ke dalam pelukannya, Angga meraih ku dan menenggelamkan wajahnya di lekuk leherku. Nafas hangat nya terasa di tengkuk ku.

"Mas... "

"Heemm... "

"Kita, coba lagi?"

Ucapanku membuat Angga kini melepaskan pelukannya dan menatapku. Dia tampak menggelengkan kepala.

"Aku nggak mau kalau kamu...."

"Kita kan sudah sering kali mencoba, dan aku udah nyaman sama kamu Mas. Kita coba lagi ya?"

Wajah Angga tak terbaca, tapi kemudian senyum merekah di bibirnya.

"Apa yang menjadi keinginanmu sayang."

******

Meringkuk di dalam pelukannya. Nafas hangatnya teratur menyentuh pucuk kepalaku.
Merasa puas dan bahagia mungkin, sekarang yang aku rasakan.

Kami saling mencumbu dan memberikan kehangatan. Saling memberi dan menerima. Sampai akhirnya saat Angga, mengatakan inilah saatnya, aku menganggukkan kepala. Terapi ku selama ini menghasilkan hal yang baik. Aku sudah merasa nyaman dengan Angga dan semuanya terasa indah, saat itu terjadi.

"Yank... "

Suara parau Angga terdengar. Aku beringsut untuk mendongak dan menatapnya. Dia sempat tertidur tadi setelah percintaan pertama ini. Di dalam kamar hotel ini, akhirnya jiwa dan raga kami menyatu.

"Iya Mas?"

Aku bisa melihat binar bahagia di matanya. Dia mengusap wajahku dan tersenyum.

"Makasih. Semuanya indah."

Tentu saja aku tersipu mendengarnya. Bagaimana tadi kami bermesraan sampai akhirnya...

"Sakit?"

Angga berbisik dan membuatku menggelengkan kepala.

"Enggak. Laras yang makasih sama Mas, mau menunggu sampai sejauh ini."

Angga menarik selimut agar menutupi tubuhku yang masih sama-sama polos. Dia melingkarkan lengannya di pinggang ku. Menarikku untuk mendekat.

"Kamu layak untuk di tunggu. Karena kamu bidadari hatiku."

Bersambung

Ehem.... Pagiiiiii... Morniiing.....
Jumat Berkah

Beli 1 pdf free 1 pdf cuzzz ke wa 081255212887

BENANG TAKDIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang