BAB 2
Tiga puluh menit menjelang. Gavin kembali ke kamar Alexa dengan membawa pelayan wanita bertubuh tambun yang tingginya tidak lebih dari dada Gavin. Wanita paruh baya itu mengenakan baju terusan berwarna hitam selutut dengan rok mengembang, dan ikat kepala berwarna putih. Ditangannya terdapat nampan besar.
“Kau harus makan.” Perintah Gavin dingin. Lalu mengisyaratkan dengan matanya kepada pelayan tadi untuk meletakan nampan diatas nakas disamping tempat tidur yang sedang Alexa tempati.
Alexa masih diam, matanya terlihat sembab karena banyak menangis tadi. Apakah pria dihadapannya gila? Manusia waras mana yang bisa makan dengan keadaan disekap seperti ini? Meskipun keadaan dirinya memang tidak seperti seseorang yang sedang diculik. Mengingat ia ‘disimpan’ di kamar yang luasnya hampir menyerupai setengah dari lapangan bola, bahkan barang-barang mewah tidak luput dari penglihatan gadis itu. Tapi Hei! Mungkin saja si penculik asli memang sengaja memfasilitasi kamar mewah sebelum Alexa ‘dimakan’ hidup-hidup?
“Kau tidak mendengarku?” Suara Gavin terdengar lagi.
Alexa mengalihkan pandangannya, menatap Gavin lekat. Dan wanita tambun itu sudah tidak ada disana, mungkin sudah pergi saat dirinya melamun tadi.
“Kau ingat kata-kataku tadi? Kau harus menuruti apa yang Tuan besar perintahkan? Dan ini perintah Tuan besar.” Kalimat Gavin penuh penekanan.
Alexa menciut. Apakah ‘Si Tuan Besar’ memang sangat menakutkan? Lalu mengapa ia bisa terperangkap dengan jerat ‘Si Tuan Besar’? Padahal seingatnya, ia ataupun kedua orangtuanya tidak mempunyai musuh di Negeri ini. Bahkan Ibunya selalu mengajari manner yang baik kepadanya, dan Alexa selalu menggunakan itu.
“Kalau kau tidak makan maka kau akan celaka, begitu pula denganku.”
Alexa terperanjat. Apakah ia akan berhadapan dengan monster nanti? Gadis itu kemudian memejamkan matanya. Terlalu takut jika spekulasinya benar. Dengan tangan gemetar Alexa membawa nampan yang berisi lebih dari lima jenis makanan itu keatas pangkuannya, tidak peduli jika salah satu makanan yang tersaji adalah makanan favoritnya.
Ia hanya harus makan, meskipun ia tidak yakin makanan itu akan masuk melalui mulutnya atau hidungnya. Yang utama, ia harus makan. Lagipula ia tidak ingin membawa masalah pada lelaki dihadapannya. Setidaknya ia masih mempunyai hati.
***
Sudah lewat satu hari setelah Alexa diculik, namun dirinya belum sekalipun bertemu dengan ‘Si Tuan Besar’. Tapi mana mungkin ia bisa bertemu, jika batas geraknya hanya di dalam kamar super besar ini. Gadis itu mendesah berat. Apa kabar dengan Ibunya? Apakah Mountanna –Ibunya mencarinya? Atau mungkin mencemaskannya? Karena sebelum ini Alexa belum pernah meninggalkan ibunya sendirian.
Jikalau ia harus menginap dirumah Elizabet –sahabatnya ia pasti akan mengabari Ibunya terlebih dahulu. Tapi sekarang jangankan untuk menghubungi Ibunya, memegang ponsel pun ia tidak diizinkan.
Namun tiba-tiba pintu kamar Alexa terbuka lebar, membuat dirinya menahan nafas. Apakah sekarang saatnya? Saat terakhirnya untuk hidup? Tanpa sadar Alexa menundukan wajahnya dalam.
“Nona, Tuan besar ingin bertemu denganmu.” Suara Gavin terdengar di telinga Alexa yang entah mengapa terasa seperti gaungan lonceng kematian.
Alexa semakin memundukan wajahnya saat suara sepatu yang bersentuhan dengan lantai marmer mahal ini mengalun ditelinganya. Bahkan sekarang ia bisa melihat ujung sepatu hitam yang mengkilat melalui ekor matanya.
“Alexandrina Cavvendish?” Suara bariton itu terdengar mendayu tapi meremehkan. “Selamat datang dinerakamu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
... or Obsession???
RandomBerdasar dari segenggam luka dimasa lalu, pria dingin nan misteruis ini ingin membalaskan dendam dengan menculik anak gadis dari orang yang telah membuat dunianya hancur berkeping. Jeff Malcolm Bloomberg, pria angkuh berumur 30 tahun. Pengusaha suks...