BAB 3
Alexa menatap nanar tayangan televisi dihadapannya. Dengan televisi super besar ditambah home sound system yang super keras, kedua peralatan canggih super sialan itu menambah kesan dramatis tangis ibunya di dalam televisi.
Entah inisiatif dari mana, Mountanna melaporkan Alexa sebagai orang hilang yang sedang berusaha dicarinya diacara yang ditayangkan seminggu sekali oleh stasiun televisi swasta. Program ini didukung penuh oleh pemerintah Amerika Serikat dalam upaya pengurangan jumlah penculikan yang sedang marak terjadi di Negeri ini.
Mountanna menangis senggukan sembari menjelaskan detail kapan anaknya hilang, ditangannya bahkan terdapat foto Alexa berukuran 10R yang gadis itu ambil sebulan yang lalu di perkebunan apel milik paman jauh Alexa.
Alexa kembali menangis melihat tayangan menyedihkan itu. Meskipun dirinya diculik, tapi ia tetap difasilitasi semua barang mewah, bahkan saluran televisi tidak dicabut. Hanya saja ponselnya tetap ‘monster’ itu sita.
Gadis itu tidak mengerti mengapa ia diperlakukan ‘spesial’ seperti ini. Jika memang ia akan dibunuh, mengapa pria angkuh itu tidak membunuhnya saja saat itu? Bahkan ini sudah seminggu semenjak dirinya diculik dan enam hari setelah ‘monster’ itu mengucapkan kata yang membuat darah Alexa naik semua ke tempurung dikepalanya.
“Jika kau melihat tayangan ini, segera hubungi mommy sayang. Aku benar-benar khawatir padamu.” Suara lirih ibunya membuat Alexa kembali menatap televisi super besar dihadapannya.
Alexa menghapus bulir air mata yang seminggu terakhir gampang sekali keluar dari matanya, padahal selama ini dirinya adalah gadis kuat pelindung Ibunya setelah ayahnya meninggal.
Dengan keberanian yang ia pupuk sejak seminggu yang lalu, gadis itu mengitari luasnya kamar yang mungkin saja ada celah untuknya melarikan diri. Karena sejak dirinya ‘disimpan’ di kamar ini, langkah paling jauhnya adalah untuk pergi kekamar mandi. Selebihnya, ia gunakan untuk meringkuk dikasur mewah, mengunggu kapan ‘monser’ itu merenggut nyawanya.
Tapi sekarang, setelah ia melihat ibunya yang sedang berusaha mencarinya diluar sana, keberaniannya untuk melarikan diri tiba-tiba ada. Benar!! dirinya harus bisa keluar dari sini. Ia tidak ingin mati konyol, setidaknya jika ia harus benar-benar mati, ia harus bertemu dulu dengan ibunya dan meminta maaf kepada wanita mulia itu.
Alexa terus saja mengitari bangunan megah ini. Tapi disepanjang langkahnya, yang dirinya temukan hanyalah jendela-jendela besar dengan teralis baja serta kaca anti peluru.
Gadis itu sedikit mengintip dari kaca jendelanya, sepertinya ia disimpan dilantai dua, entah lantai tiga. Karena ia melihat jauh tanah tempat pengawal-pengawal berbaju hitam itu menapakan kakinya.
Lagi-lagi Alexa mengambil nafas gusar, sepertinya kesempatan memang sedang tidak berbaik hati padanya. Dengan semangat yang menendur, gadis itu memerosotkan tubuhnya tanpa berniat kembali ketempat tidur mewahnya.
Samar-samar Alexa mendengar suara pintu kamarnya dibuka, disusul dengan lengkingan keras suara Gavin yang menggema. “Nona. Nona kau dimana? Jangan melakukan hal bodoh! Aku peringatkan itu padamu!”
Alexa mencibir. Memangnya dia bisa apa? Bunuh diri? Mengapa ia harus susah-susah melakukan itu jika nanti majikan Gavin akan melakukan itu padanya? Alexa bangkit dari duduknya kemudian berjalan kearah Gavin, karena tempatnya tadi memang terhalang oleh lemari besar. “Aku disini.” Jawab Alexa dengan suara datar.
Gavin terlihat bernafas lega dengan memerosotkan bahu tegapnya. “Jangan menghilang dari pandanganku Nona, atau Tuan besar akan marah.”
“Kau fikir aku akan menurut Gav? Aku bisa saja membunuh diriku sendiri, tapi aku sedang menanti apa yang akan Tuan besar-mu itu lakukan padaku. Jangan kau fikir aku masih sama dengan Alexa yang seminggu lalu kalian culik. Kau lihatkan? Bahkan sekarang aku sudah bisa melawanmu.” Nada suara Alexa terdengar yakin, walaupun dalam hati gadis itu panik setengah mati. Tapi orang seperti Gavin dan Tuan besar-nya memang harus diperlakukan seperti itu kan? Agar tidak selalu semena-mena menindas orang tak berdaya seperti dirinya.
Gavin sedikit terperangah tapi sedetik kemudian dirinya tersenyum sebelah yang terlihat agak menakutkan. “Jika Nona muda sadar, tempat ini sudah dirancang dengan sedemikian rupa. Jika ada bahaya yang mengancam nyawa Nona, sirine dari kamar ini akan berbunyi. Kemudian.” Gavin menunjuk setiap sudut dikamar itu. “Kamar ini sudah dipasang CCTV yang terhubung langsung dengan gadget Tuan besar.”
Kali ini giliran Alexa yang tereperangah. Bahkan mulutnya sudah terbuka lebar. Mengapa ia bisa secerboh itu? Mengapa ia tidak memikirkan hal-hal penting seperti ini? bahkan dirinya pernah setengah telanjang dan berkeliaran di dalam kamar. Apakah ‘Si Tuan besar’ melihatnya? Benar-benar sialan!
“Aku hanya ingin menanyakan menu makan siang yang ingin Nona makan hari ini.” Gavin kembali membuka suaranya.
Apakah menu makan siangnya penting? Mengapa mereka tidak membiarkan dirinya mati kelapan saja? Bahkan selama seminggu dirinya tinggal disini, ia seperti sedang melakukan program perbaikan gizi, karena selalu makan dengan slogan empat sehat lima sempurna. “Terserah kau saja, aku selalu memakan makanan yang kalian sajikan bukan? Beri saja aku makanan penambah tenaga, mungkin dengan begitu aku bisa mengalahkan kalian semua dengan tenaga yang aku punya. Bahkan membunuh Tuan besar kalian sebelum ‘monster’ itu membunuhku.” Ucapnya tajam, matanya menatap lurus CCTV yang terpajang diatas televisi super besar itu dengan penuh kebencian.
Gavin tertawa keras, pria itu bahkan sampai memegangi perutnya yang terasa sakit karena terlalu kuat tertawa. “Kau lucu sekali Nona.” Gavin mengusap matanya yang sedikit berair. “As your wish my princess. Aku akan menyiapkan jus besi sebagai pencuci mulutmu.” Ujarnya sambil berlalu.
Alexa menatap punggung Gavin geram. “Baiklah, aku tunggu makanan penutup itu Gavin Adams.”
***
Jeff yang sedari tadi menyaksikan pertengkaran sengit antara dua manusia melalui komputer kantornya tersenyum miring. Ia tidak menyangka Alexa akan seberani itu menantang perkataan Gav. Pekerjaannya yang super sibuk, serta ketidakmampuannya untuk selalu menemani Alexa di mansionnya, mengharuskan ia memasang CCTV disetiap sudut kamar gadis itu.
Tujuannya, tentu saja agar ‘tawanannya’ tidak melakukan hal bodoh sebelum dirinya melakukan itu. Jeff sendiri pun tidak mengerti mengapa ia melakukan hal pengecut seperti ini, dengan menyekap anak gadis dari ‘wanita itu’.
Kemudian Jeff tertawa nista, hatinya kembali berdenyut perih saat mengingat perlakuan ‘wanita itu’ padanya tempo dulu. Dan mungkin sekarang memang waktu yang tepat untuk dirinya membalaskan dendam. Hatinya terlanjur beku! Dan ‘wanita itu’ lah penyebab semuanya.
Jeff kembali menatap layar kompoternya saat melihat Alexa sedang bebicara didepan CCTV, tangan gadis itu disimpan dipinggangnya. “Hei! Tuan besar yang terhormat, mengapa kau mengurungku, Heh? Dosa apa yang sudah aku lakukan padamu? Jika kau ingin membunuhku kenapa tidak lakukan saja dari seminggu yang lalu? Aku tidak menyangka kau sepengecut ini, kau bahkan tidak pernah menampakan wajah monstermu itu didepanku. Apakah yang bisa kau lakukan hanyalah memeritah kepada pelayan sialanmu itu? Dan perlu kau ingat, aku membencimu. Sangat membencimu.” Ujarnya lantang dan berapi-api, kemudian ditutup dengan aksi menutupi CCTV nya dengan handuk yang sengaja gadis itu persiapkan, membuat sebagian layar komputer Jeff gelap.
Wajah Jeff tidak terpengaruh saat menyaksikan aksi pemberontakan dari Alexa. Ekspresinya tetap tenang dan dingin. Kemudian Jeff mengalihkan pandanganya pada CCTV yang lain, yang merekam kegiatan Alexa dari sudut kanan. Dirinya melihat Alexa berjalan ke arah tempat tidur dengan sedikit gemetar. Lalu gadis itu kembali meringkukkan tubuh putihnya diatas ranjang yang seminggu terakhir menjadi tempat semedinya.
Apakah gadis itu ketakutan dan menyesal? Lalu Jeff tertawa lepas. Bukannya merasa marah, Jeff justru merasa... tertantang? “Baiklah, permainan akan segera dimulai sayang.” Ucapnya dengan suara berat menakutkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
... or Obsession???
RandomBerdasar dari segenggam luka dimasa lalu, pria dingin nan misteruis ini ingin membalaskan dendam dengan menculik anak gadis dari orang yang telah membuat dunianya hancur berkeping. Jeff Malcolm Bloomberg, pria angkuh berumur 30 tahun. Pengusaha suks...