rain

559 73 8
                                        

Taeyong hanya terdiam sepanjang perjalanan pulang, bibirnya pucat pasi,   hatinya tampak buruk. Sesekali Lucas melihat sepupunya itu menghela napas dengan berat, pria bermata besar itu masih syok.

"Tidak usah terlalu dipikirkan, Hyung." ujar Lucas sambil menepuk bahu lebar Taeyong dengan pelan.

Si empunya bahu hanya melirik sebentar, lalu memejamkan matanya, "Aku, aku masih merasa mimpiku terlalu nyata, perasaanku campur aduk."

Demi Tuhan Sang pencipta alam semesta beserta isinya, Taeyong merasa déja vu. Seolah-olah kejadian itu pernah dialaminya sewaktu dulu.

"Hey hidungmu berdarah," tegur Lucas yang membuat Taeyong terkejut. "Ah, mimisan, kepalaku sedikit berat." ujarnya.

Kyuhyun yang daritadi menyetir sesekali memperhatikan keponakannya itu lewat kaca mobil sambil menggeleng pelan, ia iba dengan keponakannya itu, Taeyong terlalu lugu.

"AKU TERKEJUT SAAT DIA JATUH DI HADAPANKU, JOHN!"

Sedari tadi Johnny hanya menatap Jaehyun yang terlalu syok saat melihat Taeyong pingsan di hadapannya, "Bisa kah kau mengecilkan sedikit volume berbicaramu itu, Jay?" tegurnya sambil memasang wajah datar.

Sejujurnya Johnny juga khawatir melihat Adik non-biologis nya itu mendadak terjatuh.

"Ku harap dia baik-baik saja," gumam Johnny pelan sembari diikuti anggukan kecil dari Jaehyun.

Jaehyun berdehem kecil, "John—"

Johnny kembali melirik sahabatnya itu, "—aku, aku tidak tau aku tadi melihat apa saat di kamar tapi kejadian ini sukses membuat bulu kuduk ku merinding berkali-kali lipat."

Pemuda bermarga Jung itu merasa bahwa Johnny mulai tertarik dengan ceritanya, ia menarik napas pelan sebelum melanjutkan ceritanya. "Aku melihat seorang bocah laki-laki yang membawa sebuket bunga lily, wajahnya sangat familiar tapi sepertinya aku tidak mengenalnya atau aku mengenalnya tapi aku tidak tau?"

Yang lebih tua hanya mengerutkan dahinya, "Kau hanya berhalusinasi, mungkin?"

"Kenapa ucapanmu terdengar ragu?!" tanya Jaehyun bingung.

"Ya mana aku tau?" ucapan Johnny hanya dibalas dengan helaan napas oleh Jaehyun, "Aku penasaran, apa yang sebenarnya terjadi? Apa saja yang sudah mereka tutupi?"

"Tuan, apakah anda menginginkan secangkir cokelat hangat? Cuacanya terlalu dingin, di luar sana sedang hujan deras." tanya seorang pelayan yang sudah bertahun-tahun bekerja di mansion Lee kepada Taeyong.

Taeyong hanya mengangguk, "Tolong buatkan aku secangkir, Bi, terima kasih."

Jari-jari lentiknya menekan tuts piano secara acak, Taeyong sedikit bosan, dirinya paling tidak suka jika hanya berdiam diri saat sedang sakit. Ya walaupun Ayahnya mengomel tiada henti ketika melihat si Putra tunggal berkeliaran kesana kemari.

"Kan sudah Ayah bilang, kalau kau sedang sakit jangan terlalu banyak beraktivitas, badanmu akan lelah, bocah nakal."

Baru saja disebutkan, lelaki paruh baya itu muncul sambil membawa surat kabar harian dan kacamatanya. "Kenapa kau susah sekali diatur?" tanyanya.

"Ayah, aku sudah 17 tahun."

"Tapi statusmu masih anakku."

"Tapi aku sudah dewasa Ayah."

"Tapi kau masih merengek saat melihat permen kapas, Nak."

Oke, Taeyong kalah. Ia selalu kalah jika sudah berdebat dengan Ayahnya. "Jangan katakan itu aku malu."

Donghae terkekeh pelan, "Apa yang sedang kau lakukan?"

"Sedang bermain ayunan," Taeyong memutar bola matanya malas, "Ya aku sedang bermain piano, Pak Tua."

"Kau ingat tidak, waktu umurmu 7 tahun, saat hujan deras, Ibumu selalu mendongengkan cerita anak manis yang suka memetik buah apel di kebun kakek tua?"

Pemuda bersurai agak kecokelatan itu menaikkan sebelah alisnya lalu tersenyum lebar, "Aku ingat!" pekiknya.

"Saat didongengkan, bukannya tertidur tapi kau malah menyerang Ibumu dengan pertanyaan bertubi-tubi sehingga dia kewalahan ingin menjawab pertanyaanmu itu." Bibir Donghae membentuk senyuman kecil, tangannya mengusap surai Sang Anak dengan lembut.

Taeyong tertawa, "Benar-benar anak aneh."

Sedari tadi petir terus menggelegar, hujan semakin deras, hawa mansion semakin dingin, ia menyeruput secangkir cokelat panasnya. "Ibu sedang apa?"

"Ibumu masih repot mengurus nenekmu, sebentar lagi dia akan pulang."

Omong-omong, Ibunya Taeyong—Yoona—sedang berada di Belanda. Ibu mertua Donghae itu sedang sakit, berhubung Yoona adalah anak tunggal, jadi tidak ada yang merawat Ibunya disana.

"Ayah naik keatas dulu, ada yang harus Ayah kerjakan." celetuk Donghae lalu meninggalkan anaknya sendirian.

30 menit berlalu, Taeyong meluruskan kakinya di sofa ruang tamu, mulutnya mengunyah permen jelly berbentuk beruang yang ia beli kemarin lusa saat tidak sengaja berkeliling mall—yang tentunya masih dimiliki oleh keluarganya sendiri.

"Bosaaaaan," jemarinya mengotak-atik ponselnya dengan cekatan, ia mengirimkan pesan kepada Lucas, menyuruh bocah kelebihan tinggi badan itu berkunjung kerumahnya.

Ting!

Luke:
ya sebentar lagi aku akan kesana,
21:57

Taeyong tertawa jahat, akhirnya sepupunya itu mau disuruh-suruh, "Dasar."

TBC

HAI HAHAHAH HEHEHEHEH aduh maaf ceritanya ku ghosting berbulan-bulan.

Tes ombak dulu, sambil liat-liat masih yang minat sama cerita ini gak sih? Sebenernya gak ada niat mau ngelanjutin cuma ya HAHAHAHAH (tertawa jahat)

Chapter kali ini pendek dulu guys, gapunya ide soalnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 18, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

blackhell [재용]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang