Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Bulan, Haruto titip Wony disana. Semoga dia baik-baik aja.
Kenyataannya, sebuah puisi dan sajak nggak bisa ngebuat Haruto ngelepas kangen sama Wony. Puisi, sajak.. Malah ngebuat Haruto makin kangen sama dia yang ada di sana, dia yang udah jadi milik orang lain.
Haruto selalu bersyukur kalo suatu waktu, saat semuanya udah sesuai sama yang Haruto pinginin, Haruto pengen balik lagi, jemput Wony buat jadi milik Haruto.
Haruto cuma pengen bareng sama Wony aja sebelum semuanya berakhir.
Haruto menghentikan kegiatan menulisnya di buku diary yang sedari awal menyita perhatiannya.
Ia memandang sudut kamar yang rapi dan tertata tanpa tatapan minat, berkali-kali Haruto menghela nafas untuk menghilangkan perasaan bosan yang kerap kali menyerangnya dalam situasi seperti ini.
Pintu kamar terbuka secara tiba-tiba, menampilkan seorang wanita paruh baya yang menggunakan satu set pakaian kerja miliknya, hal itu menunjukkan bahwa ia langsung menghampiri Haruto tanpa mengganti pakaiannya terlebih dahulu.
Wanita tersebut mendekat ke arah Haruto dengan raut wajah khawatir, "Kamu nggak papa, Har?"
Haruto mendongak, menatap mama kandung yang selama ini merawat dirinya. Ia tersenyum tipis seolah mengatakan kondisinya yang begitu baik. "Haruto baik-baik aja, Ma."
Melihat senyuman Haruto yang merekah pun, mau tak mau wanita paruh baya tersebut membalas senyuman anak semata wayangnya itu.
Haruto seharusnya tak perlu berbohong soal kondisinya, karena bagaimanapun juga, sang mama tau akan segala hal yang ada pada Haruto.
Wanita itu mengelus surai rambut Haruto pelan, membuat anak laki-lakinya tertegun sesaat.
"Besok, Papa bakalan ke sini buat bawa Haruto pulang ke Jepang."
