Haruto menatap ke luar jendela di sebuah pesawat terbang dengan tujuan Amerika-Jepang.
Di sampingnya ada sang papa yang tengah sibuk mengangkat panggilan dari client-nya.
Haruto tersenyum lebar saat memandangi awan-awan cerah yang berbentuk seperti permen kapas—makanan favorit Wony dulu.
Tapi, semakin lama memandangi awan-awan tersebut, membuat senyuman di wajah milik Haruto menjadi pudar secara perlahan.
Yang tersisa di hatinya hanya kesesakkan yang membuatnya semakin terpuruk dalam kondisinya saat ini.
Haruto memilih untuk menggunakan headphone miliknya kemudian menyalakan lagu mellow yang selalu mengingatkannya pada masa lalu yang menyenangkan, namun masa lalu itu juga cukup menyedihkan jika diingat kembali.
Photograph 2017
Menjadi murid pindahan itu sama sekali tidak keren menurut Haruto.
Hal itu membuang-buang waktu dan membuat Haruto harus menyusul pekerjaan sekolah yang tertinggal sebelum ia mulai bersekolah di sini.
Haruto merasa bosan menatap ke depan kelas, lantaran penjelasan sang guru yang begitu bertele-tele dan membuat rasa kantuk tiba-tiba menyerangnya.
Ia pun memutuskan untuk mengalihkan perhatiannya, saat ini matanya menatap tanpa minat ke arah jendela kelas yang menampilkan pemandangan anak-anak kelas lain yang tengah sibuk mengikuti pelajaran olahraga di lapangan sekolah.
Haruto tertawa kecil saat melihat bagaimana para siswi perempuan yang begitu hebohnya bermain sepak bola disana.
'Tidak banyak bekerja, hanya menggunakan suara.'
Setidaknya itulah yang dipikiran Haruto saat melihat siswi-siswi disana sibuk berteriak pada temannya agar menggiring bola dengan baik, serta meng-opernya ke arah mereka.
Lucu, batin Haruto yang masih sibuk memperhatikan interaksi mereka.
Rasanya memperhatian siswa lain yang tengah belajar itu lebih baik ketimbang memperhatikan guru yang tengah membicarakan hal bertele-tele di hadapannya.
"FUCK—MELESET!"
PRANK!!
"Haruto!!"
Haruto tertegun saat pecahan kaca mengenai wajahnya, awalnya ia tak menyadari bahwa bola yang dipakai orang-orang itu mengarah kepadanya.
Haruto menyentuh pipinya yang berdarah karena pecahan kaca yang mengenai dirinya.
"Haruto, nggak papa?" tanya sang guru yang entah sejak kapan telah berada di samping Haruto.
Haruto menganggukkan kepalanya, "Cuma luka kecil."
Dari ujung pintu sana, terdengar suara yang cukup gaduh.
Rupanya suara tersebut berasal dari siswi-siswi perempuan yang tadi bermain bola di lapangan sekolah.Mereka mengintip penuh keingin-tahuan, detik berikutnya mereka serentak berteriak histeris begitu mengetahui ada seseorang yang menjadi korban karena kecerobohan mereka bermain bola.
Sang guru pun sontak mengusir mereka dari kelasnya, kemudian memarahi mereka di luar kelas.
"Heh, lo mau gue temenin ke UKS?" tawar seorang laki-laki yang duduk tepat di depan Haruto.
Haruto yang mendengar itu hanya mengangguk setuju, "Makasih," ucapnya sebelum kedua laki-laki itu berangkat menuju Unit Kesehatan Sekolah.
.
.Laki-laki yang belum Haruto ketahui namanya itu mengambil sebuah kotak P3K, kemudian mengambil sebuah mangkuk kaca yang sudah diberi air hangat.
Ia meneteskan beberapa tetes alkohol agar luka milik Haruto tidak terinfeksi.
"Lo bisa bersihin sendiri?" tanya laki-laki tersebut sembari menyodorkan mangkuk kaca dan sebuah handuk berwarna putih bersih.
Haruto menganggukkan kepalanya, kemudian menerima kedua benda yang diberikan oleh laki-laki tersebut.
"Iya."Laki-laki itu tersenyum kemudian mengeluarkan kapas, betadine, dan juga plester dari kotak P3K.
"Nanti kalo udah dibersihin. Tinggal ditutup aja, lagian lukanya nggak parah banget kok."
Haruto lagi-lagi hanya menganggukkan kepalanya.
Lima menit kemudian, Haruto telah menyelesaikan aktivitas membersihkan luka di pipinya tersebut.
Laki-laki di sebelahnya tersadar, kemudian beranjak mulai mendekat ke arah Haruto.
"Biar gue aja yang ngobatinnya.""Nggak usah, ngerepotin nanti," balas Haruto dengan ekspresi sungkan.
"Nggak papa, kalem aja." Laki-laki itu tetap bersikeras untuk membantu Haruto.
Dengan telaten ia mulai mengobati luka yang berada di pipi Haruto.
Setelah beberapa saat, akhirnya kegiatan tersebut berakhir.
Haruto tak ada henti-hentinya untuk mengucapkan kata 'terima kasih.' terhadap laki-laki baik yang mau membantunya tersebut.
"Haha, santai aja kali. Sama gue mah nggak usah ambil pusing," ucap laki-laki tersebut sembari tertawa puas.
Haruto tersenyum kecil, "Maaf. Haruto pendiem banget ya? Jadi nggak enakan."
"Nggak papa. Keliatannya lo juga belum lancar bahasa Koreanya kan?"
Haruto menganggukkan kepalanya, kemudian ia teringat sesuatu "Oh ya. Nama kamu siapa?"
Laki-laki tersebut tersenyum lebar, memamerkan barisan gigi-giginya yang rapi.
"Kim Junkyu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mini Story; FAREWELL | Haruto
Novela Juvenil"Haruto cuma nggak mau kalo selalu jadi penghalang, tapi Haruto juga nggak mau kehilangan Wony?" - Watanabe Haruto.