"Ketika harapan menjadi kenyataan. Apalagi yang dibutuhkan?"
"Lo yang namanya Shagita? Gue, Samudera."
Sudah lama Shagita memimpikan momen seperti ini dan sudah lama pula cewek itu memikirkan respon yang pas seperti tersenyum cerita sambil menjabat tangannya lama-lama atau tersenyum simpul berlagak sok cool atau apapun itu selain membatu.
"Halo?" Samudera menjentikkan jarinya di depan wajah Shagita. Dengan begitu, jiwa Shagita perlahan kembali meski tidak langsung sepenuhnya.
"Y-ya," jawab Shagita seadanya.
Samudera tersenyum. Jenis senyum yang membuat lutut lemah.
"Yang juara umum, benar?"
"Y-ya," jawab Shagita tanpa berkedip. Terlalu terpesona dengan pahatan hidup di depannya.
"Lo udah dikasih tau buat ikut olimpiade kimia?"
"O-olimpiade?" Entah kenapa Shagita malah menatap Angga seolah dengan begitu dia bisa mendapatkan jawaban. Angga yang tadi sedang fokus makan menoleh pelan lalu mengangkat bahu acuh.
"B-belum."
"Jadi, Pak Indra meminta tiga orang perwakilan buat olimpiade nanti. Yang ikut gue, Brian dan lo."
"G-gue?" Shagita menunjuk dirinya sendiri. Kemudian dia merutuki dirinya, kenapa dia harus segugup ini? Hanya membuatnya terlihat bodoh saja.
Lagi. Cowok dengan rambut yang disisir rapi itu tersenyum.
"Iya. Katanya mulai besok kita bakal bimbingan. Masih lama, sih, buat bulan Mei tapi kalau latihan dari sekarang hasilnya pasti lebih maksimal, kan?"
"I-iya iya." Shagita meremas ujung roknya, tangannya berkeringat dingin, dan … tidak lucu kalau sekarang wajahnya pucat.
"Lo sakit? Wajah lo pucat," ucap Samudera membuat Shagita ingin mengubur dirinya hidup-hidup.
"Eh? Nggak, kok, nggak!"
Lagi-lagi Samudera menarik kedua sudut bibirnya membentuk seulas senyum yang sangat menawan. Ini, salah satu yang Shagita sukai dari sosok Samudera. Dia terlihat ramah dan baik hati. Tidak seperti cowok di sampingnya, Angga. Galak, ketus, jarang senyum, pelit bicara. Terkadang sekalinya bicara banyak, Shagita selalu merasa dilempari segenggam bubuk lada.
Di sisi lain, Samudera merogoh sakunya lalu mengeluarkan ponselnya. Cowok yang notabenenya ketua OSIS itu kemudian memberikannya pada Shagita.
"Ini nomor gue. Kalau ada apa-apa lo bisa langsung hubungi gue."
"N-nomor lo?" teriak Shagita tanpa sadar. Maksudnya, nomor seorang Samudera Tenggara itu sangat susah di dapat. Meski ramah, dia cukup tertutup untuk hal-hal pribadi. Kata orang, hanya guru, teman sekelas dan anggota OSIS yang punya nomornya. Di luar itu, skip! Dan sekarang ecek-ecek seperti Shagita mendapatkan nomor Samudera dengan cuma-cuma? Shagita terharu sampai ingin menyanyikan himne Pramuka.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOPE [Terbit]
Teen FictionSUDAH TERBIT! SEBAGIAN PART SUDAH DIHAPUS!! PEMESANAN BISA DILAKUKAN VIA SHOPEE ATAU DM KE INSTAGRAM @saskiafnrr . . . Siapa, sih, yang tidak mau masa SMA-nya diwarnai dengan kisah cinta ala-ala novel remaja? Shagita Kayla, 17 tahun. Seorang jomblo...