HOPE | 8

91 18 2
                                    

Story by: saskiafadillaaa

Happy Reading✨

***

"Lewat hangatnya genggaman tangan yang terasa aman dan nyaman. Saat itu aku yakin, kalau ini bukan sekedar khayalan."

Tidak hanya Shagita, mungkin sebagian besar orang yang suka membaca buku fiksi pernah atau selalu mengharapkan jalan ceritanya bisa semanis dan seindah itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidak hanya Shagita, mungkin sebagian besar orang yang suka membaca buku fiksi pernah atau selalu mengharapkan jalan ceritanya bisa semanis dan seindah itu. Apakah dengan--setidaknya--berharap Shagita telah melakukan kesalahan yang besar? Kenapa Angga begitu sensitif? Shagita pun begitu. Setelah cowok jangkung itu pergi dia terisak sendiri.

Air matanya hilang dalam sekali usap. Shagita bukan cewek lemah. Tapi pengecualian untuk hari ini karena bukan hanya hatinya yang terluka, harga dirinya juga. Apakah dia begitu bergantung pada Angga? Bukannya Angga juga memanfaatkan keberadaannya untuk mengusir cewek-cewek yang katanya selalu mengganggunya?

Shagita mendengkus. Fine! Mulai sekarang dia tidak akan bergantung pada Angga. Dia akan mengurus dirinya sendiri, melakukan segalanya seorang diri termasuk pulang malam ini.

Uang dari Angga? Cih. Angga pikir kondisi Shagita sangat menyedihkan? Tidak lama setelah Angga pergi dan setelah isak tangisnya berhenti dia langsung membuang uang itu.

Begitu langkah Shagita sudah sampai di luar kafe, dia menatap langit-langit dan jalanan malam yang terang oleh lampu. Karena ini malam minggu, jalanan masih ramai tapi tetap saja Shagita merasa dirinya sendirian. Asing di tengah keramaian.

Shagita menghela napas. "Ok, semuanya bakal baik-baik aja. Lo jangan takut, Shagita."

Meski banyak kali dia meyakinkan dirinya sendiri, ketakutan itu tidak bisa dihindari. Tangannya refleks mencengkeram kuat tali tas dengan ujung-ujung jari yang mulai gemetar, jika disentuh niscaya akan terasa dingin, sedingin angin malam ini. Shagita membasahi tenggorokannya susah payah. Jantungnya berdegup tidak karuan. 

Perlahan dan menakutkan. Bayangan itu kembali datang tanpa diundang.

Wajah Shagita sudah pasti sangat pucat. Dia semakin kuat mencengkram tali tasnya.

"Shagita, besok malam ikut bersamaku."

"Kemana?"

"Suatu tempat yang indah."

Shagita menggeleng cepat. Bayangan itu terus mendesak. Kini napasnya tercekat. Dan dadanya terasa sesak.

"Selamat menikmati malam yang indah, Shagita."

"Shagita?"

"AAAAA!"

Shagita menutup telinganya dan jatuh terduduk. Rasanya dia tidak kuat berdiri menopang tubuhnya sendiri. Kakinya gemetar bukan main. Bukan hanya kakinya saja, melainkan sekujur tubuhnya. 

HOPE [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang