HOPE | 14

71 10 0
                                    

"Katanya, definisi kebahagiaan seseorang itu relatif sangat sederhana. Namun untuk mencapainya tidak pernah sesederhana definisinya."

Shagita menelungkupkan kepalanya di antara lipatan tangan yang menyilang di atas meja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Shagita menelungkupkan kepalanya di antara lipatan tangan yang menyilang di atas meja. Istirahat kedua dia memutuskan untuk mampir ke perpustakaan. Bukan untuk membaca buku seperti biasanya melainkan untuk merenung.

Novel "HOPE" dia simpan di hadapannya. Pikirannya bercabang kemana-mana. Namun, ada satu cabang yang lebih besar, lebih mendominasi dari cabang lainnya. Samudera, satu nama itu terlintas di benaknya untuk kesekian kalinya.

Shagita masih ingat betul pertemuan pertamanya dengan Samudera saat awal masuk sekolah. Mereka bertemu di tempat ini, di perpustakaan. Saat itu Shagita sedang membawa bertumpuk-tumpuk buku untuk dikembalikan. Bukunya sangat banyak sampai menutupi pandangannya. Seperti adegan dalam novel percintaan atau drama, Shagita menabrak Samudera.

"Maaf. Gue buru-buru," ucap Samudera sambil membantu mengambil buku yang berserakan di lantai.

Shagita kesal saat itu. Dia hampir saja memaki orang yang menabraknya seandainya dia tidak menemukan manik indah itu, wajah dan senyumnya yang ramah, yang mampu membungkam mulut mercon Shagita untuk mengomel.

"Ng-nggak apa-apa. Makasih."

Shagita hendak mengambil beberapa buku dari tangan Samudera namun cowok itu menahan tangannya. Kemudian, Samudera mengambil beberapa buku yang semula Shagita dekap.

"Eh, ngapain?" Shagita mengerutkan keningnya.

"Berat, kan? Gue bantu ya."

Samudera berlalu setelah melemparkan satu senyumnya. Dia meninggalkan Shagita dengan jantungnya yang berdetak tidak keruan seolah dia baru saja melakukan senam aerobik. Pipi Shagita terasa panas juga. Senyum lebar tidak bisa dia tahan lagi. Tanpa memerlukan banyak waktu, Shagita menyukainya.

Segala hal tentang Samudera, Shagita menyukainya. Dari pertemuan pertama sampai sekarang Shagita selalu memperhatikan Samudera. Dia sangat baik. Dia juga berjiwa pemimpin. Shagita tidak banyak berpikir saat dulu tahu kalau Samudera menjadi kandidat ketua OSIS. Shagita senang memperhatikan Samudera yang sedang memberikan orasi. Pembawaannya yang tenang namun tegas membuat Shagita menganga dan tidak bisa berkata-kata.

Intinya, Samudera adalah cinta pertama Shagita. Hari-hari setelah mengenal Samudera menjadi lebih berwarna. Jujur saja, Shagita tidak bisa menemukan kebahagiaan sejatinya setelah kedua orang tuanya meninggal. Dia juga menjadi sulit mempercayai seseorang. Orang yang paling dekat dengannya hanyalah Angga namun, tahu sendiri 'kan sifat Angga? Hanya membuat Shagita gerah dan kesal meski sebenarnya dia baik.

Hanya dengan melihat Samudera, Shagita bahagia. Ketika dia lelah bekerja atau lelah usai belajar sampai larut, Shagita membuka sosial media dan melihat foto Samudera. Dia seperti obat penyemangat bagi Shagita. Semua lelah, semua bebannya, seolah menguap begitu saja hanya karena melihat wajahnya. 

HOPE [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang