Chapter 01

21 4 3
                                    

Alhamdulillah, first chapter has been outed..
Happy Reading 💜

Seperti mentari yang menampakkan kembali pesonanya bersama sambutan hangat bunga-bunga yang bermekaran setelah bangun dari tidur panjangnya

Sebuah momen indah kala musim dingin nan panjang telah usai membekukan mereka semua dan tentunya menjadi momen yang kehadirannya ditunggu insan di bumi

Mungkin seperti itulah perasaan Haura saat ini, perasaan yang sedikit tidaknya ia harap dapat menghapus perlahan kepingan-kepingan trauma di masa lalu

Hope it

*
*

Aku suka, benar-benar suka saat kembali lagi dan lagi melihat ruang kerjanya. Saat menyentuh apa saja yang ada di dalam ruangan tersebut yang tadinya aku pikir sebuah galeri seni milik pribadi, sebab dipenuhi oleh prototype khas rangka bangunan, sketsa drainase kota yang unik dengan penampang buatan yang dikontruksikan khusus kebutuhan pemetaan aliran air yang Haura tahu sesuai dengan kondisi kota tinggalnya serta taman-taman kota yang sebagian telah berwujud nyata' tersusun rapi di etalase kaca berbentuk kubus berukuran 1×1 meter saling berjejer, menempel di dinding, memenuhi sebagian besar ruangan estetik di rumah ini.

Dulunya. Jauh disana. Galeri inilah yang menjadi tempat merindu, saat Bunda pulang larut malam selepas pekerjaannya dan kala diriku telah terlarut menyusuri rangkaian cerita indah yang terkonsep alami dalam lautan yang disebut mimpi dan berangkat kembali keesokan harinya saat diriku juga masih terlelap dalam tidur. Ingin sekali rasanya menyapa kepulangannya, namun Bibi pengasuh selalu melarang.

Bibi hampir setiap hari tanpa lelahnya mengatakan ujaran yang sama. Beliau berujar dengan khas intonasi lembutnya yang membuat siapa saja yang mendengarnya akan merasa bukan seperti ujaran yang menakutkan, justru mirip dongeng pengantar tidur yang tengah dibacakan. Katanya "Bunda pulang larut malam, jadi Haura kecil tidak boleh menunggu yaa. Haura tidak boleh bergadang, karena jika begitu, hantu akan menganggu. Sebab hantu suka mengganggu anak kecil yang tidak tidur pada malam yang telah larut. Haura mau jadi santapannya Hantu ?"

Sejujurnya Haura yang saat itu sudah menginjak umur 8 tahun tidak begitu mempercayai kata-kata Bibi pengasuh yang sebenarnya ia tahu itu hanya alibi untuk menakut-nakuti agar dirinya segera tidur. Mengapa ?Sebab Ayah dahulu pernah mengatakan sekaligus menjadi pesan yang tidak boleh dilupakan. Kalau tidak salah kira-kira rasanya sudah tiga kali Ayah mengatakannya. "Jika kita hamba-Nya selalu mengingat Tuhan Sang Pencipta setiap waktu' maka tidak ada satu makhluk pun berani mengganggu, jadi Haura harus selalu mengingatnya ". Oke catat. Sekarangpun Haura mengingatnya dalam Do'a yang tak pernah terhenti.

Semoga Ayah yang bekerja diluar kota dan Bunda yang sekarang sedang meng-handle banyak project selalu diberikan kesehatan dan keamanan.

Bunda tidak sepenuhnya meninggalkan tanggung jawab. Mengasuh dan mendidik anak-anaknya. Bersama seluruh kebutuhan yang terpenuhi dengan baik, Bunda juga memperkerjakan dua orang perempuan paruh baya yang sering aku panggil Mbok Ipeh dan Bi Yani. Mbok yang khusus menangani pekerjaan rumah dan Bibi yang khusus mengurus semua kebutuhanku. Terkadang bukan hanya kebutuhan harian seperti menyiapkan pakaian, menjaga waktu makan dan menemani sewaktu belajar. Bibi juga mengajari diriku membaca kitab suci. Ralat, waktu itu diriku masih berada ditahap Iqro tingkat akhir. Beliau mengajariku dengan penuh kelembutan.

Dua orang yang benar-benar telaten. Profesional. Bekerja bukan hanya karena tanggung jawab untuk pekerjaan, namun perlakuan seolah tengah seperti mengurus putri atau ponakan mereka sendiri. Begitu tulus. Selalu punya sejuta cara mengolah persepsi Haura agar tidak merasa kehilangan kasih sayang dari orang tua sendiri. Itulah, bagi Haura mereka bukan seorang pekerja yang dipekerjakan Bunda. Melainkan Bibi kandung yang datang entah dari garis darah keturunan mana dan tulus mengasuh gadis kecil yang begitu polos, belum mengerti persoalan dunia.

HARBINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang