Melewati tahun tahun melelahkan

9 5 2
                                    


Satu tahun tak terasa terlewatkan. Segala hal selesai tertuntaskan, iya, syukur pada-Nya tak terukur. Tahun tahun yang benar mendewasakan, walaupun benar juga bila dikatakan melelahkan.

Hari ini aku sedang mengenang. Satu tahun yang lalu, saat semua masih utuh, masih bedampingan, namun luar biasa menguras energi,waktu, dan pikiran. Rundungan masalah yang bertubi tubi, hadir ditengah tengahku. Dan, saat itu sungguh aku tak berdaya, selain menangisi semuanya.

Kekecewaan, kebohongan, pengkhianatan, cibiran, bahkan hinaan, pernah aku rasakan. Dan jujur, aku kenyang dengan itu semua. Menutup mata dan telinga, seumpamanya dari pagi hingga sore hari .

Tapi, tak lupa ada juga segudang bahagia yang pernah aku rasa, yang membuat aku rindu sekaligus luka ketika mengenangnya.

Tetap, waktu berjalan jauh melangkah menjauhi sekumpulan atau sekelumit kisah yang pernah terjadi satu tahun belakangan. Tahun tahun penuh lelah.

Air mata yang tak pernah mengering, begitupun dengan canda tawa bahagia yang tak pernah menjadi sunyi. Keduanya datang silih berganti dalam waktu yang sama, yang membuat aku begitu mengerti, bahwa hidup ini sempurna.

Mata yang tak pernah bosan melihat setiap tingkah laku orang orang yang menyakitkan, telinga yang tak pernah jemu mendengarkan semua omong kosong yang mungkin menjadi fitnah yang menjadi2. Itu semua yang juga menjadikan aku lebih kuat hari ini.

Kunci dari bisa melewati semua itu adalah bersikap bodo amat dan tidak peduli. Walau, iya tak menampik bahwa rasanya sakit, sakit sekali. Dunia tak boleh tau duka yang menimpaku sedalam apapun. Didepan semuanya, aku selalu nampak baik baik saja.

Tak peduli pada mereka yang berusaha mengambil milik kita. Tetap baik pada mereka yang menyimpan secuil dengki pada kita, tetap sabar dan tetap mencintai mereka yang tak mencintai kita adalah suatu hal yang tidak mudah. Namun, ketenangan terasa bila kita melakukan itu semua, dibanding kita kembali membalas perbutan mereka.

Ada hal yang aku sadari, semua itu terjadi hanya dengan satu hal. Tak akan ada keburukan, tanpa didasari hati yang kotor dan hati yang kotor biasanya diawali atau didasari oleh hati yang sakit. Dan munmgkin saja, perlakuan mereka waktu itu adalah timbal balik yang mereka berikan dari apa yang pernah aku perbuat pada mereka, entah prilaku dariku yang pernah tak baik, atau ucapan yang menyinggung. Dan aku menyadari itu semua.

Kini, aku menjalani hidup yang sesungguhnya. Aku merasakan kebahagiaan, kenikmatan, ketentraman dalam hidup ini, saat aku mampu menerima hal hal yang pernah membuatku sakit, menerima mereka yang pikirannya tak pernah sejalan denganku, juga melepaskan segala hal yang menjadi beban, semisal kesalahan orang lain sembari sepenuhnya memberikan maaf.

Aku tak berbicara aku hebat waktu itu, aku hanya mengapresiasi diri dengan senyuman termanis yang hanya aku nikmati sendiri diawal pagi, agar langkahku mudah menjalani hari. Meskipun sejujurnya, mata ini selalu menolak berpapasan dengan mereka yang menitip duka.

Iya, menghidar bukanlah jalan yang baik. Yang harus kita lakukan adalah hadapi. Aku berusaha jadi raja hutan bagi diriku sendiri, meskipun aku memiliki banyak kawan. Kupendam semua rasa sendirian. Tak kuasa bila harus meraung raung berbicara kesana kemari agar mereka mendengarkan, lantas merasakan sakit yang sama denganku. Tidak, nampaknya hidup tak boleh seegois dan sejahat itu.

Ingin sekali aku berkumpul dengan orang orang yang pernah menjadi bagian dari panjangnya perjalanan hidup ini. Terlepas mereka menitip suka ataupun duka. Aku hanya ingin mentap wajah mereka satu persatu, memberikan senyum terindahku yang sering aku nikmati sendiri dikala pagi, dan berkata 'terimakasih' untuk segala hal yang pernah terjadi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 20, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Walk & PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang