Warning : Slighty NSFW, mentions of Rachel, penuh kegilaan.
Accidentally collab with Mbak Lucy.
+-+-+ go!
"Khun, apa kau melihat dimana Rachel?"
"Tidak, kenapa?"
"Dia tidak bisa dihubungi sejak tadi malam..."
Khun menatap Bam dengan malas. "Mungkin dia sedang sibuk?"
Bam diam saja, terlihat sedih dan terus melihat kearah ponselnya.
Khun pun akhirnya berdiri. Menarik lengan Bam, dia berkata.
"Tenanglah. Dia pasti akan menghubungimu nanti. Sekarang, aku akan mengajakmu makan bakso. Aku membuat banyak di rumah, bagaimana?"
Mendengar kata bakso, Bam menjadi lapar. Dia tersenyum, "Baiklah.." Dia kemudiam mengikuti langkah Khun menuju rumah pemuda itu.
Mereka sampai di rumah Khun dan mereka berjalan ke dapur. Wangi bakso menguar dari sebuah panci besar di sana.
Khun kemudian menyiapkan semangkuk untuknya dan menyuruhnya duduk.
"Cobalah."
Melihat bakso yang ukurannya sangat besar, Bam takjub. Apalagi bakso itu benar-benar daging dan sedikit tepung. Dia pun kemudian menyantapnya.
Itu sangat enak. Tidak pernah dia makan bakso yang seenak itu.
Dia pun menghabiskannya.
"Ini sangat enak! Dan kau membuatnya dengan banyak daging! Kapan kau membeli--"
Bam terhenti saat melihat Khun membuka kulkas. Di dalamnya, ada sesuatu yang membuat sekujur tubuhnya seketika lumpuh dan isi perutnya bergolak untuk segera dikeluarkan.
Itu kepala Rachel.
Dan Khun menatapnya dengan tatapan tajam juga seringai yang mengerikan, sedangkan tangannya memegang pisau tajam. Menutup pintu kulkas, Khun berjalan ke arah Bam. Setiap langkahnya bergema mengerikan.
Bam mundur, melupakan dirinya sedang duduk di atas kursi. Suara kursi yang jatuh dan tubuhnya berderak di atas lantai. Dengan wajah pucat dan tubuh bergetar hebat dia mundur, mundur, dan berlari. Teringat olehnya kepala Rachel di dalam kulkas. Wajahnya pucat pasi, dengan satu mata terbelalak sedangkan mata yang lain telah digali keluar dari rongganya, pipinya penuh goresan, dan sebagian rambutnya botak. Dan sisa tubuhnya yang diolah telah masuk ke perutnya.
Mengingat itu semua membuatnya mual dan muntah. Perutnya sakit, lehernya sakit, dan dia pusing.
Khun menjegalnya, membuat tubuhnya terguling dengan kasar dan tak sengaja membentur kepalanya pada ujung lemari. Ketika dia ingin bangkit, kepalanya sekali lagi terbentur ke lemari, tentu saja kali ini karena tendangan Khun.
Sebuah pisau kemudian menancap di sisi kepalanya, melukai telinga dan menusuk pada lemari di belakangnya. Membuatnya memekik ngeri. Wajah Khun berada tepat di depan wajahnya, hidung mereka bersentuhan. Pemuda itu tertawa nyaring.
"Enak bukan? Ra-sa Ra-chel-mu."
"K-k-khun..."
"Aku membuatnya dengan segenap hatiku, hanya untukmu."
"Ke-kenapa kau me-laku-kan hal ini? Ke-kenapa kau membunuh Rachel?" Bam bertanya terbata-bata, air mata sudah meleleh di pipinya.
Mata Khun berkilau kesal, dia menggebrak lemari, membuat Bam melonjak kaget.
"RACHEL. RACHEL. RACHEL. RACHEL. JANGAN SEBUT NAMA JALANG ITU!"
Bam terkesiap saat Khun memagut bibirnya dengan lapar. Gigi-gigi Khun menggigit bibirnya dengan keras, lidah mencoba menerobos masuk lewat belahan bibir Bam yang mengatup. Tak bisa menerobosnya, dia menatap mata Bam dengan kesal. Dia melepas ciuman mereka, memegang kedua pipi Bam hingga membuatnya bibirnya maju dan terlihat jelek.