ENAM BELAS

307 70 0
                                    

Udara sejuk khas pantai membuat Riana memejamkan matanya. Menikmati udara segar. Ia kembali ke pantai tapi pantai yang berbeda dengan orang yang berbeda pula. Riana tersenyum dan menginjak pasir pantai yang bersentuhan dengan telapak kakinya. Untuk pertama kalinya, Riana dapat merasakan pasir pantai.

Saat dengan Ralex waktu itu, Riana tidak dapat membuka sepatunya karena memakai sepatu sekolah. Sekarang ia bisa merasakan pasir pantai yang selama ini hanya ia lihat di televisi. Dari kejauhan Kevin memperhatikan adiknya dengan seksama lalu ia tersenyum kecil. Untuk pertama kalinya Riana pergi ke pantai dan ialah yang mengajaknya. Tentu saja Kevin senang akan hal itu.

Memang agak aneh anak orang kaya seperti Riana tidak pernah pergi ke pantai. Sejak Riana masih kecil, gadis itu hanya pergi ke taman hiburan atau taman bunga, kebun binatang dan gunung. Orang tua mereka memang tidak pernah mengajak Riana sekalipun ke pantai. Itu karena terjadi sesuatu sebelum Riana lahir dan mamanya trauma akan hal itu. Mungkin di keluarga mereka hanya Riana yang tidak pernah ke pantai.

Memikirkannya membuat Kevin tidak tega. Adiknya terlihat sangat bahagia dan Kevin ikut bahagia melihat adik kesayangannya. Kevin mendekati Riana yang sedang berjalan di atas pasir.

"Apa kau senang?" Riana menoleh dan mengangguk.

"Tentu saja kak, baru pertama kalinya aku menginjak pasir tapi telapak kakiku agak gatal," adu Riana.

Kevin tertawa pelan, "biar kakak gendong, mau?"

Adiknya tampak berpikir sebelum menjawab, "tidak perlu kak, aku masih ingin merasakan pasir pantai."

Riana kembali berjalan meninggalkan kakaknya sendiri. Kevin mengambil ponselnya dan merekam kegiatan Riana lalu memasukkan Ke story Instagram nya. Lalu kembali menyimpan ponselnya ke dalam saku celananya.

Semilir angin pantai tampak menyejukkan sekaligus dingin. Apalagi cuaca sedang mendung, membuat Riana tampak kedinginannya. Ia memegang topi pantainya agar tidak terbang kemana-mana.

Tiba-tiba ada yang tersampir di bahunya dan ternyata itu jas kakaknya. Kevin tersenyum lembut.

"Pakai nanti kau kedinginan," kata Kevin. Kakaknya itu beralih menggandeng tangannya menyusuri pinggiran pantai.

Sebagai seorang kakak, Kevin merasa sangat senang dapat mengajak adiknya berpergian. Hanya saja pekerjaan dan jadwal yang padat membuat Kevin tidak dapat mengajak adiknya. Ia membangun bisnis sendiri dari nol. Kevin tidak mengandalkan harta keluarga untuk mempermudah masa depannya. Ia memilih membangun bisnis sendiri. Karena itulah Kevin jarang bertemu dengan keluarganya. Ia terlalu sibuk membangun bisnis dimana-mana.

"Apa kau lapar?" Tanya Kevin pada Riana. Gadis itu mengangkat kepalanya untuk membalas tatapan Kevin.

"Belum," jawab Riana. Ia memang masih belum merasakan lapar. Walaupun sebenarnya Riana sudah tidak sabar mencicipi menu laut.

Kevin mengangguk dan kembali menggandeng tangan adiknya melewati pinggiran pantai. Angin pantai membuat Riana menggigil. Ia merapatkan jas kakaknya untuk menghalau kedinginan.

"Kakak tidak kedinginan?" Tanya Riana penasaran sebab Kevin hanya memakai kemeja saja. Kevin menggeleng.

"Tidak, hanya saja aku lapar. Kita makan dulu ya."

Riana membiarkan Kevin mengajaknya pada salah satu restoran dekat dengan pantai. Restoran ini tidak seperti restoran tempat Riana makan dengan Ralex waktu itu. Tempat ini lebih bersih dan rapi. Kevin memanggil pelayan dan memesan makanan.

"Kakak tidak bertanya padaku?" Riana menatap Kevin penasaran karena kakaknya itu sama sekali tidak bertanya apa pesanan Riana.

"Kakak yakin apapun yang akan kakak pesan pasti itu yang terbaik," Kevin tersenyum. "Tenang saja kau tidak akan menyesal."

Akhirnya Riana hanya mengangguk. Terserah saja sih menurutnya. Karena Riana yakin menu laut adalah makanan yang enak. Riana memperhatikan sekelilingnya, tempat ini lumayan ramai tidak seperti rumah makan yang dikunjungi Riana dan Ralex waktu itu. Mungkin karena tempatnya yang kumuh.
🌺🌺🌺

Sore hari Riana dan Kevin sampai di rumah setelah menghabiskan waktu di pantai. Sebenarnya Riana belum mau pulang saat itu tapi karena kesibukan Kevin membuat Riana harus mengalah. Selalu saja kakaknya itu sibuk. Riana sampai kesal, ia sangat menyayangkan kenapa Kevin tidak meneruskan perusahaan keluarga saja. Bukan Riana tidak senang kalau Kevin sukses dengan hasil jerih payahnya sendiri. Hanya saja Kevin selalu sibuk bahkan terkadang tidak memiliki waktu luang untuk kumpul keluarga.

Kevin merapikan pakaiannya dan mengangkat kopernya. Riana memperhatikan itu semua dan mendengus. Melihat Riana membuang muka, Kevin mengelus rambut adiknya.

"Maafkan kakak ya." Kevin menghela nafas ketika tidak dapat tanggapan dari Riana. Pria itu menatap papa dan mamanya.

"Kevin pergi dulu pa, ma." Kevin memeluk kedua orang tuanya. Lalu memeluk adik perempuannya Clasie.

"Kakak pergi."

Clasie hanya mengangguk dan melambaikan tangan. "Jangan lupa pulang."

Kevin mengangguk dan masuk kedalam mobil yang di bukakan sopir untuknya. Kevin sempat melihat pada Riana yang menatapnya sedih sebelum ia masuk ke dalam mobil. Pria itu melambai pada keluarganya yang dibalas lambaian balik dari mereka kecuali Riana yang memilih masuk ke dalam rumah. Kevin tersenyum sedih melihat itu. Ingin sekali Kevin mengajak adik kesayangannya itu ke berbagai tempat yang mungkin belum pernah dikunjunginya. Tapi pekerjaannya mengharuskan untuk cepat kembali ke luar negeri.

Sebenarnya Riana masih melihat kepergian kakak lelakinya dari jendela. Ia menatap perginya mobil yang ditumpangi kakaknya itu lalu menghapus air matanya. Ia masih sangat merindukan kehadiran kakaknya itu hanya saja pria itu terlalu sibuk.

Seseorang menepuk pundak Riana yang ternyata adalah Clasie. "Sudahlah tidak perlu menangis, dia pasti akan pulang di hari pernikahanmu."

Riana melotot, "aku belum akan menikah."

Clasie mengangkat bahunya, "siapa tahu tunanganmu sudah tidak sabar, apalagi dengan umurnya yang sekarang sudah mengharuskan untuk menikah."

"Diam Clasie!"

"Hey aku kakakmu," protes Clasie. Riana mengangkat bahunya mengikuti gaya Clasie.

"Apa peduliku," cibir Riana.

"Tapi ngomong-ngomong tunanganmu itu, siapa namanya? Tidak pernah mengunjungimu lagi ya, jangan-jangan..."

Sebelum Clasie sempat menyelesaikan perkataannya, Riana keburu kabur dari hadapan Clasie. Ia tidak ingin mengingat masalah itu sekarang. Ia tiba-tiba mengingat lagi kebenciannya terhadap Ailen. Riana mengatur nafasnya yang memburu. Hari ini ia sangat sedih karena Kevin memilih pekerjaannya dibandingkan disini bersama adiknya.

"Riana aku belum selesai berbicara."

Riana tidak mempedulikan Clasie apalagi saat gadis itu menertawakannya. Membuat emosi Riana sampai ke ubun-ubun. Ia membanting pintu kamarnya dan bersandar. Untuk sesat ia mengatur nafasnya dan  mengambil ponselnya lalu berbaring di ranjang. Gadis itu membuka WA dan mengerutkan keningnya ketika nomor tidak di kenal mengiriminya foto kebersamaan Ailen dan Ralex. Riana melihat foto profil nomor asing itu. Hanya foto tangan yang buram, Riana memperhatikannya dengan seksama. Dia yakin itu foto tangan seorang wanita yang sengaja diburamkan.

Riana kembali melihat foto yang dikirim nomor asing itu. Riana yakin itu bukan foto editan. Itu nyata. Ralex menatap Ailen dan memegang kedua tangan gadis itu dengan posisi mereka yang berhadapan. Kecemburuan merasuki Riana, gadis itu meremas ponselnya dan mengutuki Ailen dalam hatinya.

TBC.

Riana & RalexTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang