4 || Kesalahan

21 5 0
                                    

happy reading!!

***

"Terbiasa selalu hadir dalam hidup, akan berat untuk dilepas begitu saja. Kala takdir tak sejalan dengan apa yang diinginkan dan merenggut semuanya dengan paksa."

***


"Kenapa? Kenapa gue bakal dipanggil?"

"Lo dalam bahaya karena hasil wawancara kemarin ...."

Rain sama cemasnya seperti Amartha. Padahal hari masih pagi, tapi dirinya sudah mendapat masalah. Bagus! Sepertinya hari ini akan jadi hari tersial untuknya.

"Kenapa sama hasil wawancaranya?"

Amartha masih bungkam. Ia takut kalau Rain mengetahuinya. Sebenarnya bukan takut, tapi lebih ke khawatir. Ia khawatir dengan perasaan sahabatnya itu tapi tak ada gunanya juga jika ia menyembunyikannya karena berapa lamapun ia menutupinya pasti akhirnya Rain harus mengetahui hal ini.

"Tha? Kenapa? Hasil wawancaranya ditolak Bu Dina?" Rain menggoyangkan bahu Amartha.

Amartha menggeleng pelan. Duh! Gimana cara ngasih taunya, ya? Batin Amartha.

"itu ... eum ...."

Amartha menghela napas gusar. Mulutnya mulai terbuka. Namun, tak kunjung satu kata pun  yang keluar dari mulut Amartha hingga sebuah suara berat khas lelaki yang sampai pada indera pendengarannya.

"Kalian udah pada tahu?"

Rain yang menunggu jawaban Amartha menoleh bersamaan dengan dia.

Levi yang baru datang berlari ke arah mereka dengan sebuah ponsel yang ia genggam. Ia melihat Rain yang masih dengan wajah tenang jadi terheran sendiri.

"Rain belum tau. Ini gue baru mau ngasih tau," ucap Amartha pada Levi lalu ia mendekat pada Levi kemudian berbisik. "gue gak tega ngasih taunya. Lo aja, ya?"

Levi mendelik, "Euh, lo mah. Gimana sih?! Ini berita penting." Amartha cemberut. Sedetik kemudian nyegir.

Pandangan Levi beralih pada Rain yang menatap kedua temannya dengan tatapan bingung. Levi menunjukkan sebuah foto di ponsel pintarnya itu pada Rain. Rain terkejut sekaligus heran melihatnya.

"Dapet dari mana lo?"

"Dari grup anak-anak Orestad." Levi kembali menyimpan ponselnya. "Tadi waktu di parkiran grupnya lagi pada heboh. Jadi, gue sempetin liat dulu. Takutnya ada ulangan dadakan. Ternyata bukan." Lanjutnya.

Rain termenung.

"Kok bisa jadi gitu, ya? Padahal kemarin lo udah kerjain sesuai sama hasil wawancaranya. Tega banget, sih, yang ngelakuin." Amartha mengerutkan keningnya heran.

Rain tak menanggapi. Ia juga sama herannya dengan Amartha. Siapa orang yang tega melakukan hal ini. Siapa pun pelakunya? kenapa dia melakukan ini padanya?

Puluhan pertanyaan di dalam kepalanya terus berputar dan membuat kepala Rain sedikit pusing. Ia memutuskan untuk pergi ke kelas. Meninggalkan kedua sahabatnya yang berteriak memanggil namanya. Lagipula, sebentar lagi bel akan berbunyi. Tentang masalah ini ia bisa pikirkan nanti.

RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang