"Besok aku akan kembali ke London."
Nils terhenti dari kegiatannya. Didorongnya laci kasir kembali ke tempat. Bola mata pria itu terkunci pada wajah Sweet Mileva.
"I ... itu bagus." Nils manggut-manggut. "Bagus, itu bagus."
Hatinya semakin ngilu. Matanya kini tak mampu bersitatap dengan perempuan itu. Dia sungguh bertanya-tanya, perasaan macam apakah ini?
"Kau tak apa?"
"Mengapa kau mesti bertanya seperti itu?" tanya Nils, diikuti tawa canggung setelahnya. "Tentu saja aku baik-baik saja. Kau akan pulang dan itu bagus."
"Apa maksudmu?" tanya Sweet Mileva heran. "Aku cuma ingin tahu mengapa kau tampak gugup begitu."
"Benarkah? Oh." Nils mengusap tengkuk. "Ya, aku baik-baik saja. Aku cuma ... entahlah, aku cuma kebingungan. Aku tak tahu harus melakukan apa setelah ini."
Bibir Sweet Mileva menyunggingkan senyum. "Terima kasih sudah mau menerimaku di De Serenata. Omong-omong, kau boleh menyimpan nomor teleponku."
Sekali lagi, Nils mengangkat pandangan menatap perempuan itu. Bola matanya melebar. "Apa? Buat apa?"
Sweet Mileva mengangkat bahu. "Siapa tahu kau butuh seseorang untuk diajak bicara."
"Jim selalu ada untuk mendengarkan," sahut Nils. Kebetulan, Jim sedang lewat sembari membawa papan menu yang baru saja diperbaikinya.
"Nope, aku sibuk dengan istriku," sahutnya tanpa menoleh. Langkah kakinya mantap menuju ke luar kafe.
Sweet Mileva terkekeh. Ia mengulurkan tangan pada Nils. "Berikan ponselmu padaku."
Seperti digerakkan oleh kekuatan tak kasatmata, Nils merogoh saku dan menyerahkan ponselnya pada Sweet Mileva tanpa membantah. Senyum masih merekah di wajah perempuan itu. Ia selesai memencet-mencet layar lalu mengembalikan ponsel tersebut pada pemiliknya. "Jangan lupa telepon aku saat senggang," katanya.
Nils tidak menjawab. Perempuan itu duduk di salah satu kursi dan melemparkan pandangan ke pantai.
Sementara itu, Jim memasang papan menu berdiri di dekat pintu masuk. Matanya mengawasi Nils dari jendela. Nils balas menatap pria itu. Jim mengangguk dan melirik Sweet Mileva.
Nils menggeleng. Jim memutar bola mata.
Pria berjenggot itu masuk dan berdiri di sisi Sweet Mileva. Ia berkata, "Jadi, besok kau akan kembali ke London?"
"Ya," jawab Sweet Mileva. "Besok siang."
Jim melirik Nils sekilas. "Mileva, sebelum kau pulang, malam ini Nils ingin mentraktirmu makan malam."
"Benarkah?" Sweet Mileva semringah.
Nils panik.
"Ya!" jawab Jim penuh semangat. "Dia sebenarnya sudah lama ingin mengajakmu makan malam, tetapi ia tak tahu bagaimana harus mengatakannya."
"Itu tidak—"
"Boleh juga." Sweet Mileva bertepuk tangan. "Kau ikut, Jim?"
Jim menggeleng. "Tidak, aku akan menjaga kafe ini untuk kalian. Kalian boleh pulang lebih awal hari ini. Bukankah ini menyenangkan, Nils?"
Nils ingin melemparkan makian ke wajah pria itu, namun kata-katanya tersumbat di saluran tenggorokannya. Jim berusaha keras menahan tawa.
*
Kedua kaki Nils tak bisa berhenti bergerak. Ia sampai menekan kedua lututnya demi meredam gerakan yang tak bisa dikontrolnya itu. Orang-orang di sekitarnya memperhatikan, dan ini membuat hati Nils makin tak keruan.
KAMU SEDANG MEMBACA
De Serenata
FanfictionNils Rondhuis bosan mendengar ratapan patah hati orang-orang yang entah kenapa hobi sekali datang ke De Serenata setelah putus cinta. Namun, Sweet Mileva Buchenwald adalah pengecualian. ============================== written by dancingwithholmes, 20...