Chapter 1

40 33 1
                                    

Fenoora sangat menikmati eskrim pemberian dari Kenzo karena gadis itu dengan sukarela menunggu Kenzo hingga selesai dari les di salah satu tempat les terkenal di daerahnya agar bisa pulang bersama.

“Jadi kamu serius mau tampil di acara bakat bulan depan?” tanya Kenzo

Fenoora menangguk, keahliannya bermain piano harus sedikit di publikasikan untuk kepentingan popularitas juga. Jika Kenzo terkenal akan kecerdasannya disekolah, Fenoora akan berjuang di tempat lain juga agar terlihat sebagai teman setara untuk Kenzo. Apalagi ibu cowok itu adalah ibu yang protektif terhadap segala jenis jalan yang Kenzo ambil. Beberapa piala lomba piano berhasil dia bawa pulang untuk menjadi jaminan agar bisa tetap bermain dan berteman dengan tetangganya itu.

“Iyaa. Selagi kamu sibuk belajar, aku mau latihan main piano di rumah”

“Tante Morina pasti bangga”

Fenoora hanya mampu menahan senyumnya, “tante Megi pasti bangga juga sama kamu”, ia mengacungkan dua jempol tangannya untuk memuji sahabatnya itu. tapi kali ini Kenzo hanya mampu tersenyum tipis.

Ia mengingat dengan sangat jelas saat Megi memarahinya hanya karna prihal poin yang tidak sempurna. Juara satu kelas waktu itu tidaklah cukup untuk semuanya, Kenzo harus mendapat juara satu umum juga di angkatannya agar mempermudah anak itu untuk menyusul kakaknya yang kini berkuliah di kampus impian ibunya.

Duduk di bangku kelas 11 sebenarnya tidak cukup merepotkan, kelas dimana sebenarnya kita semua perlu bersenang-senang sebagai puncaknya masa remaja. Hanya saja, terkadang orang tua tidak mau mengerti hal itu. Orang tua akan selalu memfokuskan diri kita kemasa depan.

Setiap harinya mereka akan berangkat berjalan kaki dan kembali pulang dengan berjalan kaki karena jarak rumah dan sekolah mereka lumayan dekat. Terkecuali ketika mereka akan menaiki bus atau taksi untuk mengikuti les khusus dimana Fenoora akan pergi ke les bakatnya dan Kenzo akan pergi ke les mata pelajaran sainsnya yang masih dalam satu lingkup yayasan pendidikan khusus untuk pelajaran tambahan.

Fenoora akhirnya sampai di depan rumahnya. Baru selangkah ia maju, suara cekcok yang akhir-akhir ini sering sekali terdengar kembali terjadi. Ia menutup matanya yang terasa memanas dan berbalik pada Kenzo yang masih berdiri di belakangnya.

“Aku pengen makan puding buatan kamu. Masih ada?”

Kenzo yang merasa paham dengan kondisi Fenoora langsung menarik tangan gadis itu untuk ikut pulang ke rumah. Kondisi rumah Kenzo berbanding terbalik terbalik dengan apa yang terjadi di rumah Fenoora. Di rumah besar itu hanya ada keheningan dan semua tertata rapi. Fenoora melepas sepatunya dan menyimpannya di rak samping pintu masuk. Fenoora menengok ke samping ketika disana ada salah satu ART Megi yang sibuk memasang gorden ruang keluarga yang terlihat masih baru. Setelah menyapanya, Fenoora langsung mengikuti Kenzo kedapur untuk mengambilkan sahabatnya itu puding. Disana juga ada ART yang agak lebih tua sedang memasak makan malam.

“Wah masak banyak nih, Bi” ucap Fenoora berbasa-basi. Air liur gadis itu terasa membeludak karena melihat di atas meja sudah ada lobster rebus dan beberapa paha ayam yang dilumuri dengan bumbu.

“Iyaa Non. Den Hansell balik ke Indonesia hari ini. Nyonya Megi lagi pergi jemput Den Hansell juga”

Fenoora hanya membulatkan mulutnya tanpa bersuara. Ia dapat melihat perubahan raut wajah Kenzo yang menenteng mangkuk puding sambil pergi dari dapur. Cewek itu lebih memilih menyusul kenzo menuju kamarnya yang berada di lantai tiga dan tepat berada di sudut rumah ini. alasan ibunya menempatkannya di kamar ini adalah untuk membuat Kenzo bisa lebih fokus untuk belajar tanpa mendengar kebisingan aktivitas-aktivitas di lantai bawah. Tapi menurut Fenoora, ini lebih ke cara alternatif untuk mengasingkan Kenzo dari kehidupan berkeluarga.

KENOORA: When We Were YoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang