Chapter 4

31 25 4
                                    

Baru beberapa menit berlalu setelah insiden mengganggu Kenzo di balkon tadi, kini anak lelaki itu menggedor kencang pintu kamar Fenoora dengan tidak sabar. Bagaimana tidak sabar, Fenoora yang sudah mengetahui kedatangan temannya itu malah masih asik menonton film streamingnya dengan dua jenis cemilan yang ia rangkul di dalam pelukannya.

Ia berdecak kesal kala pintunya berusaha di dobrak paksa oleh Kenzo, ia mempause film dan melangkah dengan kesal menuju pintu bercat putih itu.

“Apaaaa??!” tanya Fenoora dengan galak.

Fenoora melirik ke buku binder milik Kenzo. sebagai sahabat dan teman yang selalu duduk bersebrangan dengan anak lelaki itu, Fenoora hapal bahwa yang ada ditangan Kenzo adalah buku catatan anatomi pribadi milik Kenzo. bukan hanya berisi anatomi, melainkan pembahasan biologi terlengkap yang ia dapatkan dari interview bersama Derren walau pun waktu itu hatinya sangat terpaksa mengikuti kemauan ayahnya.

“Antar kerumah Cella yaa. Please” ucapnya sambil menyatukan telapak tangan tanda memohon.

“Besok kan ketemu di sekolah Ken, Jangan mau repot-repot deh”

“Dia maunya nyatat sekarang, lagi mood katanya”

Walau rumah Marcella tidak terlalu jauh, tetap saja ini merepotkan.

“Rara ayoo, sekalian temenin nyari angin. Sumpek belajar terus”

Fenoora mendelik pada sahabatanya itu, “alasan”, katanya. Meski begitu, ia tetap mengambil ponsel dan memakai sneakersnya, ia menguncir tinggi rambutnya agar tidak kusut di terpa angin.

“Ra, kamu nggak bosen apa jam 7 udah rebahan diatas kasur. Sekalian jalan-jalan nikmatin angin malem”

“Yang ada malah masuk angin” kata Fenoora.

Kenzo menerobos masuk kedalam kamar gadis itu dan membuka lemarinya, ia mengambil salah satu sweater dan langsung diberikan pada Fenoora, “pakai ini biar nggak masuk angin”

Fenoora langsung memakai sweater rajut berwarna karamel miliknya sambil memicingkan mata, “kamu gimana?”

Kenzo melihat pakaiannya sekilas dan kembali menatap Fenoora, “ini bajunya tebel dan lengan panjang, jadi nggak masalah”

Fenoora mengabaikannya dan memilih untuk mendahului Kenzo.

‘Ma, Rara keluar sebentar bareng Ken” ucapnya tanpa menghampiri ibunya yang sedang melaksanakan live di instagram..

“Rara hati-hati, pulang sebelum jam 9” ucap Morina untuk mencurahkan perhatian kecilnya. Fenoora hanya membalas dengan gumaman dan langsung menuju garasi untuk mengambil sepedanya. Sepeda hadiah dari Morina dan Joo tiga tahun lalu saat umurnya yang ke 15 tahun. Sepeda berwarna putih dan keranjang rotan didepannya. Sangat cantik untuk digunakan mengelilingi kompleks rumah dan taman pinus di seberang kompleksnya.

“Suruh Tante Megi beliin kamu mobil dong Ken, sepedaku makin tua buat diboncengin kita tiap mau pergi” keluh Fenoora. Kenzo memang sudah mendapatkan sim untuk mengendarai mobil, namun Megi maupun Derren belum memperbolehkan anak itu memiliki mobil pribadi dengan alasan takut anaknya malah kelayapan maupun alasan belum bisa cari uang sendiri. Megi dan Derren sangat tegas mendisiplinkan anak-anaknya, berbeda dengan Fenoora yang bisa bermanja-manja ria tiap saat mengingat dia anak perempuan dan anak satu-satunya.

“Ntar kalau sukses jadi dokter, bakal aku ajak jalan pake mobil mewah” ucapnya tanpa nada senang sedikit pun disana.

“Dihh. Yakin kamu mau sekolah kedokteran?” tanya Fenoora berusaha meragukan Kenzo. dan benar saja, Kenzo merasa ragu jika harus mewujudkan ambisi kedua orangtuanya.

KENOORA: When We Were YoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang