08 ❄️ Tahukah Engkau?

57 10 4
                                    

Nyatanya, yang membuatku merasa lebih baik adalah haluku, imaginasiku, dan ekspetasi ku.

Ahh!!

dasarnya si aku, ragaku diam saja, haluku meronta-ronta
.
.
.

Waktu masih menunjukkan pukul delapan lewat empat puluh menit, jelas saja masih tergolong pagi namun kelas X IPA 4 telah mengerjakan soal ulangan harian mata pelajaran matematika.

Ulangan tersebut hanya menunjukan sepuluh soal namun beranak dan juga bukan soal pilihan ganda yang membuat siswa hanya tinggal capcipcup untuk menjawabnya.

Ditambah materi dari ulangan tersebut cukup sulit yang membuat kertas ulangan beberapa siswa di kelas itu masih banyak yang kosong belum terisi, seperti milik Agam dan juga Cakra contohnya.

Sedari tadi Cakra menendang-nendang kaki kursi Aiden yang duduk tepat di depannya. Dan depan Aiden adalah meja guru yang sedari tadi terlihat sibuk memainkan handphone miliknya. Hal itu tentu Cakra dan Agam manfaatkan untuk meminta jawaban milik Aiden yang pastinya sudah hampir selesai.

Namun, entah karena apa Aiden tidak kunjung menoleh atau memberikan kunci jawabannya sesuai janji sang center basket tersebut tadi pagi.

Merasa usahanya sia-sia, ia berhenti sebentar lalu menoleh ke arah pojok ruangan di mana beberapa temannya sibuk dan lancarnya saling mencontek membuatnya menghela nafas panjang. Seandainya saja ia dan kedua temannya tadi pagi, Aiden dan juga Agam, tidak mampir ke kantin terlebih dahulu, pasti mereka tidak akan telat masuk kelas sehingga otomatis mereka tidak menempati meja tepat di barisan depan guru seperti ini.

"Sstt- sstt," bisik Agam yang di sebelahnya, Cakra lalu menaikan kedua alisnya dengan maksud menjawab panggilan Agam tersebut.

Lalu Agam mengarahkan tatapannya ke kursi milik Aiden lalu menaikkan alisnya lagi, meminta Cakra untuk menendang kembali kursi Aiden agar Aiden ingat jika masih ada dua orang yang mengemis kunci jawaban miliknya.

Setelah melihat tingkah Agam tersebut Cakra lantas mengangguk mantap dengan mata tertutup, mengerti apa yang dibicarakan Agam lewat sebuah kode alis dan matanya tersebut.

Karena Aiden lagi lagi tak kunjung menengok, Cakra yang telah habis kesabaran tersebut tidak sengaja menendang kencang kursi Arsya membuat sang empunya terdorong maju membentur meja. Aidem lantas menengok ke arah belakang dengan tatapan mematikannya ditujukan ke arah dua sahabat dakjalnya yang saat ini malah melihatnya dengan senyuman lebar dengan mengangkat tangannya membentuk dua jari.

Aiden menghela nafasnya panjang sebelum kembali menghadap ke arah depan dengan kepala tertunduk dan satu tangannya pura pura menulis sementara satu tangannya yang lain bekerja, menarik ke bawah kertas ulangannya lalu mengarahkannya ke belakang, sebelum sebuah interupsi membuatnya kaget setengah mati.

"Mas Cakra dan juga mas Agam? Apa yang kalian lakukan?" suara sang guru terdengar membuat keduanya menegang.

Tak hanya kedua orang itu, namun Aiden yang berada di depannya pun ikut tegang. Dengan cepat Aiden kembali menarik kertas jawabannya yang tadinya sudah berada di tangan Cakra. Dan kembali menyibukkan diri berpura pura mengerjakan soal tidak mau tahu akan perihal yang terjadi di belakangnya saat ini.

Sedangkan dua tersangka yang duduk tepat di belakang Aiden hanya cengengesan sembari curi curi pandang ke arah sang guru yang memperhatikan mereka dengan tatapan tajam.

"Jangan panggil kita mas atuh Bu, emang kita kaya mas mas?" lirih Cakra yang mendapat geplakan dari Agam dan pelototan dari sang guru.

"Kalian mau nyontek? hayo ngaku!!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 13, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

FANTASIA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang