4

1 0 0
                                    

“Jangan mendekat, jangan dekati saya lagi, saya membencimu...”
-Ajun-

“Bunda.. Ajun pulang”suara ku tak ada sahutan dari dalam,

tak biasanya bunda tak mendatangiku kala aku baru sampai pintu depan. Bunda selalu memelukku walau aku hanya keluar tuk melukis di taman seberang, apakah bunda sedang di dapur dan tak mendengarku? Mungkin saja, biarlah aku yang mendatanginya di dapur.

Langkahku terhenti sampai ruangan tengah, bunda sedang berbincang dengan seseorang yang sangat ku kenal.Jingga. ada apa dia datang? Untuk menyakiti ku lagi? Sialan mengapa sekarang setiap melihatnya aku merasa tersakiti.

“ngapain Anda datang ke rumah saya?” tanya ku ketus,

Jingga berdiri, dia diam tak menjawab.

“Anak bunda sudah pulang? Kok tidak terdengar?” seru bunda menghambur memelukku,

“karena bunda asik berbincang dengan Gadis antah berantah itu”jawabanku membuat mata safirnya membeliak,

“Huss Ajun tak boleh ngomong begitu ndak baik, Jingga datang ingin bertemu denganmu loh” penjelasan Bunda membuatku mengedar pandang padanya,

“Kenapa? Ingin berjumpa dengan ku? rindu? Atau anda kurang puas telah membuat seisi sekolah mengetahui saya tuli? Belum cukup puas anda?” cecarku emosi,

“aku tak tau Jun, sungguh kalau aku tau aku takkan menanyakan akan hal itu di depan satu kelas, aku salah aku minta maaf”Jingga melangkah mendekat,

“Jangan mendekat, jangan dekati saya lagi, saya membencimu...” suaraku serak, menahan tangis,
“pergilah, pintu keluar ada di sebelah sana,”tutupku,

Aku meninggalkan Jingga dan Bunda berdua, sungguh kali ini aku tak ingin berbicara apapun dengannya. Aku sangat terluka karenanya.

***

“Jingga minta maaf Bun, ini semua salah Jingga” Ungkapnya,

Bunda maklum ini hanyalah kesalahpahaman, Jingga tak mengetahui apapun, dan Ajun melimpahkan segala kurangnya dengan menyalahkan Jingga terus menerus.

Sejatinya gadis manis dihadapanku ini, tak salah. Dia hanya belum tahu saja perihal Ajun yang tak bisa mendengar. Dan Ajun, sejatinya dia hanya malu dengan segala kata orang lain, juga pandangan iba yang akan tertuju padanya, kalau saja Ajun mengerti dia tak perlu merasa risih tuk di kasihani oleh yang lain. Mereka peduli padanya, dan Ajun selalu bisa membuktikan dengan segala kurangnya, dia selalu setingkat diatas murid lain, untuk hal apapun, untuk pelajaran apapun. Dia hebat, dia cerdas, dia tak pernah mau mengalah. Mungkin Ajun tuk kali ini biarkan menyendiri, memahami apa yang ingin dia sampaikan, karena pada dasarnya Ajun takkan mampu mendiami gadis berkuncir satu di hadapku ini, Jingga terlalu istimewa untuk di benci olehnya.

***

Waktu, akan mengajarkan apa itu menerima, apa itu artinya mengikhlaskan, tepat pada waktunya. Semua takkan terburu-buru sesuai pada porsinya. Denting waktu terus berjalan mengajarkan hal baru, untuk kami yang selalu merasa tertinggal, karena sebenarnya tak ada yang benar-benar tertinggal di belakang, hanya saja melangkah lebih lambat dari orang kebanyakan, asal tak berhenti bukankah itu baik?

Istirahat berbunyi,aku membereskan segala tumpukan buku bahasa indonesia di hadapanku, dan juga buku puisi penulis yang sengaja aku selipkan di meja ku, agar aku bisa membacanya tanpa terlihat oleh guru, kelakuan ku yang ini sungguh jangan di tiru, aku memang pandai di banyak bidang akademis, tetapi urusan sastra terkadang aku hanya cukup membaca buku sastra saja di pelajaran ini, semua isi buku paket ini sudah aku lahap tadi malam.
Jingga menepuk pundakku,aku menoleh.

“kamu menyukai sastra?” tanyanya berbinar,

Aku mengangguk, lalu kembali membaca.

“Ajun”Pundakku di tepuk kembali, dan aku harus menoleh kembali.

“Ajun... bolehkah aku meminta maaf tuk peristiwa seminggu yang lalu, aku sungguh salah melakukan hal bodoh itu padamu”ungkapnya,

“memang anda bodoh”sahutku apa adanya, memakai kata ganti ‘anda’ untuk ‘kamu’, adalah kebiasaanku disaat marah, aku takkan pernah memakai kata ganti ‘kamu’ bila suasana hatiku belum membaik.

“tak bisakah kembali berteman?” tanya Jingga menggantung,

Aku hanya memandangnya kosong, mengalihkan pandang kepada buku yang ku baca, apa-apaan dia semudah itu memintaku berteman kembali. Aku sakit tak sadarkah dia?

Ajun & JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang