Me and Harry

601 11 0
                                    

Hi! Ini adalah Fan-Fiction pertamaku, dan Fan-Ficition kali ini adalah tentang Harry Styles. Bagi Directioners, let's read it :) . Follow me for comment @AudreysOfficial on Twitter :)

"Harry!" Aku memanggil Harry dari kejauhan. Ia berbalik arah, dan menemukan bahwa akulah yang memanggilnya. Aku tersenyum, dan dia pun tersenyum. Tanpa bepikir panjang, aku langsung berlari ke arahnya. Dan dia menangkapku seakan-akan aku ingin tejatuh karena terlalu cepat belari. Kita pun tertawa bersama-sama. Dikantin sekolah, kita memesan hamburger yang pastinya sudah biasa kita pesan. Bahkan pelayan dikantin itu pun sudah hapal dengan pesanan kita. Mungkin, kita nggak pernah ngerasa bosan dengan makanan itu, karena itulah satu-satunya makanan yang paling enak dikantin. Dan aku nggak akan pernah ngerasa bosan, hanya karena hamburger itu. Aku cuma bakalan ngerasa bosan kalau nggak ada dia disamping aku. Dia? Ya, yang kumaksud adalah Harry. Harry sahabat terbaikku.

Aku tertawa, dan tertawa hari itu. Mendengarkan Harry bercerita tentang dirinya sendiri yang telah melakukan hal-hal yang dapat membuatku tertawa. Sepulang sekolah, kita melanjutkan hari yang paling indah ini, untuk pergi ke Bowling Alley, di St. Victoria. Jujur, aku memang tidak mahir dalam bermain bowling.

Tapi, kalau bukan karena Harry. Aku bersumpah, aku tidak akan menolak ajakkan dia.

Aku dan Harry keluar dari gedung, dan berjalan menuju ke tempat parkiran mobilnya. Aku berjalan, sambil memainkan handphone. "Harry, terimakasih untuk hari ini," Aku menatapnya sambil memberikan senyum termanisku. "Ya, dan kamu selalu mengatakan itu untuk yang keseribu kalinya," Ia tertawa kecil, sambil membalas senyumanku yang kalah dari manis senyumnya. Aku pun juga tertawa kecil, selagi Ia membukakan pintu mobilnya untukku. "Ladies First..." Lagi-lagi, Ia tersenyum kepadaku. "Kamu ini!" Aku pun masuk kedalam mobilnya. 

Diperjalanan, entah mengapa, suasana menjadi sangat hening. Apalagi, stereo dan radio mobilnya tidak dinyalakan, bahkan tidak sama sekali untuk dihidupkan dengan volume yang kecil. Aku menatap wajanya. 

Oh... Aku tahu. Sepertinya, Ia terlihat sedikit lelah. Dan aku memaklumi itu. Tetapi, aku bepikir, jika aku menghidupkan stereo-nya, mungkin tidak akan terjadi awkward moment selama diperjalanan. Lagu-lagu favorit ku dimainkan disebuah radio. Aku pun ikut bernyanyi tanpa harus berusaha untuk mengeluarkan suara yang indah. Harry hanya tertawa, dan mengecilkan radionya. “Harry? Kenapa harus dikecilkan volume nya? Ini lagu favoritku. Kamu tahu?” Aku berusaha untuk mengeraskan volumenya lagi. Aku tidak percaya, tiba-tiba Ia mencegah tanganku yang hendak mengeraskan volumenya. Tak masalah bagiku bila Ia memang sedang tidak mau mendengarkan musik. Tetapi... Yang menjadi masalah kecil untukku adalah... Aku merasakan, sesuatu yang dingin. Sangat terasa ditelapak tanganku. Aku menoleh kearah Harry, dan menoleh lagi kearah tanganku yang masih menyentuh tombol volume. Dan aku baru sadar bahwa sesuatu yang kurasakan dingin itu adalah... Tangan Harry.

“Harry? Apa kamu tidak menyadari bahwa tanganmu begitu... Dingin?” Tanyaku dengan nada yang meyakinkan bahwa aku tidak main-main. Ia melepaskan tangannya dari tanganku yang Ia sentuh tadi. “Tidak, aku hanya kedinginan,” Harry menggunakan kedua tangannya untuk mengendalikan stir mobilnya. “Kedinginan? Ok, mungkin kamu benar,” Aku pun menghela napas.

Akhirnya, aku dan juga Harry sampai di depan rumahku. “Harry, aku tahu hari ini kamu pasti lelah sekali. Jadi, terimakasih sudah mau mengajakku hang out bersama. Dan pastikan kamu harus pulang ke rumahmu dan istirahat. Kamu ingat, kan? Besok sore, kamu dan the boys ada interview?” Kataku sambil membuka sabuk pengamanku. “Ya, terimakasih juga kamu udah mau nemenin aku seharian ini,” Harry membukakan pintu mobilnya. “Ya, aku tahu. So, see ya!” Aku masuk kedalam rumah, dan melambaikan tangan kepada Harry.

Tanggal 29. Januari tepatnya. Dan aku bahkan belum mempersiapkan apapun untuk ulang tahun Harry yang ke 18 nanti. Tanggal 1 Februari sebentar lagi, dan aku nggak bisa main-main. Aku bingung aku harus beri dia kejutan semacam apa? Aku mebuka akun Twitter-ku, dan membaca tweets yang berada di timeline ku. Dan aku rasa, aku harus menulis tweet kali ini. Aku sudah jarang sekali membuka Twitter-ku. “I’m so confused! I need some help to decide wich I’ve got to choose for his present...” Dan aku menunggu sampai ada yang membalas tweet-ku. Tak lama kemudian, aku melihat Aubrey membalasnya. “Why did you confused? Just tell me, I’ll help you! Cuz... I know that’s prefer to Harry. Right?” Aku hanya merasa senang karena temanku telah mengertiku untuk selama ini. “Yeah, that’s too right. So... Today, what about we’re hang out n searching a good stuff for him at 1 O Zero Mall? :)” Ia pun membalas lagi. “Today? Oh, sorry Chayla... I can’t go :’( There’s an event for my fam” Aku agak sedikit kecewa. Dia tidak dapat menemaniku mencari barang yang baik untuk Harry. “Mmm, a little bit dissapointed to hear that. But, that’s okay pal! Thanks” Aku pun mencabut modemku. Dan menutup jendela Twitter. Sebelum aku mematikan laptopku. Aku pikir, tak ada salahnya apabila aku melihat-lihat file dan dokumen-dokumen yang telah kusimpan untuk 5 bulan terakhir ini. Aku membuka foto-foto yang kusimpan pada laptop ini melalui memory card reader dari kamera digitalku. Aku melihatnya satu persatu. Yang ada hanyalah...

Fotoku, foto teman-temanku, dan... Fotoku bersama dengan Harry, maupun the boys.

Aku tersenyum melihatnya. Ah! Sudahlah... Walaupun gaya-gaya didalam album ini kacau-kacau, tapi ini cukup menghiburku. PING! Lagi-lagi, blackberry ku berbunyi.

Entah itu pertanda ada pesan singkat yang masuk, atau nofication yang membanjiri Twitterku. Ya, followersku lumayan banyak. Sekitar 7,000 lebih. Hanya karena aku terkenal sebagai sahabat baik Harry.  Aku mengecek blackberry ku.

Niall? Kenapa dia mengirimku pesan singkat? Aku mencari posisi duduk yang nyaman untuk membaca pesan singkat tersebut. “Where’s Harry now? Is he already home?” Aku pun membalasnya. Dan memberitahunya bahwa Aku sudah dirumah, dan aku belum tahu apakah dia sudah berada dirumahnya atau belum. Karena kupikir, Ia akan mengabarkanku jika Ia sudah sampai seperti biasanya.

Aku meninggalkan blackberry ku diatas kasur, dan keluar dari kamar menuju dapur. Didapur, aku membuka kulkas dan memilih telur, keju dan sosis untuk dimasak menjadi omelet keju. Menurutku itu praktis. Dirumah, aku hanya sendiri. Karena aku tahu, orangtuaku belum pulang. Aku memakannya sendirian.

Lalu aku mengambil segelas air putih dari kulkas. Telepon rumah berdering. Aku tergesa-gesa menuju keruang tamu. “Halo?” Aku mengawali pembicaraan. “Halo?” Aku megulanginya lagi. “Halo? Ini adalah nomor telepon rumah Jonesy. Tolong berbicara,” Sama sekali tidak ada jawaban. Jadi aku memutuskan untuk menutupnya. Aku berbalik arah dan... Telepon itu berdering lagi. “Halo?” Kali ini, si penelepon tadi yang mengawalinya. “Ya?” Jawabku singkat. “Sayang, ini Mom,” Ternyata, yang menelepon itu adalah Mom. “Yes Mom. Ada apa?” Aku duduk diatas kursi kecil. “Hari ini, Mom pasti pulang malam. Mungkin sekitar jam 11 lebih. Kamu tidak apa-apa, kan?” Tanya Mom. Aku memutarkan bola mataku. “Yes Mom. Semua akan baik-baik saja. Tapi, Mom, aku nggak mau sendiri lama-lama...” Aku berterus terang kepada Mom. “Oh... Honey, kamu tahu sendiri, kan? Mom lagi ada pekerjaan yang nggak bisa ditunda lagi,” Aku menghela napas panjang. “Ok. Bye Mom,” Aku langsung menutup telepon itu. Dan dengan terpaksa, aku harus menerima seadanya. 

Last Kiss (Harry Styles Fan Ficton)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang