prolog

97 47 55
                                    

"Kalo semuanya hanya permainan, kenapa terasa sangat nyata, Tuhan?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kalo semuanya hanya permainan, kenapa terasa sangat nyata, Tuhan?"

>>><<<


Bel masuk berbunyi, menandakan waktu istirahat telah selesai. Seluruh murid SMA Avandika masuk menuju kelasnya masing-masing.

Lain dengan Varo dan teman-temannya yang masih santai melahap makanannya di kantin.

"Skuy mabar!" ucap Wildan yang telah menghabiskan makanannya.

"Skuy lah!" sambut Varo dan Jeva serempak.

Mereka pun mulai memainkan game online dengan ponselnya masing-masing.

Tanpa sepengetahuan mereka, seorang pria paruh baya berjalan menuju mereka dan menggebrak meja makan dihadapannya sangat keras.

"SEETAAANNN!!" kaget Wildan membanting ponselnya.

Varo dan Jeva yang sedari tadi asik bermain game pun terkejut dengan kehadiran Pak Bondan.

Jeva yang duduk disamping Wildan menyenggol lengan Wildan, menyadarkannya bahwa orang yang ada dihadapannya saat ini adalah Pak Bondan.

"VARO! JEVA! WILDAN!" teriak Pak Bondan menggelegar di seluruh penjuru kantin, ketiganya tersentak.

"KALIAN NGGAK DENGAR BEL MASUK BERBUNYI 15 MENIT YANG LALU?!"

"Ngg—"

"Eh Pak Bondan, hari ini ganteng banget Pak," puji Wildan mengalihkan topik pembicaraan. Mereka mencoba untuk melarikan diri, namun nihil, ketiganya berhasil tertangkap dan mendapatkan hukuman.

Kini mereka bertiga tengah berada di lapangan, memungut sampah yang berserakan di lapangan dan mencabut beberapa rumput liar yang mengganggu tanaman sekolah.

Fyi, Pak Bondan termasuk salah satu guru killer di SMA Avandika. Siapapun yang berani melawan perintahnya akan bernasib sama seperti tiga lelaki yang sedang menjalani hukumannya saat ini.

Setelah semua lapangan bersih, Varo duduk di bangku pinggir lapangan sembari mengelap keringat di dahinya, dirinya sangat haus saat ini, namun ia tidak kuat lagi berjalan menuju kantin.

Tanpa ia sadari, seseorang berdiri dihadapannya sembari menyodorkan sebotol air mineral kepadanya.

"Minum nggak Var?" tawar perempuan dihadapannya.

Ia mendongak, tersadar dari lamunannya. "Gue nggak haus, makasih," tolak Varo. Jelas dirinya sangat haus, namun saat ia tersadar bahwa perempuan yang menyodorkan minuman tersebut adalah Astrid, mantan kekasihnya, justru ia menolak.

Astrid tidak terkejut dengan penolakan Varo, ia sudah terbiasa ditolak oleh Varo, namun ia tidak menyerah untuk mendapatkan kembali hati Varo.

"Beneran nggak mau?" tanya Astrid memastikan.

"Nggak," jawab Varo singkat dengan wajah datarnya.

"Beneran ngg—" ucapan Astrid terhenti saat Varo bangkit dari duduknya.

"Gue bilang nggak, ya enggak!" potong Varo lalu pergi begitu saja, ia muak dengan tingkah wanita tersebut.

Sedangkan Astrid menatap kepergian Varo dengan mata berkaca-kaca, lalu menatap botol ditangannya hampa.

Jeva dan Wildan yang sedari tadi bersembunyi di balik pohon menguping percakapan Astrid dan Varo keluar dari tempat persembunyiannya lalu mengambil air mineral yang dipegang Astrid.

"Kalo Varo nggak mau, mending buat kita," ledek Wildan membuyarkan lamunan Astrid, "ye nggak Jev?"

"Yoi," angguk Jeva.

"Yaudah buat kalian aja," balas Astrid pasrah, lalu pergi meninggalkan keduanya.

"Yesss!" seru Jeva dan Wildan serempak setelah Astrid pergi.

•••

Sepulang sekolah, Varo menuju tempat parkir dimana motornya berada. Langkahnya terhenti ketika seseorang menahan tangannya. Varo menoleh sekilas, lalu kembali melangkahkan kakinya.

"Mau apa lagi sih lo?" tangan Varo menepis tangan Astrid, "nggak cape apa lo ganggu kehidupan gue terus?"

"Var, g-gue cuma mau minta anter balik, mobil gue dibawa Shena."

"Nggak bisa, gue ada urusan," balas Varo cepat, "toh kita udah nggak ada hubungan apa-apa lagi," sambungnya.

"Var, sekali aj—" ujar Astrid memohon.

"Lo bisa pulang naik taksi kan?" sela Varo sembari memakai helm nya.

"Nggak bis—" ucapannya lagi-lagi terhenti ketika Jeva memanggil dan menghampiri keduanya.

"Kebetulan banget ada lo Jev."

Jeva mengerutkan keningnya bingung dengan perkataan Varo barusan.

"Lo anterin tuh cewek," suruh Varo sembari mengeluarkan motornya dari parkiran.

"Nggak usah ganggu gue lagi," ucap Varo kepada Astrid. Setelah itu Varo benar-benar pergi meninggalkan keduanya.

Astrid menghela nafas pasrah menatap kepergian Varo, sedangkan Jeva tersenyum puas karena ia bisa berduaan dengan Astrid setelah kepergian Varo.

Fyi, Jeva sedari dulu memang menyukai Astrid secara diam-diam. Namun, ia memilih untuk memendam perasaannya karena Astrid dulu pernah berpacaran dengan sahabatnya, Varo.

•••

Varo melajukan motornya meninggalkan kawasan sekolah. Dari kejauhan Varo melihat perempuan yang tidak terlalu asing baginya berjalan di trotoar.

Varo yakin wanita tersebut satu sekolah dengannya karena seragam yang dipakai wanita tersebut sama dengannya.

"Hey!"

>>><<<

to be continue

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

to be continue...

siapanih kira-kira cewek yang jalan di trotoar?

see you next part! 💗

vote and comment ya, thankyou.

Dare or Dare Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang