"Ini yang terakhir kalinya, Bu. Aku tidak akan mendatangi kencan buta ini lagi," kalimat ketus yang meluncur halus dari bibir tebalnya terdengar tidak senang oleh sang ibu di seberang sana. Namun wanita itu tidak peduli, perasaan ingin melihat anak pertamanya membangun sebuah keluarga dengan wanita yang nyaris sempurna adalah tujuan utamanya yang sudah berlangsung tiga tahun belakangan ini.
["Baiklah, ibu yakin kali ini kau pasti suka dengan gadis pilihan ibu,"] balasnya pasti.
Chanyeol merotasikan matanya jengah, entah sampai kapan ibunya akan berhenti mengusik urusan pribadinya. Karena menurutnya, sang ibu terlalu terobsesi dengan pernikahan anak temannya yang kini menghadirkan makhluk kecil dengan buntalan pipi yang membuat gemas orang yang melihatnya. "Ibu juga ingin punya satu yang seperti itu darimu" tutur ibunya saat itu hingga keluarga besar mulai mendesak pria 28 tahun itu untuk segera menikah, dan rasanya sebal luar biasa.
"Hm," gumamnya malas menanggapi. Lalu presensi seorang gadis dengan rambut sewarna madu yang tergerai indah bergelombang hingga mencapai pinggangnya membuat Chanyeol yakin, jika gadis itu-lah pilihan ibunya kali ini. Lantaran foto yang dikirim ibunya cukup jelas meski hanya sekali lihat sembari mengemudikan mobilnya menuju ke sini tadi.
Tanpa banyak bersuara, Chanyeol langsung mendekati meja gadis itu dan duduk di hadapannya setelah meletakan ponsel di atas meja.
"Park Jiyeon?" tanyanya memastikan. Karena teramat tidak lucu jika Chanyeol sampai salah meja.
Gadis itu tersenyum manis dan mengangguk membenarkan.
"Kau pasti Park Chanyeol, bukan? Senang sekali berkenalan denganmu," ucapnya ramah.
Namun Chanyeol tidak termakan, meski mengutuk dua detik saat matanya dimanjakan oleh wajah cantik dan senyuman memikat tersebut.
"Aku sudah memesan makan dan minuman untuk kita, yang kudengar dari ibumu, kau suka-"
"Baguslah, aku lapar karena belum makan apapun saat ibuku menghubungi harus ke tempat ini," potong Chanyeol meraih segelas minuman dan menyerupnya dua kali tegukan.
Setelahnya, ia menarik sepiring spaghetti yang sudah dipesankan Jiyeon mendekat padanya, menggulung dengan garpu dan memasukan langsung ke dalam mulutnya yang lapar. Tidak peduli jika kini Jiyeon memandangnya dengan dahi yang berkerut samar. Juga keramahan gadis itu yang dianggap angin lalu bagi Chanyeol.
Sebab, memang itulah tujuan Chanyeol, mengabaikan keramahan yang seringkali ditawarkan oleh wanita-wanita pilihan ibunya. Tipikal wanita yang terpesona pada ketampanannya dan menginginkan hartanya. Ia sudah terlampau muak dengan itu semua. Jadi, abaikan tentang sopan santun; prinsipnya.
Lama terdiam, akhirnya Jiyeon ikut menyentuh spaghetti di hadapannya. Menyuap makanan itu dengan khidmat karena gadis itu juga belum sempat mengisi perutnya sedari tadi.
Namun pada suapan ketiga, gulungan spaghetti itu berhenti tepat saat mulutnya sudah terbuka. Penampakan Chanyeol yang sibuk dengan ponsel dan beberapa kali tersenyum melihat benda pipih itu membuat Jiyeon menghentikan makananya dan meraih segelas jus hingga meneguk cairan itu tandas tak bersisa.
"Jadi, Nona Jiyeon. Apa yang ingin kau ketahui tentangku?" ucap Chanyeol masih sibuk dengan ponsel di tangannya meski sesekali netra besar itu melirik Jiyeon yang membersihkan bibirnya dengan sehelai tisu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Metanoia
RomanceHanya karena terlalu mencintai, gadis itu tidak sadar jika semakin merusak diri.