Jiyeon baru saja menyelesaikan operasinya beberapa menit yang lalu. Kini tungkainya berjalan menuju ruang kerjanya. Sudah lewat dari jam tiga sore, dan gurat lelah pun sudah membayang di wajah cantiknya.
"Sudah selesai?" tanya Chanyeol begitu Jiyeon membuka pintu ruang kerjanya.
Pria itu menepati perkataannya yang akan menemani Jiyeon seharian. Menempeli Jiyeon ke mana pun, kecuali saat di ruang operasi. Bahkan beberapa wanita yang ingin melakukan konsultasi dengan Jiyeon pun tersipu malu karena sang dokter ternyata tidak sendiri seperti biasanya. Ada pria tampan yang mempesona dan bermanja-manja selagi Jiyeon berbicara.
Jiyeon mengangguk lelah, kehamilan sepertinya membuat stamina Jiyeon terkuras banyak. Hanya ada satu operasi, dan ia sudah lelah seperti ini. Biasanya Jiyeon bisa menangani tiga operasi dalam sehari.
Beruntung gejela kehamilan seperti wanita pada umumnya tidak Jiyeon alami. Tidak ada pantangan pada makanan, tidak ada rasa benci pada aroma masakan atau mual-mual pada trimester pertama. Jiyeon tidak mengalaminya sama sekali.
Hanya saja Chanyeol semakin manja, tidak bisa ditinggal dan selalu memaksa Jiyeon berada dalam jangkauannya.
Seperti yang Soyeon katakan, sepertinya fase mengidam dan morning sickness dialami Chanyeol, bukan Jiyeon.
"Sini," ujar Chanyeol menepuk kedua pahanya. Tangannya membentang, menyambut tubuh kekasihnya untuk dipangku.
Jiyeon pun menuruti, duduk menyamping di atas paha padat calon suaminya, sekaligus calon ayah dari janin yang tengah berada dalam rahimnya.
Tangan besar pria itu naik dan mengusap lembut pipi Jiyeon. Beberapa helaian surai gadisnya lembab dan menempel di dahi dan sisi wajahnya.
"Sudah kubilang, ambil cuti saja selama kau hamil. Teman seprofesimu, 'kan bisa menggantikanmu untuk sementara, Sayang." Tidak pernah lelah Chanyeol membujuk Jiyeon agar fokus saja pada kehamilannya dan istirahat di rumah. Tapi gadis itu terlalu bebal dan tetap ingin bekerja.
"Chan." Jiyeon sudah terlalu malas membahas hal yang sama setiap harinya. Sementara keputusannya sudah bulat, ia ingin tetap bekerja hingga bulan depan karena tidak ingin mengecewakan pasiennya. Mereka sudah terlanjur berharap jika Jiyeon yang akan mengoperasi mereka. Meski hasil yang mereka dapat sama bagusnya jika Dokter Soojung yang mengambil alih.
"Oke oke," balas Chanyeol mengalah.
Sekarang, pria itu membenamkan wajahnya pada perpotongan leher Jiyeon yang hangat dan aroma manis yang Chanyeol sukai.
Mereka menikmati momen berdua dengan saling memberi kehangatan dalam pelukan. Jiyeon pun tidak menampik jika akhir-akhir ini memang pelukan Chanyeol mampu membuatnya ketergantungan. Yang juga Jiyeon kaitkan dengan keinginan calon bayi mereka.
Suasana hangat itu harus terjeda saat deringan ponsel Chanyeol mengurai pelukan keduanya. Jiyeon menoleh pada meja kerjanya, tempat ponsel Chanyeol diletakkan, persis di samping ponsel miliknya.
Nama Ahyoung pun langsung tertangkap mata tajamnya. Menoleh pada Chanyeol yang langsung melunturkan wajah tenangnya, berganti dengan kekakuan yang malah membuat Jiyeon berpikir ada sesuatu yang Chanyeol sembunyikan. Sebab, tidak biasanya Chanyeol terlihat begitu cemas saat tahu jika yang menghubunginya adalah wanita yang pernah menjadi yang pertama untuknya.
"Angkat," cetus Jiyeon dingin. Belum pernah kata sedingin itu menghujam indera pendengaran Chanyeol sebelumnya.
Menghela napas panjang, Chanyeol pun meraih ponselnya dan menjawab panggilan tersebut dengan Jiyeon yang masih di pangkuannya. Cukup dekat untuk mendengar dengan jelas percakapan ia dan Ahyoung di seberang sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Metanoia
RomanceHanya karena terlalu mencintai, gadis itu tidak sadar jika semakin merusak diri.