Dalam perjalanan ke apartemen Chanyeol, pembicaraan di toko kue tadi masih berputar-putar dalam benaknya. Kehidupan pernikahan ternyata bisa semengerikan itu. Terbersit sebuah tanya dalam kepalanya, namun ia urungkan karena takut semakin melukai perasaan Park Soyeon. Tentang, bagaimana ia masih memaksa anaknya menikah sementara ia sendiri tidak memiliki kebahagiaan dalam pernikahan tersebut. Bahkan masih saja bersikap tenang sampai sekarang kala suaminya masih menjalin hubungan dengan sekretaris pribadinya.
Jiyeon menghentikan mobilnya setelah memarkir dengan aman di sebelah mobil hitam yang Soyeon bilang adalah mobil putranya. Mereka keluar dari mobil dan berjalan meninggalkan basement. Hingga di dalam lift, keduanya hanya terdiam. Salahkan Jiyeon yang tidak terlalu pintar memulai konversasi dan Soyeon yang sibuk dengan pemikirannya sendiri.
Begitu pintu lift terbuka, Soyeon lah yang keluar terlebih dahulu. Dan Jiyeon mengikuti dengan langkah pelan yang teramat ragu. Rasanya malas sekali harus bertemu dengan pria yang masih saja membuat Jiyeon kesal dengan hanya menyebut namanya.
Beberapa kali Soyeon menekan bel, pintu apartemen tidak kunjung terbuka.
"Bagaimana kita kembali saja, Bu? Mungkin Chanyeol tidak lagi berada di-"
"Aku tadi melihat mobilnya terparkir. Lagi pula, pagi tadi aku sudah menghubungi asistennya, dan dia bilang jika Chanyeol hanya akan datang jam 1 untuk meeting sebentar."
Lagi-lagi Jiyeon gagal untuk mempengaruhi Soyeon agar mereka balik saja dan tidak jadi mendatangi Chanyeol. Soyeon menekan beberapa digit angka pada pascode. Pintu terbuka dan wanita itu langsung masuk menerobos ke dalamnya.
"Ayo!" ajaknya menarik lengan Jiyeon untuk masuk.
Dengan pasrah, Jiyeon menuruti. Membuka sepatunya dan menyusul Soyeon yang berlenggang masuk ke dalam sebuah kamar yang Jiyeon asumsikan adalah kamar Chanyeol. Karena terdapat dua kamar di dalam apartemen yang berantakan ini. Membuat Jiyeon menggeleng dan mencebikkan bibir bawahnya.
"Astaga, Ibu!"
Jiyeon sedikit tergelonjak mendengar suara Chanyeol dari kamar pria itu.
"Mau sampai jam berapa kau tidur, ha?! Cepat bangun! Jiyeon datang untuk sarapan bersama kita!"
Gadis itu menelan salivanya paksa, kalimat Soyeon jelas saja mengguncang kejiwaannya. Seolah-olah Jiyeon lah yang berkeinginan kuat untuk datang ke sini demi sarapan pagi yang sudah tidak lagi pagi bersama Chanyeol.
"Apa?!" Suara kaget itu disertai langkah cepat hingga semakin jelas terdengar dan kini Chanyeol sudah menampakan presensinya yang berantakan berdiri di ambang pintu.
"Mandi sana! Jiyeon akan memasak untukmu."
Serangan mendadak dari Soyeon yang untuk kesekian kali nyaris membuat Jiyeon kehilangan kesadarannya jika saja tatapan tajam Chanyeol tidak menariknya kembali pada kewarasannya. Tatapan kesal yang juga dilayangkan Jiyeon untuknya.
Bagaimana ceritanya Jiyeon akan memasak jika selama ini dapur adalah musuh utama baginya.
"Oke, sekarang kau mandi, dan Jiyeon akan memasak sarapan. Dan aku-"
Soyeon menjeda dengan kerlingan mata yang seketika membunyikan alarm bahaya bagi Chanyeol dan Jiyeon.
"Aku akan pulang sekarang karena Jihoon membutuhkanku. Bye!"
"Ibu/Ibu!" Protes mereka secara bersamaan pada Soyeon yang sudah terlebih dahulu berlari keluar dari apartemen. Sukses meninggalkan mereka berdua dengan atmosfer layaknya neraka.
Jiyeon meletakan bungkusan cake yang ia beli tadi bersama Soyeon di atas meja dan hendak berjalan keluar sebelum suara Chanyeol menghentikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Metanoia
RomanceHanya karena terlalu mencintai, gadis itu tidak sadar jika semakin merusak diri.