Jelly

7.5K 1.2K 75
                                    

🍬

Helaan napas terdengar kasar, ada pula yang terdengar panjang dan terdengar dramatis. Menghirup udara lalu mengembuskannya, selalu seperti itu kegiatan yang di lakukannya sedari tadi. Entah tindakannya sudah terjadi berapa kali, lagi pula siapa juga manusia idiot yang mau menghitung berapa kali Renjun menghela napas? Atau bahkan repot-repot melakukan hal tak berguna itu?

"Jika kuhitung, kau sudah menghela napas 28 kali selama 15 menit."

Oh, sepertinya Renjun melupakan manusia idiot satu ini.

Mata sayunya menatap malas entitas yang terduduk disampingnya tanpa diundang, sedang tersenyum lebar hingga menampilkan deretan giginya yang membuat silau. Er, tidak juga, itu hanya perumpamaan. Namun yang pasti itu benar-benar mengganggu penglihatannya karena senyuman itu kelewat lebar dan sangat mengerikan untuk kedua matanya.

Renjun menghela napas lagi, kali ini lebih keras dan panjang, sengaja. Kedua netranya lebih memilih menatap lapangan bola yang sedari tadi menjadi objek pengelihatannya. Itu lebih baik daripada dirinya harus menatap Jaemin yang bahkan eksistensinya tak dia harapkan untuk ada.

"Aw, kau mengabaikanku." Jaemin terkekeh, terdengar sangat idiot di telinga Renjun, masalahnya bahkan tak ada hal lucu sama sekali yang mengharuskan lelaki itu untuk terkekeh. Tapi itu tak terlalu menjadi masalah, Jaemin 'kan memang aneh dan idiot. "Tapi tak apa, aku tahu kau pasti mengalami mental breakfast karena nilai ulanganmu tak ada yang mencapai rata-rata. Itu hal wajar, kau pasti akan mendapatkan nilai tinggi kok! Tetap semangat ya!"

Hirup udara dalam-dalam lalu embuskan, ya terus lakukan itu Renjun. Tarik, embuskan. Tarik, embuskan. Nah, setelah dirasa dirinya dalam keadaan santai dan tak siap untuk berperang, Renjun menoleh pada Jaemin yang masih mempertahankan senyuman lebarnya yang bagai maniak itu. Kedua matanya masih terlihat lelah dan tak minat.

"Itu mental breakdown, kau idiot!"

Jaemin (lagi-lagi) terkekeh, tanpa memedulikan Renjun yang terlihat hidup segan mati tak mau, dia menarik tangan kanan itu dengan lembut dan meletakkan dua bungkusan permen disana.

"Ini akan membuatmu lebih hidup."

Mata Renjun memicing, dia menatap Jaemin tajam lalu pada telapak tangannya yang terdapat dua bungkusan lumayan besar meski tak terlalu besar sih.

Ah, sekarang permen jelly berbagai bentuk.

"Kau mau kuhajar lagi ya? Aku tak suka permen!"

Ngomong-ngomong tentang menghajar lagi, Renjun memang sudah menghajar Jaemin beberapa hari lalu akibat insiden jilat menjilat pada bibirnya. Lihat saja lebam ditulang pipi itu, terlihat sangat jelas bagai hiasan mahakaryanya. Oh katakan terimakasih pada kepalan tangan dan amarahnya yang tak rela bibirnya diperjakai. Renjun sungguh dendam! Rasakan!

"Tidak, terimakasih. Pipiku masih terasa sakit ngomong-ngomong." Jaemin tersenyum lebar, menjauh sedikit hingga menciptakan jarak diantara keduanya. Gerakan antisipasi jika Renjun berubah anarkis kembali, ternyata kepalan tangan Renjun rasanya sangat sakit dan Jaemin tak ingin merasakan lagi. Tidak, terimakasih. "Lagi pula aku hanya ingin menghiburmu, perman itu rasanya enak, kau harus mencobanya! Belum lagi bentuk-bentuknya yang lucu dan mungil seperti dirimu, kau pasti menyukainya!"

Ucapan penuh antusiasme Jaemin tak sampai pada Renjun, yang ada dirinya sangat ingin memukul kepala itu hingga benjol. Lagi pula apa-apaan kata mungil dan lucu itu? Apa Jaemin kira Renjun ini kucing yang menggemaskan? Shit, sungguh penghinaan!

"Kau ingin mati ya?!"

Meski berucap penuh kekesalan seperti itu, Renjun tetap membuka bungkus permen dengan cepat dan langsung mengambil lima permen jelly dan memasukkannya ke dalam mulut untuk dikunyah rakus. Bagaimanapun Renjun membutuhkan pelampiasan dari rasa kecewanya akan nilai-nilai rendah yang dia dapatkan. Shit, mengingat itu membuat Renjun ingin menangis! Kalau sampai sang Ibu tahu nilai-nilainya itu sudah dipastikan akan ada hukuman untuknya. Ah, Renjun tak siap jika uang jajannya harus dipotong.

"Bagaimana rasanya?"

Renjun memelankan kunyahannya, dia mengerjap menatap bungkus permen lalu pada Jaemin disampingnya yang memasang wajah penuh binaran dan pengharapan. Ew, terlihat menjijikan.

Namun rasa manis di dalam mulutnya membuat Renjun mengambil satu permen jelly berbentuk buaya dan memakannya lagi. Dia mengerjap lambat, rasanya enak. Manis dan enak. Setidaknya tidak terlalu buruk seperti perkiraannya.

"Wow." Renjun bergumam, menatap Jaemin penuh raut bingung. "Rasanya enak." Sedangkan yang ditatap hanya tersenyum lebar dan menepuk sebelah dadanya penuh rasa bangga.

"Apa kubilang, permen itu rasanya enak dan manis seperti dirimu."

Oke, mari abaikan saja kalimat sialan itu. Sebagai gantinya Renjun hanya tersenyum lebar dan menjejalkan lima biji permen jelly dengan paksa kedalam mulut Jaemin hingga lelaki itu tersedak.

"Kau mau membunuhku ya?!"

Senyuman Renjun semakin terlihat lembut dan err menakutkan, bahkan wajahnya terlihat tak merasa bersalah sama sekali meski beberapa detik lalu baru saja menjejalkan permen pada mulut seseorang hingga tersedak.

Tanpa peduli pelototan dan wajah Jaemin yang memerah, wajah Renjun mendekat perlahan masih dengan senyuman manisnya. Tanpa aba-aba dan perkiraan atau bahkan persiapan, bibirnya mengecup pipi Jaemin sekilas lalu berdiri dan melenggang pergi dengan santai setelah tangannya berhasil mengambil tiga bungkus permen jelly pada saku jas sekolah yang lelaki itu kenakan.

"Terimakasih idiot, permennya aku ambil ya!"

Oh, siapa yang beberapa saat lalu mengatakan bahwa dirinya tak menyukai permen? Hm, sepertinya menjilat ludah sendiri sedang menjadi tren masa kini ya.

Dan ngomong-ngomong, tolong abaikan wajah Jaemin yang memucat, yang kini sedang menampar pipinya yang baru saja mendapat kecupan singkat. Wajah tampannya menjadi terlihat sangat idiot.

Hah, sepertinya Renjun memang sudah sangat depresi karena nilai-nilai rendahnya hingga nekat melakukan hal diluar akal hhh. []

Bogor, 4 September 2020

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bogor, 4 September 2020

CandyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang