Hay!!? Aku Tiyara Adzikra Khasab. Rara, itulah panggilan yang sering mereka gunakan untuk memanggil ku. Sejak kecil aku hidup ditengah tengah keluarga yang kurang baik, kedua orang tua ku sering beradu argumen setiap hari hanya karna masalah yang menurut ku sepele dan tidak pantas diributkan oleh mereka yang sudah paruh baya dan memiliki anak remaja. Tidak cukup di rumah, aku juga dibuat stres oleh guru dan teman ku yang sering menegur ku dikelas, tidak salah jika ingin menegur ku karna memang aku salah. Tapi apakah tidak bisa lebih baik? Apakah tidak bisa membawa ku ke kantor atau ke kelas yang sepi agar hanya aku dan dia yang tau masalah ini? Entah sampai kapan hati ini terus gelisah dan tidak mendapatkan ketenangan karna itu.
***
"Rara!! Ini sudah lebih 10 kali saya tegur kamu karna hal yang masih sama!! Kamu kenapa sih!!?? Saya bilang jangan bawa urusan keluarga kamu itu ke sekolah!!"
Rara hanya menunduk mendapat teguran yang sudah biasa ia dengar. Bukan dia tidak mau mendengar apa kata guru dan tidak mau merubah sikapnya, tapi mau bagaimana lagi? Dia memang tidak bisa melupakan pertengkaran kedua orang tuanya. "Maaf pak."
Pak Agung kembali menghembuskan nafas berat nya saat kembali mendengar kata itu terlontar dari mulut Rara. "Saya mau ini teguran terakhir untuk kamu!!" setelah mengatakan itu pak Agung pergi begitu saja dari hadapan Rara yang sudah menjadi pusat perhatian beberapa siswa disana. Tiba² ada tangan yang menarik nya dan membawa nya pergi dari kerumunan itu.
***
"Makasih Put." ucap Rara lalu duduk di salah satu bangku kantin dan meminum air mineral yang sudah teman nya berikan. Putri Asyifa Rashid.
"Kamu kenapa lagi sih Ra??"Rara hanya menggeleng, dia masih malas untuk bercerita pada gadis cantik di hadapannya ini. Putri mendengus kesal dan kembali menyeruput jus mangga milik nya yang sempat tertunda karna harus menyelamatkan Rara dari pandangan pandangan mencibir.
"Ah gimana kalau pulang sekolah kita jalan?? Ke mall atau__"
"Ngga usah Put. Aku mau langsung pulang aja, aku takut kak Lesty marah." lirih Rara membuat wajah Putri kembali murung.
Dia murung bukan karna ajakan nya ditolak mentah mentah, tapi dia kembali murung karna gagal menerbitkan senyum tulus di bibir Rara. Dia gagal membuat Rara kembali ceria. Dia juga terkadang bingung sendiri harus dengan cara apa membujuk teman nya ini. Dia merasa gagal menjadi teman jika sudah melihat senyum terpaksa dari bibir teman nya.
***
"Lagi?" tekan seorang gadis berhijab saat sang adik telah berada di hadapan nya dengan wajah tertunduk. Selalu seperti ini.
"Ma-maaf kak, tadi Rara__"
"Mau kasih alasan apa lagi, hm?? Macet?? Ada pelajaran tambahan?? Atau kamu kelayapan dulu sama temen kamu itu??!!"
Dengan cepat Rara menggeleng, dia tidak suka jika kakak nya melibatkan teman nya itu kedalam masalah mereka. "Tadi Rara diem dulu di taman, makanya sedikit telat."
"Masuk!!"
Rara segera masuk meninggalkan sang kakak yang masih terdiam di ambang pintu, entah kenapa gadis itu sering sekali marah pada siapa pun yang ada di dekat nya. Entah itu adiknya, asisten nya, pelayan nya, supir nya, atau siapa pun yang ada didekatnya, maka harus siap menjadi pelampiasan amarah nya.
***
Rara menutup telinganya saat mendengar teriakan keras sang ayah. Memang sudah biasa baginya, tapi siapa yang tidak takut saat ada teriakan keras di dekat nya? Dan Rara yakin, ayah nya itu berteriak karna sang ibu yang hanya melakukan kesalahan kecil. Sangat kecil. Tapi kenapa sang ayah harus sampai semarah itu?
"Ya Allah hiks hiks Rara takut hiks.."
Katakan saja dia cengeng. Tapi bagaimana jika kalian yang ada di posisi nya? Akan sekuat apa kalian jika harus mendengar teriakan setiap hari dari ayah kalian?. Rara terbilang cukup kuat karna masih bisa menahan air matanya saat dihadapan semua anggota keluarga nya.
Malam Harinya...
Rara sudah duduk lebih dulu di kursi meja makan dan tinggal menunggu yang lain datang untuk menyantap makan malam bersama.
Akhirnya setelah beberapa menit menunggu, orang yang Rara tunggu datang. Mereka segera duduk di kursi nya masing masing dan mengambil makanan yang mereka inginkan.
Namun, saat suapan pertama masuk kedalam mulut tuan Khasab dan baru beberapa kali mengunyah, tuan Khasab kembali memuntahkan makanan nya dan menggebrak meja cukup keras. Dan tentu nya itu membuat ketiga wanita dihadapan nya terperanjat dan sontak mengalihkan pandangannya pada tuan Khasab.
"APA APAAN INI, HAH!!??" bentak Khasab pada wanita disamping nya, yakni sang istri. Nyonya Khasab.
"Ke-kenapa pah?? Ada apa??" tanya Rara dengan kegugupan nya. Namun dengan cepat dia mengatupkan bibirnya saat tangan Khasab mengangkat, menyuruh nya untuk tidak berbicara.
"Makanan ini gk layak makan. Kamu masak apa, RIKA!!??"
"Ini masakan yang biasa aku masak. Mungkin malam ini lidah kamu sedikit bermasalah!!" Rika balik menyentak Khasab yang sudah mengeraskan rahang nya. Dia kembali menggebrak meja dan berdiri dengan angkuh nya. Dia kesal karna istri nya ini sudah mulai berani melawan padanya.
"Aku gk akan makan!! Makanan ini gk layak untuk dimakan!!" tekan nya lalu pergi dari hadapan ketiga wanita itu dengan langkah tegap nya. Menandakan ada sebuah ketegasan dan keangkuhan didalam dirinya.
***
Putri berlari menuju pintu utama saat mendengar ketukan cukup keras pada pintu nya. Setelah pintu itu terbuka lebar, sosok Rara langsung memeluk nya begitu saja. Tentu saja hal itu membuat Putri kaget dan cemas, ditambah lagi dengan keadaan Rara yang langsung menangis setelah masuk kedalam dekapan Putri. Dan yang membuat nya semakin cemas, teman nya itu datang membawa koper, untuk apa?.
Putri memberi kode pada pembantu nya untuk menyimpan koper Rara di kamar nya dan dia mengajak Rara –yang masih memeluk nya– duduk.
"Rara, ada apa lagi??" tanya Putri dengan nada lembut setelah dia berhasil menenangkan Rara.
"Aku gk kuat Put. Aku mau tinggal disini aja sama kamu, aku gk mau pulang, aku gk mau tinggal sama mereka lagi. Aku takut." ucap Rara dengan suara yang masih terdengar gemetar. "Aku juga gk mau karna ini, aku ditegur terus sama guru dan yang lain."
Putri tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Lalu diraih nya tangan Rara dan mengelus nya. "Aku memang belum pernah ada diposisi kamu dan belum pernah ngerasain jadi kamu. Tapi aku tau gimana perasaan kamu sekarang." dia kembali tersenyum dan mengelus punggung Rara. "Ehm, aku rasa lebih baik kita ke kamar aja ya!? Supaya kamu bisa istirahat juga. Kasian mata nya."
Rara sedikit mengerucutkan bibirnya saat mendengar celotehan teman nya itu. Apa gadis di hadapan nya ini lebih peduli pada mata nya? Dia tidak peduli padanya? Ck!!
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Teman Menjadi Sandaran ✔
Short Story( CERPEN ) Pengganti keluarga adalah teman, ketika di dalam keluarga ada masalah, teman lah yang siap mendengar cerita, selagi itu wajar diceritakan. Jika masalah hanya dipendam seorang diri, maka hasilnya tidak akan baik pada diri, hati dan fikirin...