Malam yang menegangkan bagi Rara karna malam ini dia harus berani mengangkat suara dan menyelesaikan semua nya. Dia harus membuktikan pada semua anggota keluarga nya bahwa bocah yang tak pernah mereka hiraukan bisa membuat keluarga mereka kembali seperti dulu.
"Ada apa sih? Kenapa kamu kumpulin kami disini? Kamu gk tau apa papa banyak kerjaan?!"
Rara menghembuskan nafas nya perlahan dan menatap satu persatu anggota keluarga nya. "Rara kumpulin kalian disini cuma mau tanya aja. Ehm kapan masalah di rumah ini berakhir? Kapan mama dan papa berhenti bertengkar? Dan mau sampai kapan kakak menjadikan Rara sebagai pelampiasan?"
Semua terdiam, mereka masih mencerna ucapan Rara. Kenapa dia tiba tiba bertanya seperti ini? Dan kenapa dia tiba tiba ikut campur masalah ini?. "Maksud kamu apa, dek?" tanya Lesty menatap dalam mata Rara. Dia sudah tau kemana jalan pembicaraan Rara, tapi dia mau Rara menjelaskan nya.
"Gk ada maksud apa², Rara cuma mau tanya aja. Abisnya Rara bosen kak denger orang tua kita berantem terus." ucap Rara diakhiri dengan rengekan nya, namun seperti nya ada nada yang sedikit memojokkan kedua orang tua nya. "Suka kasian juga sama mama sama papa yang setiap hari, harus kuras tenaga buat bertengkar. Haahh!!" lagi dan lagi, Rika dan Khasab merasa dipojokkan oleh putri bungsu nya ini. Mereka saling pandang.
"Jujur mah, pah, Rara itu pengen banget kalian kayak dulu lagi, hidup rukun, gk ada pertengkaran, bukan kayak gini!!! Hmmh.. Rara gk tau kenapa kalian suka banget adu mulut hanya karna hal yang... Mck ah sepele banget!!!" Rara menghentikan ucapan nya sekejap dan mengusap wajah nya agar lebih tenang, kemudian dia melanjutkan ucapan nya. "Rara sama temen Rara aja kalau ada masalah besar suka di bicarakan baik baik, dan kita masih muda, masih bocah. Sedangkan mama dan papa yang udah berumur, masalah kecil aja di besar besarin!!." pelan namun tegas, juga menusuk kedalam hati kedua orang tua nya. Mereka kembali saling pandang dan menatap Rara yang sudah bangkit dari duduk nya. "Ah udahlah, percuma Rara ngomong panjang lebar, toh kalian gk akan denger omongan bocah ini. Rara masuk kamar dulu ya?!"
Setelah pintu kembali ditutup oleh Rara, barulah kini Lesty yang membuka suara dengan menatap tajam kedua orang tua nya. "Anak nya aja bijak!!." ketus Lesty lalu memalingkan wajahnya saat mata nya bertemu dengan mata kedua orang tua nya. "Gk malu sama Rara? Mau terus adu mulut di depan kami? Mau terus kayak gini sampai aku dan Rara nikah? Atau sampai kami mati, iya??!!"
Rika segera bangkit dari duduk nya dan langsung mendekap tubuh mungil sang putri sulung, suara isakan mulai terdengar dari keduanya. "Mama minta maaf, nak" lirih nya kemudian mencium pucuk kepala sang putri. "Mama dan papa janji gk akan adu mulut lagi, mama dan papa janji gk akan buat kalian ketakutan lagi." ucap nya penuh keyakinan sambil menangkup kedua pipi Lesty dan mengelus nya.
"Kami akan buktikan sama kamu dan Rara kalau kami akan kembali rukun." kali ini Khasab ikut bersuara dan merangkul Rika. Kedua nya –Lesty dan Rika– tersenyum. Tiba² ada seorang gadis yang ikut masuk kedalam pelukan itu dengan sorak bahagianya.
"I Love You mama, papa, kakak" pekik Rara dengan suara nyaring nya. Mereka terkekeh mendengar pekikan Rara yang kembali mereka dengar, ternyata dia tidak masuk ke kamar.
***
"Pagi pah." sapa Rara pada Khasab yang tengah menikmati teh hangat nya lalu duduk dikursi nya. Kemana nyonya dan putri sulung Khasab? Mereka masih sibuk dengan urusan nya.
"Pagi sayang."
Rara tersenyum, akhirnya panggilan itu kembali ia dengar. "Ehm, papa boleh tanya sesuatu?"
"Tanya apa?"
Khasab meminum teh nya terlebih dulu lalu berdehem lalu menatap Rara. "Boleh papa tau?! Siapa orang yang sudah bisa membuat kamu berani bicara didepan papa, mama dan kakak mu?"
Rara langsung terdiam, jika dia menjawab jujur apa ayah nya ini akan marah? Ah, dia terlalu takut Putri ikut terlibat jika ayah nya ini marah. Tapi tidak!! Bukannya tuan Khasab yang amat sangat terhormat itu sudah berjanji dan akan membuktikan bahwa dia dan istri nya tidak akan membuat putri putri nya ketakutan lagi.
"Emm.. Rara, emh Rara sering cerita ke temen pah" gumam nya namun masih bisa tertangkap oleh indra pendengaran Khasab, Khasab hendak membuka suara namun dengan cepat Rara memotong nya. "Tapi cuma satu orang kok pah, cuma satu orang. Rara juga percaya sama dia"
"Hmhh.. Rara, ini kan masalah keluarga, masalah pribadi kita. Gk baik kalau di ceritain ke orang lain"
"Ta-tapi karna dia Rara berani bicara pah, karna dia papa dan mama gk berantem berantem lagi, karna dia juga kan keluarga kita kembali rukun?!"
"Maksud kamu?"
"Ya dia yang sering kasih Rara saran dan suport, karna kalau Rara pendam ini sendiri Rara gk kuat pah, Rara gk bisa. Dan cuma sama dia aja Rara berani cerita, dia sering kasih Rara saran dan nasehat, papa jangan marah ya sama dia!?" mohon nya sambil memegang tangan kekar sang ayah yang kini tengah menatap nya, entah tatapan apa itu. "Rara mohon jangan marahin dia ya, pah!!?"
Khasab tersenyum lalu mengelus tangan Rara yang juga tengah memegang tangan nya. "Justru papa mau berterimakasih sama temen kamu itu. Memang seharus nya masalah keluarga gk diceritakan ke orang lain, tapi kalau orang itu bisa kasih kita solusi dan jalan keluar, kenapa ngga? Hmm?!" tutur Khasa dan akhirnya Rara bisa tersenyum lega.
"Jadi papa gk marah sama Rara ataupun sama temen Rara?"
"Ngga sama sekali."
Tiba tiba nyonya Khasab keluar dari dapur membawa ikan goreng kesukaan Rara juga susu dan teh untuk anak anak nya dan untuk nya. Setelah duduk di kursi nya, dia langsung melayani suami nya sambil bertanya, "Kalian habis ngobrolin apa?"
"Aku cuma tanya, siapa orang yang udah bikin bontot nya kita ini berani bicara di depan orang tua dan kakak nya semalam."
"Oohh itu toh. Siapa memang nya pah?"
Sepertinya nyonya Khasab ini tak kalah kepo nya dengan sang suami. Belum sempat Khasab menjawab, sudah terdengar gerutuan tak jelas dari putri sulung keluarga Khasab itu, dia terlihat repot membenarkan kerudung nya karna ditangan nya sangat penuh dengan berkas dan juga tas selempang yang masih tergantung di lengan nya.
"Kak, kenapa sih? Mau kemana?" tanya Rika dengan heran nya, kenapa putri nya ini kelihatan begitu sibuk? Padahal hari ini adalah hari libur, dimana semua orang bersantai di rumah bersama keluarga nya.
"Apa mama lupa kalau putri sulung mama ini sudah kerja? Lesty mau kerja lah mah"
"Kakak lupa ya?" Lesty menoleh ke arah sang adik dan menaikkan alisnya. "Ini hari sabtu, memang kakak kerja?"
Lesty langsung membulatkan mata nya dan melihat ponsel nya, ternyata memang benar sekarang hari sabtu. Dasar sekretaris laknat!! Dia sudah membohongi Lesty!!!
"Dasar bapao!!! Berani² nya ngerjain aku." gumam Lesty dengan nada kesal nya, sedang yang lain hanya terkekeh.
"Makanya di inget dong hari tu!!" ledek Rara sambil memasukkan nasi serta lauk nya ke mulut nya.
"Rara, nanti malam ajak temen kamu itu kesini ya!? Papa mau ketemu sama dia dan berterimakasih sama dia"
"Siipp!!"
"Temen nya?" tanya Rika menatap sang suami yang hendak memakan makanan nya. "Nanti aku ceritakan!!" Rika hanya mengangguk patuh dan melanjutkan acara sarapan nya.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Teman Menjadi Sandaran ✔
Nouvelles( CERPEN ) Pengganti keluarga adalah teman, ketika di dalam keluarga ada masalah, teman lah yang siap mendengar cerita, selagi itu wajar diceritakan. Jika masalah hanya dipendam seorang diri, maka hasilnya tidak akan baik pada diri, hati dan fikirin...